Dua pekan ini masyarakat digempur oleh pemberitaan media massa soal HRS (Habib Rizieq Shihab) dan FPI (Front Pembela Islam). Peristiwa teranyar, dimana 6 laskar FPI tewas beberapa waktu lalu. FPI memang sebuah ormas yang dinilai oleh kebanyakan orang sebagai ormas yang kontroversial. Dari sekitar sepuluh tahun lalu gua beberapa kali mendengar pemberitaan soal FPI termasuk pemimpinnya HRS.
Sejak peristiwa Ahok menghina Al Maidah ayat 51 dengan kata-katanya yang masih terngiang-ngiang "..bisa aja dalam hati kecil bapak ibu gak bisa pilih saya.. ya karena dibohongin sama Al Maidah 51 macem-macem...". HRS adalah salah satu tokoh penggerak massa untuk meminta keadilan hukum ditegakkan atas tindakan pelecehan agama oleh Ahok. Peristiwa dan kata-kata yang masih membuat gue marah kalau mengingatnya. Gimana gak marah, kalo ada penghinaan yang menurut gue parah banget ke kitab suci yang gue cintai. Bukankah negara kita ini beragam keyakinannya? Jangan dong ngehina apalagi melecehkan keyakinan satu dengan lainnya. Kalau milih pasangan hidup aja kudu yang seiman, apalagi pemimpin..?? Â Banyak juga kok pemeluk agama lain yang meyakini harus memilih pemimpin yang sama keyakinan dengan mereka. It's okay kok bagi gua kalo itu keyakinan mereka..
Oke, kalau kita coba flash back, kita bakal inget bahwa beberapa pemberitaan yang sering disorot mengenai FPI adalah saat FPI membubarkan diskotik, tempat maksiat, tempat pembuatan miras ataupun melakukan demo terkait dengan menentang prostitusi ataupun aktivitas yang bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan lainnya. Sayangnya, timing yang disorot media hampir selalu sama : saat massa FPI melakukan penggerebekan atau demo. Tentu aja, sebagai warga negara yang harus bertindak dan berpikiran objektif gua melakukan crosscheck dong track record FPI ini. Ternyata, untuk melakukan penggerebekan, ada banyak prosedur yang ditempuh FPI di seluruh posko FPI se-Indonesia.
Dimulai dari dakwah terlebih dahulu. Memberikan nasihat pada pemilik tempat maksiat. Kalau tidak bisa, melapor pada unit pemerintahan setempat dari RT, RW, kelurahan, kecamatan, kabupaten atau kota sampai ke gubernur. Termasuk TNI dan Polisi juga disurati. Semua arsip tersimpan rapih. Kalau itu semua tidak digubris, FPI minta ketemu dan dialog. Dengan pemilik tempat maksiat dan unit pemerintahan berbagai tingkat termasuk Polisi dan TNI. Karena Nabi SAW mengajarkan dialog.
Kalau semua dialog tidak membuahkan hasil, baru melakukan demo. Demo dilakukan setelah berbagai surat tidak ditanggapi, maka menyuarakan melalui demo. Setelahnya ada tahapan ultimatum dan masih beberapa tahapan lainnya. Posko FPI menjalani prosedur dan prosesnya secara sabar. Bahkan sampai setahun atau dua tahun.
Kalau semua jalan mentok, namun masyarakat masih mengadu pada Posko FPI setelah FPI menjelaskan semua proses yang sudah ditempuh, maka langkah selanjutnya diserahkan pada keputusan masyarakat setempat. Termasuk jika masyarakat merasa resah dan ingin tempat maksiat itu dibubarkan. FPI memastikan untuk menjalankan prosedur dan tidak mendahului pemerintah. Jalan damai ditempuh dalam prosesnya. Tapi yang jadi masalah kalau penjahat dan pejabat berkolaborasi dalam kemaksiatan, maka hanya ada dua jalan yaitu diam atau melawan...!
Tahun 2011 alhamdulillah gua juga melakukan assassement kebutuhan dasar para korban bencana alam utusan dari salah satu NGO. Suasanananya memprihatinkan. Gua melakukan beberapa wawancara juga dengan warga terdampak bencana. Ada hal aneh yang gua dapati saat itu, bahwa FPI merupakan ormas yang pertama menolong para warga. Kondisi berantakan pada pemukiman dan jalan raya pasca banjir bandang masih terlihat jelas. Namun kesaksian para korban bencana itu menggelitik pikiran gue. Ya, mengenai FPI yang pertama menolong mereka saat bantuan lainnya belum ada yang datang.
Tahun 2018 alhamdulillah gua juga berkesempatan untuk melihat langsung pasca bencana tsunami-gempa-likuifaksi di Palu, Sigi dan Donggala. Saat itu baru sekitar sepuluh hari pasca bencana. Suasana mencekam, sedih dan pilu masih mendominasi sekali. Reruntuhan gedung, jalan raya dan tanah lapang yang banyak menumpuk tanah dan lumpur, puing, sampah dan bangkai jadi satu. Bahkan gua masih bisa mencium bau mayat yang sudah membusuk dan ini salah satu yang paling berat yang gua rasakan di sana. Akses listrik dan air bersih terputus. Jelas infrastruktur banyak sekali hancur. Tenda dari terpal memprihatinkan di sekitaran jalan raya banyak terlihat, yang menjadi tempat tinggal darurat para warga yang selamat.
