Mohon tunggu...
Ajar Alamsyah
Ajar Alamsyah Mohon Tunggu... Guru -

The little man.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Sukses

26 Oktober 2015   00:48 Diperbarui: 25 Februari 2016   09:15 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

The Stereotype

Hampir semua orang ingin sukses dan dari hampir semua orang itu, sukses berarti hidup kaya materi, minimal berkecukupan materi. Hidup di rumah yang bagus, ayah ibu mempunyai kendaraan pribadi (mobil), anak-anak bersekolah di sekolah yang bagus sehingga kelak punya karir yang cemerlang, di rumah ada assistant rumah tangga, tiap akhir pekan makan di tempat makan (restaurant) yang berbeda-beda, dan tiap tahun berlibur keluar negeri. Dan gambaran lainnya yang mencerminkan kehidupan layak.

Penulis ingin menekankan bahwa entitas dari boks ini adalah mengenai cara pandang baru. Jadi Pembaca harap membaca boks ini dengan perlahan agar tidak ada salah tafsir saat mengakhiri boks ini. Karena seperti halnya buku, ada yang sekilas baca terus langsung dimengerti, seperti komik, novel percintaan remaja, dan lain-lainnya. Dan ada beberapa buku yang harus “dimengerti”.

 

Sang Pemimpi

Penulis ingin meminjam very meaningful quote dari Albert Einstein, “Janganlah bermimpi untuk sukses, melainkan menjadi pribadi yang bernilai guna (bermanfaat bagi orang lain)”. Mari kita kembali ke masa kecil kita, saat itu kita bermimpi untuk menjadi Presiden, Dokter, Pilot, dan profesi keren lainnya. Atau saat kita remaja menjelang muda, kita “berambisi” untuk menjadi orang terkenal (selebritas), pengusaha yang sukses, menjadi CEO perusahaan terkenal, menjadi Bupati, Wali Kota, atau pun Gubernur bahkan sampai Menteri, dan lain sebagainya.

Saat kita menetapkan hal tersebut, seketika munculah di depan, sebuah jalan yang akan dilalui untuk mendapatkannya. Tentu jalan yang sulit, atau, ya, sangat tidak mudah. Fantasi cerita, kita meraih apa yang dulu kita cita-citakan. Kita merasa puas dengan diri kita. Rasa capek, keringat, dan tangis pun langsung seolah terlupakan. Itu merupakan cerita keberhasilan bila kita niatkan diri kita mendapatkan mahkota itu dengan maksud kita ingin menolong orang lain atau dapat bermanfaat bagi banyak orang, menjadi pribadi yang bernilai guna.

Bermimpi menjadi terkenal untuk menggunakan pengaruhnya demi kemaslahatan. Bermimpi menjadi pengusaha dengan misi membantu kaum Papa. Dan bermimpi menjadi Menteri dengan niat memperbaiki bangsanya. Itu namanya sukses. Jika niatannya kontra dengan niat-niat mulia di atas, ya pasti kita akan melihat mereka yang bermimpi untuk “sukses” dengan mengrenyitkan dahi kita, yang sukses menjadi pejabat negara yang akhirnya dia memakai rompi oranye KPK, yang bermimpi menjadi dokter dia akan melihat terlebih dahulu dompet pasien ketimbang penyakit pasien, yang bermimpi menjadi akademisi dia akan terlihat kurang berwibawa, kurang berilmu, kaku (kurang bersahabat), dan suka menekan para mahasiswanya karena berpikir kinerjanya adalah jumlah sks atau per jam ia mengajar yang dibayar oleh institusi, dan cerita-cerita lain semacamnya.

 

Number One and Number Two

Kita kembali ke pernyataan Om Albert, di sana dikatakan jangan sukses melainkan menjadi pribadi yang mempunyai nilai guna. Karena terkadang rencana Tuhan itu lebih indah dari yang kita bayangkan, dan bila mindset kita tertuju dalam satu tujuan, kita akan kaku terhadap peluang-peluang lain yang mungkin merupakan garis tangan kita. Dan yang paling penting, Penulis ingin menyeragamkan persepsi dengan Pembaca bahwa sukses adalah terwujudnya apa yang kita cita-citakan. Kita ingin jadi artis, lalu kita jadi artis. Itu sukses. Kita ingin jadi CEO perusahaan ternama, lalu kita jadi CEO perusahaan ternama.

Itu sukses. Kita ingin menjadi Menteri, lalu kita menjadi Menteri. Itu sukses. Dan kisah sukses lain-lainnya. Meletihkan dan sangat meletihkan pastinya. Dan maaf, belum tentu apa yang kita citakan itu menjadi hal yang akan terjadi. Penulis tidak bermaksud pesimis terlebih lagi sinis. Penulis ingin menyampaikan bahwa taruh mimpi di nomor dua setelah poin menjadi pribadi yang berguna. Tetap pegang sekuat-kuatnya apa yang menjadi mimpi, cita-cita, atau “ambisi” Pembaca, pegang sekuat mungkin apa yang Pembaca yakini dan menaruh itu bukan sebagai prioritas.

Pilihah pribadi yang mempunyai nilai guna di nomor satu dengan tidak melupakan hal nomor dua. Dan percayalah, jalan yang akan Pembaca jalani akan terasa begitu kaya makna, pengetahuan, berwarna, dan jauh lebih menyenangkan. Dan sangat mungkin hal nomor dua itu akan tiba pada saat yang lebih indah, tiba di saat Pembaca sudah jatuh cinta dengan hal-hal lainnya, tiba di saat Pembaca mengetahui bahwa apa yang telah Pembaca capai telah melebihi apa yang dulu diimpikan Pembaca. Selamat menjadi pribadi yang terbarukan. Selamat melangkah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun