Ketika kamu mendengar kata "forensik" dan "kriminologi", konsep apa, sih, yang terlintas pertama kali di benakmu? Apakah hubungannya perihal dokter dan rumah sakit? Autopsi mayat? Detektif Conan? Hm, atau malah langsung kepikiran salah satu judul drama korea kesukaanmu?
Semua itu gak salah, kok. Akan tetapi, aplikasi ilmu kriminologi forensik ini tidak melulu perihal detektif dan autopsi mayat saja, lho. Masih banyak berbagai cabang ilmu lain yang pada realitasnya juga memiliki kaitan dan kontribusi langsung dengan ilmu kriminologi forensik. Penasaran, kan?
Lho, kriminologi, tapi kok forensik juga?
Kriminologi berasal dari kata crimen yang artinya kejahatan serta logos yang artinya ilmu. Secara harfiah kriminologi berarti ilmu pengetahuan ilmiah tentang kejahatan dari berbagai aspek. Kriminologi merupakan cabang ilmu-ilmu sosial yang melihat kejahatan sebagai gejala sosial menggunakan analisis sosiologi dan antropologi. Kriminologi secara garis besar mengkaji empat aspek utama dari kejahatan, antara lain mengenai pola tingkah laku sosial kejahatan, pola korban kejahatan, pola reaksi masyarakat akan kejahatan, serta metode penanggulangan dan pencegahan. Secara keilmuan, perspektif kriminologi tentu memiliki peran yang penting dalam pengungkapan suatu kasus kejahatan. Dalam konteks ini, tidak jarang kriminologi melibatkan cabang ilmu lain, salah satunya ilmu forensik.
Sementara itu, ilmu forensik sendiri merupakan penerapan pengetahuan dan metodologi ilmiah untuk penyelesaian pertanyaan dan masalah hukum bagi individu dan masyarakat. Hal ini melibatkan pengamatan, dokumentasi, pengumpulan, analisis, penilaian dan interpretasi ilmiah sebagai bukti konkretnya. Ilmuwan forensik juga dapat berperan sebagai saksi ahli dan dapat bekerja untuk penuntutan atau pembelaan.
Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa kriminologi forensik merupakan suatu studi ilmiah mengenai kejahatan, pelaku, dan korban kejahatan yang bertujuan untuk mengungkapkan kejahatan melalui investigasi berbasis hukum. Disiplin ilmu ini merupakan aplikasi keilmuan yang digunakan dalam kebijakan kriminal untuk kepentingan investigasi oleh penegak hukum atau pun non penegak hukum dalam rangka memperoleh bukti yang sesuai dengan prosedur pengungkapan kejahatan. Ilmu forensik pada dasarnya merupakan setiap ilmu pengetahuan ilmiah yang dimanfaatkan untuk mengungkap terjadinya tindak pidana secara objektif dan ilmiah (Mustofa, 2010). Oleh karena itu, setiap ilmu pengetahuan dapat menjadi cabang dari ilmu-ilmu kriminologi forensik.Â
Lantas, apa saja cabang ilmu kriminologi forensik ini? Kriminologi forensik memang memiliki begitu banyak cabang ilmu, berikut di antaranya:
Kedokteran Forensik
Psikologi Forensik
Linguistik Forensik
Grafologi Forensik
Digital Forensik
Toksikologi Forensik
Akuntansi Forensik
Antropologi Forensik
Wah, banyak, ya? Eits, tapi itu baru sebagian kecilnya saja, loh. Masih banyak cabang ilmu lain yang berkaitan atau bahkan merupakan bagian dari kriminologi forensik. Kita coba bahas salah satunya, yuk!
Toksikologi Forensik
Toksikologi forensik merupakan salah satu cabang penerapan ilmu forensik dalam bidang kriminologi dan kimia. Toksikologi forensik ini digunakan dalam mendukung data bukti-bukti forensik untuk mengungkap suatu kasus kejahatan yang dilandaskan pada ilmu farmakologis, kimia analitik, serta kimia klinis. Pada awalnya, toksikologi ini didefinisikan sebatas pada ilmu yang mempelajari racun. Akan tetapi, saat ini toksikologi didefinisikan sebagai ilmu/studi tentang perilaku dan efek yang merugikan dari xenobiotika, khususnya pada sistem biologik. Cabang ilmu ini sangat bermanfaat untuk memprediksi atau mengkaji akibat yang berkaitan dengan sifat toksik (kimia) terhadap manusia dan lingkungan agar risiko minimal (bentuk preventif berupa minimalisasi risiko).
Sebelum membahas lebih jauh topik mengenai toksikologi forensik ini, tentu saja kita perlu memahami terlebih dahulu mengenai konsep xenobiotic. Xenobiotic atau xenobiotika merupakan istilah umum untuk menyatakan zat asing (kimia) yang masuk dalam tubuh. Tubuh manusia pada dasarnya hanya membutuhkan zat-zat tertentu, antara lain nutrisi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral) dan oksigen. Sementara itu, xenobiotik merupakan zat asing yang tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia. Zat asing ini bisa menguntungkan, seperti obat dan kosmetik, tetapi ada juga yang tidak menguntungkan. Zat yang tidak menguntungkan inilah yang menjadi concern para kriminolog, yaitu zat yang sifatnya beracun seperti merkuri, timbal, sianida, arsenik, dan lain-lain.
Tidak dapat dimungkiri bahwa pada realitasnya, bahan kimia memiliki begitu banyak manfaat di berbagai bidang, antara lain bidang pertanian (pupuk dan pestisida), pangan, produk kesehatan dan farmasi, bahan bakar motor, dan masih banyak lagi. Akan tetapi, di sisi lain bahan kimia ini secara alamiah memiliki risiko bahaya, seperti mudah terbakar dan bersifat toksik (beracun). Hal inilah pada akhirnya menjadi problematika utama, bagaimana dalam praktiknya terdapat mereka yang menyalahgunakan bahan kimia dan menggunakan bahan kimia dengan salah. Hal ini pula yang masuk ke dalam aspek kriminal sehingga perlu dibuktikan secara kriminologis.
Lalu, kapan dan bagaimana peran seorang ilmuwan toksikologi forensik dalam penyelesaian sebuah kasus? Secara umum, seorang ahli forensik memiliki empat peran utama, yaitu pengumpulan bukti fisik oleh petugas polisi atau penyidik TKP, analisis bukti fisik oleh ilmuwan forensik, interpretasi semua bukti oleh detektif atau pengacara, serta presentasi bukti di pengadilan---kerap melibatkan ilmuwan forensik.
Perlu diketahui bahwa ahli forensik tidak secara langsung menyelesaikan masalah kejahatan. Mereka hanya menganalisis bukti-bukti ilmiah termasuk bukti fisik, penyebab kematian, interogasi CCTV, dan lain sebagainya yang biasanya dikumpulkan oleh petugas polisi atau penyelidik TKP yang terlatih secara khusus. Lalu, para ahli menggunakan keahliannya untuk menganalisis bukti baik secara langsung di TKP maupun secara tidak langsung dan menguatkan apa yg ditemukan di TKP. Bukti lainnya mungkin termasuk interogasi, cerita saksi mata, laporan polisi, catatan dan sketsa TKP, dan apa pun yang ditentukan untuk membantu penyelidikan. Interpretasi dari semua bukti dan hasil ilmiah yang menyertainya juga dipraktikkan oleh banyak pengacara, tetapi biasanya ahli forensik tidak terlibat dalam aspek investigasi ini. Berdasar pada penjabaran tersebut, ahli forensik kimia toksikologi menggunakan pengetahuan mereka tentang ilmu kimia untuk menganalisis bukti seperti racun kimia, serat, cat, bahan peledak, puing-puing hangus, obat-obatan, kaca, tanah, dokumen, tanda perkakas, dan senjata api. Sementara itu, untuk tingkat yang lebih rendah, ahli kimia forensik menggunakan pengetahuan mereka untuk studi toksikologi (studi tentang racun dan efeknya), sidik jari, jejak alas kaki, jejak ban, dan analisis rambut.
Referensi
Mustofa, M. (2010). Peran Ilmu-Ilmu Forensik dalam Penegakan Hukum di Indonesia (Suatu Tinjauan dari Sudut Pandang Kriminologi). Jurnal Studi Kepolisian, 73, 107-113Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H