Saat itu, ada bendera putih yang tertancap di lokasi bencana. Tau bendera apa itu? Ya, itu bendera FPI. Gua juga menanyakan langsung pada warga sekitar. Ternyata, FPI dan TNI setempatlah yang pertama kali dan hingga saat gua berkunjung itu yang masih mengevakuasi dan menolong para korban bencana. Pertanyaan gua, apakah hal-hal ini diekspos media mainstream? Belum lagi banyak aksi kemanusiaan FPI lainnya di berbagai wilayah terdampak bencana di Indonesia. Mau siapapun atau agama apapun mereka tolong gak tebang pilih. Semua diperlakukan sama.
Kali ini, setelah beberapa kali mencoba gak bersuara. Pada akhirnya gua mau speak up juga. Menyuarakan kegelisahan dan kegamangan yang gua rasakan. Karena peristiwa meninggalnya 6 laskar FPI menurut gua udah keterlaluan banget. KETERLALUAN BANGET. Gua ngikutin berbagai pemberitaan dari awal. Baik yang pro atau kontra FPI atau kepolisian.
Anggaplah, kita gak tau siapa yang bener dan siapa yang salah. Namun, wafatnya enam orang laskar FPI dengan temuan bukti autopsi yang mengenaskan pada fisik para korban yang tertembak hingga lebih dari satu tembakan di jantungnya, ada yang kemaluannya memar, kulit mengelupas dan lebam-lebam.. hinga tembakan di kepala yang sampai menembus dari depan ke belakang. Secara akal sehat aja deh, apa iya itu dibenarkan bagi kepolisian untuk dilakukan kepada para laskar FPI yang wafat dengan dalih melakukan pembelaan diri? Apa pembelaan diri perlu segitu sadisnya sampai terlihat seperti penyiksaan?
Lucunya lagi, dan asumsi gua itu jelas bukan kebetulan kalau CCTV di tol itu mendadak ada perbaikan. Coba lu baca-baca berita-berita dari versi FPI dan Polisi. Bandingan dan crosscheck konsistensi kesaksiannya termasuk time line rilis keterangannya. Gua rasa gua gak usah panjang lebar bahas di sini. Mereka yang mencari tau juga bakal ngerti kok. Terutama abis nonton Mata Najwa pekan ini. Nonton deh. Panjang kalo gua jelasinnya.
Soal HRS yang pas baru pulang dikerumuni banyak massa di Bandara Soekarno Hatta dan saat acara pernikahan anaknya. Itukan himbauan dari FPI nya udah jelas untuk mematuhi protocol Covid 19. Lah tapi mau gimana kalo massa yang memutuskan mau datang membludak ? Terus itu apa kabar mengenai hamper 300 pelanggaran kerumunan massa selama pandemi ? udah pada diadilin belum? Kenapa tebang pilih banget sih? Bahkan HRS juga udah bayar denda 50 juta. Coba apa pelanggar lain dikenakan denda? Setau gua itu denda terbesar yang dibayarkan karena melanggar protocol kesehatan. Â Masih dipenjara juga.. ya ampun..
Emang HRS dan FPI meresahkannya di mananya sih? Apakah ada korupsi, kolusi dan nepotisme yang mereka lakukan secara terstruktur? Â Berapa banyak sih korupsi yang dilakukan HRS? Apakah ada? Gua pribadi bersyukur banget ada FPI. Seenggaknya, orang-orang yang mencari keuntungan dari bisnis perusakan moral bangsa (prostitusi, miras, dsb) itu jadi takut buat ngejalanin bisnis perusak moral bangsa itu. Coba bandingin antara perbuatan negatif dan positif dari FPI dan HRS. Riset lebih mendalam. Jangan ikut-ikutan kalo belum paham banget permasalahannya. Â Ada juga harusnya resah tuh sama mereka yang banyak banget nyolong uang rakyat yang membuat masyarakat kurang mampu semakin nestapa..! mencuri yang berujung penghilangan nyawa dan moral bangsa. Kenapa? Karena rakyat yang lapar itu terkadang memilih bertindak kriminal atau bahkan sampai kehilangan nyawa. Entah karena sakit, kelaparan atau tewas saat menjemput rejeki dengan setengah mati.
Gua rasa, kita masih diadu domba. Pemilik asset terbesar bangsa ini adalah Umat Islam. Umat Islam jugalah yang memberangus para penjajah Portugis, Belanda, VOC dan Jepang. Panjang kalo gua jelasin di sini. Satu hal yang pasti, Umat Islam gak pernah melepaskan identitas kebangsaannya dengan agamanya. Karena keduanya adalah kesatuan yang harus diperjuangkan dan dipertahankan.
Udah ah udah kepanjangan. Hentikan Poliitik Pecah Belah! Lebih kritis dan jernih dalam mendengar dan mencari informasi. Save NKRI !
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI