Ramadan di tahun 2022 menunjukkan pulihnya kegiatan masyarakat setelah serba dibatasi sejak 2020 karena pandemi. Kelonggaran ini juga dirasakan para mahasiswa yang mulai menjalankan aktivitas dan merantau ke daerah kampus masing-masing.
Ramadan dipenuhi kegiatan keagamaan yang tidak seperti biasanya, membuat mahasiswa yang merantau ini juga merasakan suasana lain. Dengan tetap beraktivitas sebagai mahasiswa, mereka harus berpuasa, bangun lebih pagi untuk makan sahur, menyiapkan menu berbuka puasa, tarawih, dan lain sebagainya tanpa ditemani keluarga. Berbagai reaksi muncul di benak mereka.
SUASANA RAMADAN KALI INI TIDAK TERASA
Ternyata, Ramadan bukan sekadar berpuasa. Suasananya sangat didambakan mereka yang menjalankannya. Menetap sementara di Purwokerto, Banyumas, Muhammad Nur Hanif, seorang mahasiswa Desain Komunikasi Visual, mengaku tidak merasakan suasana Ramadan seperti biasanya.
“Buka puasa biasanya nyari makan sama ibu atau ke mana segala macem, terus kalo sekarang yaudah seadanya aja,” kata Hanif.
Seorang mahasiswi Jurnalistik, Adinda Alya Izdihar, yang menetap sementara di Jatinangor, Sumedang, juga mengeluhkan hal yang sama. Menurut Adinda, Ramadan akan lebih terasa ketika ada kegiatan khusus menjelang berbuka puasa, seperti membantu ayah dan ibu menyiapkan menu berbuka.
“Kalau di sini kan ga ada, jadi aku berasa puasa biasa gitu, bukan puasa di bulan Ramadan” kata Adinda.
BERBAGAI MENU BANYAK TERSEDIA, TAPI…
Menurut Adinda, di sekitar indekosnya banyak warung makan yang menyediakan menu berbuka hingga sahur. Meskipun begitu, Adinda tidak banyak menjajal berbagai menu tersebut dan lebih sering menggunakan jasa pesan antar.
“Aku sendirian di kost-an, maksudnya ngga ada anak Jurnalistik lain. Aku berangkatnya harus sendirian, kan takut ya (keluar untuk mencari makan sahur),” kata Adinda.
Sedikit berbeda dengan Candra Ayuningtyas Maharani, seorang mahasiswi Teknik Listrik yang sementara menetap di Kota Semarang, ia sering memasak untuk menu sahur dan berbuka puasa. Candra tidak kesulitan mendapatkan bahan makanan dari lingkungan indekosnya, namun seringkali kebingungan dalam menyiapkan menu.
Persoalan lain yang sering menggeluti mahasiswa adalah finansial. Kata Hanif, ketersediaan finansial yang harus terbagi untuk banyak keperluan, sering menundanya menyiapkan menu berbuka dan sahur dengan baik. Ia harus mengalah dan berbuka atau sahur seadanya. Lain ketika di rumah, makanan sudah tersedia.
TETAP RINDU RAMADAN DI KAMPUNG HALAMAN
Menjalankan puasa tidak didampingi keluarga menjadi sangat menantang. Bahkan, Adinda seringkali melewatkan waktu sahur karena kelelahan beraktivitas hingga terlambat bangun untuk sahur. Untuk mengatasinya, Adinda memakan makanan berat saat malam hari, sehingga apabila waktu sahur terlewat, setidaknya perutnya masih sedikit terisi. Serupa dengan Hanif, ia seringkali kesiangan untuk bangun dan makan sahur.
Meskipun ketika Ramadan di rumah harus membantu berbagai persiapan hingga aktivitas kemahasiswaannya cukup terganggu, interaksi dan suasana kekeluargaan di rumah menjadi poin yang ditunggu Adinda.
Lalu, bagi Candra, berpuasa di tengah aktivitasnya sebagai mahasiswa cukup membuatnya kewalahan. Setelah berkuliah dari pagi hingga zuhur, terkadang lembur hingga sore, Candra harus melanjutkan aktivitas untuk menyiapkan menu berbuka. Setelah berbuka pun masih ada kegiatan yang perlu ia selesaikan.
“Soalnya kan aku ikut organisasi juga, yang kegiatannya tuh sekarang lebih sering malem,” kata Candra.
BAGAIMANA AKTIVITAS KEAGAMAAN DI TEMPAT RANTAU?
Meskipun letaknya di depan masjid, Adinda jarang mendengar azan atau seruan untuk sahur dari indekosnya.
“Aku tuh denger azan dari masjid ini, rajin azan di awal-awal Ramadan aja. Sekarang-sekarang azan magrib ngga kedengeran, azan subuh ngga kedengeran, tapi kadang-kadang ada,” kata Adinda
Indekos Adinda berada di komplek yang memang didominasi rumah indekos bagi mahasiswa, sehingga tidak banyak aktivitas masyarakat sekitar. Terlebih, saat ini komplek indekosnya masih sepi karena kegiatan akademik belum dimulai secara normal sehingga tidak banyak mahasiswa yang telah menetap di indekos.
Sedikit berbeda, lokasi indekos Candra cukup dekat dengan kampusnya. Oleh karena itu, ia terbantu dengan aktivitas masjid kampusnya yang rutin mengadakan kajian, membangunkan sahur, dan membagikan takjil gratis.
RAMADAN DI TEMPAT RANTAU TIDAK SEBURUK ITU!
Bagi Hanif, tempat rantau membuatnya sering bertemu orang baru dengan cerita-cerita menariknya. Hal tersebut cukup menghiburnya dalam menghabiskan waktu saat Ramadan ini. Di sisi lain, menurut Adinda, tinggal sendirian membuatnya lebih fokus menjalankan kegiatan kemahasiswaan karena tidak banyak distraksi dari orang lain.
Berbagai poin positif juga didapat Candra ketika menjalani Ramadan di tempat rantau. Menurutnya, situasi ini membuatnya lebih pandai mengatur waktu untuk beraktivitas dan beristirahat, lebih prihatin dengan kondisi, berlatih mengelola keuangan dengan baik, sekaligus belajar memasak.
Menjalankan serangkaian ibadah di bulan Ramadan menjadi lebih menantang ketika jauh dari keluarga dan kampung halaman. Mulai dari persoalan finansial, kebingungan memilih menu berbuka, hingga kesiangan untuk sahur harus dihadapi para mahasiswa ini. Suasana “ramadan” pun tidak terasa utuh. Meskipun demikian, ada banyak hal yang dapat dipelajari dalam situasi sulit tersebut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI