Mohon tunggu...
Ajeng
Ajeng Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Bandung

Persinggungan Agama dan Sains: Konsep Rekayasa Genetika, Apakah bertentangan dengan Agama?

23 Januari 2024   00:36 Diperbarui: 23 Januari 2024   00:49 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 (Sumber Foto : https://cfns.ugm.ac.id/2020/05/30/download-materi-rekayasa-genetika/)

A. Berdasarkan Perspektif Sains
Menurut perspektif sains, rekayasa genetika seperti IVF merupakan cara yang efektif dan aman untuk membantu isu kemandulan yang dialami oleh pasangan yang ingin memiliki keturunan seperti umur yang diatas 40 tahun, kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan bagi pasangan untuk memiliki keturunan secara normal. Data juga menunjukan bahwa 5% dari pasangan yang memiliki kemandulan mencoba metode IVF. Hasilnya lebih dari 8 juta bayi telah berhasil dilahirkan menggunakan IVF sejak digunakannya IVF dari tahun 1978, dengan ini, IVF disebut sebagai salah satu metode teknologi paling efektif dalam membantu reproduksi.


Penggunaan metode kloning dan modifikasi genetik dalam kalangan sains untuk membantu produksi makanan, membuat tanaman yang lebih mudah untuk ditanam dan dirawat, dianggap positif untuk dan banyak dilaksanakan riset menggunakan metode tersebut untuk membantu dalam mengobati beberapa penyakit seperti Alzheimer, Parkinson, Diabetes Melitus, dan penyakit sumsum tulang belakang. Penggunaan rekayasa genetika dalam menanam tanaman untuk dikonsumsi manusia juga menjadi poin penting untuk membantu mengurangi kekurangan pangan yang dialami berbagai negara dan meningkatkan variasi tanaman yang bisa tumbuh di sebuah daerah, seperti tumbuhnya tanaman kentang di daerah yang dingin sebagai bahan pangan baru bagi negara yang memiliki iklim dingin.


Namun kloning reproduktif pada manusia tidak diperbolehkan untuk dipraktekan oleh kalangan sains. Dikarenakan metode kloning sendiri masih berbahaya dan memiliki persentase kesuksesan yang cenderung rendah. Muncul juga beberapa hasil penyelidikan lebih lanjut yang mengakibatkan dilarangnya kloning yaitu:

  • Potensi kematian dari ibu dan kandunganya yang dan risiko bagi Wanita yang mendonasikan sel telurnya.
  • Persentase yang sangat dalam kloning hewan, dimana hamper 90% dari hasil kloning gagal, dan dari 10% hasil kloning yang sukses, banyak yang gugur atau lahir abnormal. Hal tersebut menyebabkan metode kloning dinyatakan tidak aman bagi manusia.
  • Kloning manusia belum pernah terdata telah dilaksanakan sebelumnya, masih banyak variabel yang belum diketahui oleh peneliti untuk menjamin sepenuhnya keselamatan bagi orang yang menjalankan riset tersebut.

B. Berdasarkan Perspektif Agama
Sebagian agama, khususnya agama teistik menolak dengan keras kloning reproduksi karena menganggap hal tersebut kehidupan sebagai "hadiah" dari Tuhan. Namun beberapa agama lain masih memiliki ruang dalam kepercayaan dan tradisinya untuk mengakomodasi aspek - aspek yang menguntungkan dari teknologi tersebut. Oleh karena adanya perbedaan pendapat mengenai kloning manusia, timbullah beberapa pertanyaan mendasar, seperti apakah embrio hasil kloning memiliki status sebagai manusia? Apakah kegagalan dalam proses kloning merupakan sebuah pembunuhan? Apakah kloning pada makhluk hidup lain (selain manusia) diperbolehkan? Apakah kloning berarti merusak ciptaan Tuhan?


Gereja Katolik menentang segala bentuk kloning manusia dan juga menentang penciptaan garis sel induk embrio manusia dari embrio IVF yang "berlebihan". Hal tersebut ditegaskan dalam dokumen gereja pada tahun 1987 yang berjudul "Instruction on Respect for Human Life in its Origin and on the Dignity of Procreation (Donum Vitae)" yang diterbitkan dalam kongregasi ajaran iman. Gereja Katolik mengakui kalau embrio sudah mempunyai status sebagai manusia sejak proses pembuahan. Oleh karena itu, semua proses penghancuran embrio pada tahap pembuahan dianggap sebagai pembunuhan dan hal ini berlaku juga untuk semua embrio hasil IVF atau kloning.


Umat Islam mengakui bahwa embrio telah memiliki jiwa pada 120 hari pembuahan, menjelang akhir bulan keempat kehamilan. Syariat Islam membedakan antara kehidupan aktual dan potensial, dengan menetapkan bahwa kehidupan aktual harus diberikan perlindungan yang lebih besar dibandingkan kehidupan potensial. Oleh karena sebagian besar penafsiran, embrio (sebelum 120 hari) tidak dianggap sebagai manusia, maka pembuatan garis sel induk tidak melanggar hukum Islam. Hukum Islam memperhatikan secara khusus prosedur kloning dan dampaknya terhadap hubungan antar manusia serta hubungan kekeluargaan. Oleh karena itu, umat Islam akan mendukung kloning reproduksi untuk membantu pasangan yang tidak subur hanya jika hal tersebut masih dalam batas perkawinan dan akan menolaknya jika hal tersebut akan memutuskan hubungan keluarga. Dapat disimpulkan kalau menurut hukum Islam penelitian tentang sel induk dianggap sebagai tindakan keimanan terhadap kehendak Tuhan, selama intervensi tersebut dilakukan dengan tujuan meningkatkan kesehatan manusia.


Kesimpulan
Sebagian besar agama teistik menentang dengan keras adanya kloning reproduktif pada manusia karena kehidupan adalah "hadiah" dari Tuhan dan bukan pemberian manusia. Namun adapun agama yang setuju dengan kloning selama hal tersebut dilakukan untuk kesejahteraan dan kesehatan manusia. Lebih menentang ke human cloning, terdapat pendapat tidak setuju karena menganggap rekayasa genetika ini menantang tuhan. Tetapi, terdapat pendapat setuju karena menunjukan keagungan tuhan yang hendak diperlihatkan kepada manusia mengingat kloning tidak serta merta menggantikan peran tuhan sebagai maha pencipta.

Sedangkan dalam penelitian, penggunaan rekayasa genetika dianggap bermanfaat bagi manusia dan dapat dikembangkan untuk mempermudah masalah pangan dan kesehatan manusia. Walaupun demikian, kloning reproduktif pada manusia tidak diperbolehkan karena persentase kegagalan yang sangat tinggi tidak dapat menjamin keselamatan dari embrio yang didonasikan. Hal tersebut menyebabkan kloning reproduktif manusia menjadi tidak etis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun