Mohon tunggu...
Cerpen

Nyata?

19 Maret 2017   21:25 Diperbarui: 19 Maret 2017   21:52 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Mas, mau minum aqua?” Celetuk salah seorang karyawan bermuka payah karena seharian bekerja.

Aku menoleh tak tahu apa maksudnya. Alisku memincing tanda, “Apa maksudmu, bodoh? Kamu harusnya mengerti pujangga ini sedang cemas mengajak pujaannya berkencan.” Dan di tengah kegaguan itu aku tidak sadar wanitaku sudah cepat berjalan meninggalkanku di belakang. Aku refleksmengejar hingga tiba di ujung protokol toilet wanita dan pri. Namun, lagi-lagi ia raib bagai ditelan bumi. Aku kehilangan jejak sekarang.

“Ya ampun, apa yang telah aku lakukan?”Aku menekuk lutut menyesali detik-detik percakapan percumaku dengan karyawan toko roti tadi.

Aku pulang berjalan terhuyung tanpa jawaban. Tapi apa kata para leluhurku “diam artinya iya” Maka besok sempurna aku menerapkan prinsip jadul itu. Aku menerka semua jawaban dari gadis itu adalah iya. Lalu berilusi, mungkin kemarin di balik punggungnya ia tersenyum malu-malu mukanya memerah tanda hatinya buncah mengiyakan ajakanku.

----------

Malam beranjak matang. Matahari dipukul jatuh ke ufuk barat. Tidak sedetik pun aku ingin kehilangan momen ini. Maka aku datang lebih awal dengan penuh harap setelah pulang kerja. Memakai baju paling necis dan sibuk mematut-matut di kaca.  Kaki langit jingga tertutup gelap. Tapi di tempatku berpijak sekarang sempurna terang. Kasih sayang semesta menyuburkan benih cinta. Aku gugup. Mulutku komat kamit merencanakan ungkapan. Menyusun kalimat. Aku bersenandung nyanyian kebahagiaan. Otakku sibuk membuat ilusi, di pipi wanita itu muncul semburat jingga ketika mendengar amunisi sajak-sajak cinta.

“aku tidak tahu apa pun tentang perasaan ini. Aku hanya tahu aku selalu merasa senang saat melirikmu dari balik kaca restoran samipng lobi. Aku tidak tahu siapa kamu tapi aku merasa tentram dari semua resah saat berada di sekitarmu. Aku tidak tahu siapa namamu tapi kamu membuatku merasa lebih baik di setiap hari. Menumbuhkan semangat, memompa banyak energi. Aku jatuh cinta dari awal pertemuan-pertemuan ganjil itu.”

Sajak itu ajaib berubah menjadi kekuatan menunggu di jam-jam berikutnya. Tapi kesekian kalinya dari total banyak kesempatan wanita itu datang di waktu yang tak terduga. Dua puluh menit tersisa. Ya tuhan, bukankah diamnya kemarin artinya iya. Aku mohon datanglah. Gemetar hatiku meringkuk sesak. Keringatku membanjir berpeluh kesah.

Otakku dangkal berpikir wanita itu akan datang di menit-menit terakhir mall tutup. Ya, kenapa tidak. Pasti ia akan datang di penghujung menit-menit itu.  Maka malam itu aku tidak menunggu di restoran aku sudah diusir pihak restoran sejak teralis akan ditarik. Aku masih punya kesempatan dan  terlebih aku berhak bertemu dengan wanita itu untuk mendapatkan jawaban. Jadilah aku mencari ia kemana saja.

Kakiku tidak bisa dipaksa berhenti. Mataku memburu setiap sudut mall. Aku menghela napas. Hasilnya sama nihil. Belum menyerah aku naik ke lantai dua. Eskalator berdesing. Tidak menyerah naik lagi ke lantai tiga. Eskalator berdesing.  Lima menit penghabisan aku makin kacau. Suaraku parau merangkum doa-doa, satu dua menit berikutnya Tuhan berbelas kasihan jadilah doaku sempurna berubah laksana mantra abrakadabra “BOOM!”. 

Masih tersisa satu lantai lagi yang belum kunaiki. Lantai empat. Suara sepatu terdengar dari lantai empat memenuhi kedua gendang telingaku yang mulai kebas namun masih bisa mendengar, satu dua pengunjung lantas terlihat buru-buru turun takut-takut kena usir satpam. Eskalator berdesing.  Tubuh-tubuh gempal itu membuat eskalator otomatis akan bergerak semakin cepat. Eskalator itu menunaikan tugasnya, matuhi prinsip dasarnya dari sang penemunya. Bergerak konstan saat tak ada waktu yang tak perlu dipercepat dan dipersingkat. Prinsip dasar nomor satu hemat energi dari sang penemu. Bergerak lebih cepat saat ada waktu yang harus dipercepat dan dipersingkat. Prinsip dasar nomor 2 efesiensi kegunaannya dari sang penemu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun