Mohon tunggu...
Ajeng
Ajeng Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Bandung

Persinggungan Agama dan Sains: Konsep Rekayasa Genetika, Apakah bertentangan dengan Agama?

23 Januari 2024   00:36 Diperbarui: 23 Januari 2024   00:49 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 (Sumber Foto : https://cfns.ugm.ac.id/2020/05/30/download-materi-rekayasa-genetika/)

(ditulis oleh Mahasiswa Universitas Katolik Parahyangan : Ghina Luthfi Nur Wulandari, Ajeng Acyuta P.P., Alfredo Ardianta Ginting dan Reinaldus Sem Bau Liku)

Agama dan Sains atau ilmu pengetahuan menjadi bahasan yang menarik karena kerap kali kedua hal tersebut mengalami ketidaksinambungan. Terutama perkembangan dari sains itu sendiri dari masa ke masa seringkali mendapat pertentangan dari perspektif agama, sampai pada akhirnya timbul atau diciptakan sebuah konsep yaitu Sekularisme agar dapat memisahkan keduanya demi menghindari konflik diantaranya (mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, Sekularisme merupakan paham atau kepercayaan yang berpendirian bahwa paham agama tidak perlu didasarkan atau dimasukkan dalam urusan moralitas, misalnya urusan politik, negara, institusi publik, bahkan sains atau ilmu pengetahuan). Namun sebenarnya jika kita menilik balik pada sejarah berkembangnya sains, akan ditemukan bahwa sebenarnya sains atau ilmu pengetahuan itu sendiri berasal dari pengetahuan yang bersifat magis-religius, atau yang secara tidak sadar dapat dikatakan bahwa sains itu sendiri pada awalnya berasal dari konsep agama. Lebih jelasnya lagi perkembangan dari sains (berhubungan pula dengan persinggungan antara agama dan sains itu sendiri) dapat dilihat dari beberapa masa, yaitu dimulai dari masa prasejarah, masa yunani, masa atau abad kegelapan (The Dark Age), hingga perkembangan sains modern.


Dimulai dari Masa Prasejarah, dimana masa ini ilmu pengetahuan bersifat magis, bahkan pemikiran-pemikiran yang ada pada masa ini bercampur dengan mitos-mitos atau kepercayaan religius. Manusia di masa prasejarah menggunakan berbagai mitos untuk dapat menjabarkan peristiwa atau fenomena yang terjadi, atau hasil dari observasi sederhana yang telah mereka lakukan. Selanjutnya pada Masa Yunani terjadi pengubahan dari pengetahuan purba (pada masa prasejarah) menjadi Sains, yaitu mulai dilakukannya pola perhitungan sistematis dan penggunaan kemampuan berpikir kognitif. Konsep ilmu pengetahuan pada masa yunani sudah mulai bergeser dan menjauh dari konsep magis-religius (agama).


Titik penolakan perkembangan sains oleh agama dapat terlihat pada masa selanjutnya yaitu masa atau Abad Kegelapan (The Dark Ages), yang awal mulanya terjadi di wilayah Eropa sejak runtuhnya Kekaisaran Romawi pada abad kelima hingga abad kesepuluh (ke 9-10) saat terjadi dominasi gereja. Ilmu pengetahuan yang diakui hanyalah ilmu-ilmu teologi (berkaitan dengan keyakinan beragama dan membahas ilmu tentang Tuhan), bahkan konsep kosmologi yang dikeluarkan oleh salah satu filsuf dan matematikawan saat itu yaitu Giordano Bruno sangat ditentang yang membuatnya dibakar hidup-hidup oleh pihak Gereja Katolik karena dianggap mengancam.

Pasca Abad Kegelapan yang dilanjut pada masa Renaissance dan Aufklarung, sains dan ilmu pengetahuan mulai berkembang dan diakui, hal tersebut dapat dibuktikan dengan munculnya berbagai ilmuwan-ilmuwan. Dalam perkembangannya kini sains mulai diterima dan berjalan beriringan bersama dengan konsep keagamaan maupun ilmu teologi. Namun tak dapat kita pungkiri bahwa terkadang terdapat sains atau ilmu pengetahuan baru yang dirasa bertentangan dan tidak sesuai dengan konsep keagamaan tersebut, misalnya saja Pertanyaan "Siapakah Manusia Pertama?" yang dijawab oleh sains dengan Teori Evolusi Darwin, yang dianggap kurang masuk akal dengan apa yang dijelaskan oleh agama (misalnya dalam agama Islam yang menyatakan bahwa manusia pertama yaitu Adam sebagai makhluk yang sempurna). Perkembangan sains lainnya misalnya adalah adanya Rekayasa Genetika, yang dalam tulisan ini akan dibahas oleh penulis, yang saat ini mulai digunakan di kehidupan manusia. Beberapa masyarakat umum berpendapat bahwa rekayasa genetika ini seharusnya dilarang, karena dalam pandangan Agama hal ini dapat meniru atau mengubah ciptaan dari Tuhan. Namun sebenarnya apakah Rekayasa Genetika ini diperbolehkan? Dan apakah hal ini bertentangan dengan Agama?

 (Sumber Foto : https://cfns.ugm.ac.id/2020/05/30/download-materi-rekayasa-genetika/)
 (Sumber Foto : https://cfns.ugm.ac.id/2020/05/30/download-materi-rekayasa-genetika/)
Apa itu Rekayasa Genetika?
Rekayasa genetika merupakan modifikasi dan rekombinasi dari DNA atau molekul asam nukleat lainya yang digunakan untuk melakukan modifikasi terhadap sebuah organisme atau populasi dari sebuah organisme. Awalnya Rekayasa genetika mengacu terhadap Teknik yang digunakan untuk modifikasi dan manipulasi organisme melalui sifat keturunan suatu organisme melalui reproduksi. Sedangkan rekayasa genetika modern juga mengacu terhadap penggunaan teknologi seperti In Vitro Fertilization (IVF) yang dikenal juga dengan bayi tabung dan kloning. Banyak organisme yang dibutuhkan dalam kehidupan manusia modern yang telah dibuat menggunakan Rekayasa genetika contohnya seperti pembuatan insulin, modifikasi terhadap beberapa jenis tanaman untuk tahan terhadap hama tanpa menggunakan pestisida, meningkatkan nutrisi yang dimiliki dari tanaman dan juga usaha untuk membenarkan penyakit genetik dengan rekayasa genetika.


Contoh dari Rekayasa Genetika
Dalam perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), salah satu kemajuan berada dalam bidang rekayasa genetika. Dasar dari rekayasa genetika merupakan bioteknologi, didalamnya meliputi manipulasi gen, kloning gen, DNA rekombinan, teknologi modifikasi genetik dan genetika modern dengan prosedur identifikasi, replikasi, modifikasi dan transfer materi genetik dari sel, jaringan, maupun organ. Mulanya, metode reproduksi aseksual yang disebut kloning ini dipelopori oleh Hans Dreisch pada Tahun 1800 dengan memisahkan sel embrio bersel dua. Hans Dreisch melakukan kloning pada bulu babi yang ia yakini memiliki sel embrio yang besar sehingga dapat berkembang tanpa ketergantungan pada induknya. Metode kloning ini kemudian baru berhasil ia lakukan pada Tahun 1902 dengan melakukan pemisahan sel embrio bersel dua dari salamander yang selanjutnya berkembang diluar tubuh induk. Selain itu, perkembangan pesat baru terjadi pada Tahun 1951 di Philadelphia yang melakukan kloning terhadap embrio katak. Dalam metode kloning ini, inti sel embrio katak dikeluarkan untuk menggantikan inti sel telur yang belum dibuahi. Percobaan ini merupakan awal teknik nuclear transplant dalam metode kloning.


Perkembangan yang bermakna baru terjadi pada Tahun 1986 saat dua tim peneliti di Inggris melakukan kloning terhadap domba dan tim lainnya melakukan kloning di Amerika terhadap sapi. Kedua tim berpendapat bahwa kloning mamalia tidak dapat dilakukan dengan menggunakan sel somatik dewasa yang telah berdiferensiasi. Melainkan kontras, pada Tahun 1996 tim peneliti Wilmut et al dari Roslin Institute di Skotlandia berhasil melakukan kloning domba dengan menggunakan sel non embrionik yaitu sel kelenjar mamma biri-biri dewasa, yang dikenal dengan "Dolly the sheep".


Dalam proses kloning yang dilakukan oleh Ian Wilmut, ia menggunakan sel kelenjar susu domba Finn Dorset sebagai donor nukleus dan sel telur domba Scottish Blackface yang dihilangkan nukleusnya dan kemudian dipadukan. Setelah itu, hasil paduan tersebut berkembang menjadi embrio di dalam tabung percobaan, dan dipindahkan ke dalam uterus domba Blackface yang memberinya telur, mengandung dan melahirkannya. Penelitian ini kemudian melahirkan klon domba Dolly dengan ciri ciri fisik yang sama dengan domba Finn Dorset, bukan seperti domba Blackface yang memberinya telur, mengandung dan melahirkannya. Selama melakukan proses penelitian ini, Wilmut melakukan 277 percobaan kloning dengan 29 embrio domba yang berhasil ditransplantasikan ke rahim domba dan hanya 1 yang berhasil dilahirkan yaitu Dolly si domba. Melihat penelitian ini dapat diketahui pula bahwa dalam metode teknik kloning, hewan kloning tidak akan menciptakan DNA yang unik melainkan akan menghasilkan keturunan dengan sel dominan ke salah satu DNA yang dalam hal ini domba Finn Dorset.

Apakah Sebenarnya Rekayasa Genetika Diperbolehkan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun