Mohon tunggu...
Angelina R
Angelina R Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Warga Negara Indonesia yang baik hati dan tidak sombong...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pisau Sang Pembunuh Bagian 6

23 Januari 2012   22:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:31 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Pembunuhan apa lagi, Bu?" tanya Vita

"Seorang pelacur ditemukan tewas tadi pagi di Puply City." Jelas Lusia singkat. "Bergegaslah Vita, saya mau liputan kamu ada di Headline koran besok pagi." Tambah Lusia lagi. Seketika ngantuk Vina hilang. Dia membayangkan Deadline.

"Baik, Bu!" Jawab Ervita. Lusia segera memutuskan sambungan. Meninggalkan Ervita yang mau tidak mau bangkit dan mengucapkan selamat tinggal kepada tidur yang singkat.

Tiga puluh menit kemudian Ervita sudah siap, Dia telah rapi dan berdiri di depan cermin besar di apertemennya yang berukuran sedang itu. Dia menatap bayangannya di cermin, tampak bayangan seorang perempuan muda mengenakan kemeja berwarna gading dan celana jeans biru tua.. Ervita berwajah cantik, matanya hitam pekat dan tajam, Rambutnya dipotong pendek model bob membingkai sempurna hidungnya mancung dengan bibir penuh yang selalu diolesi lipstik berwarna coklat muda. Dia berusia duapuluh tujuh tahun single dan bahagia. Pekerjaanya sebagai wartawati suara Wedangan menyita semua waktunya untuk cinta. Tepatnya dia menyita semua waktunya untuk perkejaan. Dia memilih pasrah pada jodoh, setelah dikhianati mantan tunangannya Gusti setahun lalu. Dia merasa belum berani membangun sebuah hubungan cinta lagi. Ervita kembali menatap bayanganya dan puas dengan dandanannya hari itu, tidak lupa dia semprotkan parfum ke seluruh tubuhnya sebelum keluar dari apertemennya menuju ke parkiran apertemen yang terletak di lantai bawah.

Ervita selalu ingin menjadi seorang wartawan. Sejak SD dia suka menulis, menulis kejadian apapun yang terjadi di sekitarnya dan begitu lulus SMA, mengikuti UMPTN dan kuliah di jurusan Jurnalistik. Bahkan selama menjadi mahasiswapun beberapa opini yang dia tulis kerap dimuat di koran lokal dan begitu tamat kuliah menjadi sarjana dan melamar di Suara Wedangan, dengan senang hati harian itu menerimanya. Ervita cerdas dan cermat, salah satu wartawan paling diperhitungkan di Suara Wedangan. Cepat atau lambat dia akan diangkat menjadi redaktur di koran itu.

Ervita sampai di kantor redaksi harian Suara Wedangan tepat jam sebelas siang. Dia disambut Lusia yang sudah menunggunya.

"Segera ke kantor Polda sekarang, Polisi berjanji akan memberikan keterangan selengkapannya di sana." Kata Lusia. Luisa berusia tigapuluh dua tahun, wajahnya cantik dan selalu tegas, Kacamata minue membingkai dua bolahmatanya yang indah, kacamata pertanda bahwa dia sangat rajin membaca. Lusia adalah wanita penuh gairah. Waktu adalah uang baginya dia selalu bergerak cepat dan sialnya prinsipnya itu dia terapkan juga pada anak buahnya yang pemalas seperti Ervita. Ervita mengangguk mengerti

"Pergilah ke kantor Polda sekarang juga bersama Moris." Lusia menunjukan seorang fotografer yang juga teman baik Ervita. Dia meringgis ke arah Moris, sama seperti dirinya Moris kelihatannya dipaksa datang ke kantor.

"Polisi telah berjanji akan memberikan keterangan lengkap di sana. Mereka mengatakan untuk tidak mendekat ke Puply City dulu setidaknya dalam tiga hari ini." Lagi Lusia berkata.

Sepertinya ini pembunuhan yang berat, Pikir Ervita dalam hati. Seketika rasa penasarannya muncul.

Bersambung-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun