Ahamdulillah, setelah menghabiskan beberapa waktu perjalanan dari bandara menuju  Dinas Perikanan dan Keluatan di Kabupaten Gorontalo Utara yang banyak kusyukuri. Perjalanan ditempuh mobil sekitar 40 menit dari Bandara Jalaluddin Gorontalo.Â
Sesampainya di Gorontalo, memang kota ini berbeda. Katanya, kota ini memiliki dua matahari, sebagai ungkapan betapa panasnya di kota ini hehe. Perjalanan kami ditemani oleh driver yang memiliki selera musik kekinian, jadi ya nyaman saja saat menaiki mobilnya. Kalau dangdut, sepertinya aku akan segera merasa kurang enak badan hehe..Â
Sepanjang perjalanan, banyak kulihat pohon jati dan pohon kelapa. Matahari terlihat terik, dan informasi yang kudapatkan, sudah sekitar tiga bulan Gorontalo belum dituruni hujan. Sesampainya di Dinas, kami disambut dengan ramah. Obrolan dan teh menjadi pembuka.Â
Setelah itu, kami diajak melihat ke rumah dinas yang akan kami tempati. Ternyata, di sini susah air. Harus beli air dulu. Harganya, 75 ribu untuk mengisi tempat penampungan air di rumah. Alhamdulillah, dengan kelebihan dan kekurangan rumah yang ada, lebih banyak kelebihan yang kami syukuri. Sekalpun panas terik, namun begitu sampai di dalam rumah, sering sekali angin berhembus. Tinggal di tambah kursi malas dan es kelapa, ini klop banget buat nyantai dan tiduran. Hehe...
Kami diajak staff dinas untuk makan di rumah makan khas sana. berlataikan kayu dan berdiri sekitar satu meter di atas tanah, rumah makan itu menyajikan banyak menu ikan. Ada ayam bakar juga dan tentu saja sambal dabu-dabu yang menggugah selera. Ada dua jenis nasi yang disajikan, satu nasi putih biasa dan satu lagi nasi jagung. Ternyata, nasi jagung itu enak juga ya. Kenyangnya juga lebih awet daripada makan nasi biasa. Sambel dab-dabunya paling top markotop, pedas dan segar! Sedari makan, kamipun pergi ke festival seronde.
Kalian tahu, baru beberapa hari lalu kakak iparku yang orang Gorontalo memberitahuku, bahwa jika aku nanti sudah di sana, jangan lupa mampir ke Festival Saronde, festival yang besar di sana. Aku juga begitu antusias dan memberikan link nya pada teman-temanku yang akan berangkat ke sana.Â
Ketua kami menanggapi mungkin kami bisa ke sana saat malam, dan jujur saja akupun merasa sepertinya tidak akan sempat ke sana. yah, aku hanya mencoba mencari beberapa referensi tempat wisata saja. Dan ma shaa Allah,luar biasa kami berkesempatan ke sana, juga festival Saronde ternyata hanya tiga hari saja. Hari ini, adalah hari terakhir.
Sesampainya di dermaga, ternyata kami harus menaiki perahu mesin untuk sampai di Saronde. Pemandangan bukit-bukit, hamparan langit yang menggelap dan jajaran perahu begitu memanjakan mata. Subhanallah walhamdulillah, hujan kecil terjadi saat kami turun di sana. Beneran, rasanya terharu sekali begitu kami sampai di sana hujan yang sudah lama dinanti akhirnya turun.Â
Perjalanan kamipun diluar ekspektasiku. Hujan kian menderas, perahu yang dipasangkan hordeng terbang-terbang tak mampu menahan derasnya hujan. Ombak dan angin juga kencang.Â
Baru sekali ini aku naik perahu mesin se-mendebarkan ini. Hempasan ombak dan angin deras sekali. Rasa hujan yang menyapu wajah terasa asin. Unik sekali. Namun, aku menikmati sekali. Ada temanku yang juga menikmati namun ada juga yang khawatir akan masuk angin padahal baru hari pertama kita bekerja. Hehe..Â
Perjalanan cukup mendebarkan, sampai beberapa dari kami sudah bersiaga dengan pelampung. Sepanjang perjalanan, lautan mengalami gradasi. Dari yang biru gelap menjadi biru muda hingga tosca. Cantik sekali ma shaa Allah. Banyak jajaran pulau lainnya. Karena derasnya hujan, kami cukup tidak sabar untuk sampai di pulau tujuan.Â
Setelah mengalami dag-dig-dug, alhamdulillah kami sampai juga di tujuan. Pasir putih langsung terlihat jelas, banyak perahu dan kumpulan orang di sana. banyak anak bermain di bibir pantai. Aku mengucap 'ma shaa Allah' berkali-kali. Takjub. Karena baju yang sudah terlanjur basah, beberapa dari kami melompat ke air dangkal termasuk aku. Basah semua, gak papa. tapi aku senang luar biasa alhamdulillah.
Di pulau, sambil hujan deras kami berkeliling. Sepertinya acara festival diberhentikan sementara karena derasnya hujan. Aku senang sekali, angin kencang dengan deburan ombak toska di atas pasir putih itu mencuri hatiku. Aku bukan sekedar senang, tapi girang. Aku berlari-lari dan mengumpulkan kerang-kerangan. Aku berfoto dengan teman-teman dan aku bertemu Rangga, seorang anak pulau yang memberiku kerang-kerang lain.Â
Aku, tak tahan lagi, akhirnya menyeburkan diri di pantai. Senang sekali, berenang sambil hujan-hujanan itu jarang terjadi padaku. Bersama anak-anak pulau, aku menantang mereka untuk berlomba membuat istana pasir. Ada yang membentuk seperti tumpeng, persegi bahkan love. Hahaha. Aku, serius deh, merasa sangat girang saat itu. Lebih dari senang. Mereka sangat antusias.Â
Setelah itu, aku menilai satu-satu dan berkata bahwa semuanya bagus dan memiliki keunikan masing-masing. Mereka juga bersalaman berbondong-bondong padaku, memberikan berbagai kerang bahkan bintang laut! Ya ampun, ma shaa Allah betapa gemasnya bintang laut ini..! Sudah berapa tahun aku tidak melihatnya. Aku langsung menempelkannnya ke pipiku karena merasa gemas. Orange dan hitam warnanya.Â
Kami berfoto riang dengan anak-anak Pulau. Mereka bukan dari pulau Saronde. Rangga, dengan kakaknya menaiki perahu dengan begitu mudahnya, seperti sudah lihai. Aku kagum. Rangga begitu ramah padaku, juga anak-anak lainnya. Entahlah, tapi aku selalu merasa anak daerah itu begitu bersih jiwanya dan juga masih sangat polos. Mereka memiliki berbagai cita-cita dan Rangga ingin menjadi guru.Â
Aku memberikan mereka beberapa pesan dan aku berkata, bahwa nanti saat aku datang Rangga harus sudah menjadi guru in shaa Allah. Deburan ombak toska, pasir putih, hujan yang asin dan permainan dengan anak-anak pulau ini merupakan salah satu moment terindah dalam hidupku, alhamdulillah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H