“Oke, jemput di depan menara Saidah ya ..” jawabku pada temanku itu.
Dan aku pun lekas mengirimkan sms pada Rangga, dengan seribu alasan sekenanya.
Aku sama sekali tak merasa mengkhianati Rangga. Karena status kami tidak pacaran. Kami hanya mantan pacar dimana hubungan indah itu sudah kandas 5 tahun yang lalu. Tapi Rangga tak pernah meninggalkanku sendirian. Ia selalu ada kapanpun aku butuhkan.
Setelah hari aku tidak mengaktifkan ponselku. Kubiarkan mati dan kusimpan di dalam lemari. Sampai di hari kedua, mendadak aku ingin sekali menyalakan ponselku. Setelah beberapa kawan berdemo di telepon rumahku bertanya kenapa ponselku mati. Setelah kunyalakan, masuklah 9 sms dan salah satunya dari Rangga. Isinya,”Jeng, nanti malam Rangga main ke rumah ya, mau nonton acara dulu di SMA 6 Bulungan.” Tertanggal kemarin. Lalu masuk sms keduanya, isinya sebuah puisi. Hanya beberapa baris tapi sangat menyejukkan hatiku.
Tak terasa 5 tahun kita bersama,
Tawa itu, canda itu khas milikmu,
Menanti dirimu seperti menanti datangnya pelangi
Tak jelas kapan dan dimana datangnya,
Gadisku, jika aku mati ..
Maka kaulah cinta matiku ..
Keesokkan harinya aku merasakan galau yang luar biasa, perasaan ini jauh lebih tidak enak dari beberapa hari yang lalu. Sepulang dari kampus malam itu adikku menjemput. Aku memintanya mengantarku mencari Rangga. Yang ku tahu Rangga hanya suka berkumpul dengan rekan – rekannya di sebuah bengkel motor. Ku cari dia disana. Namun tak kutemukan. Aku rasa tak mungkin bila sampai harus mendatangi rumahnya.