Sebenarnya apasi yang dimaksud dengan sifat hakikat manusia? Sudah sifat, hakikat pula. Nah disini akan ada  pembahasan tentang pengertian dan implementasinya..
1.Pengertian
Menurut Tirtarahardja dan La Sulo (2005:3-4), sifat hakikat manusia adalah ciri-ciri karakteristik, yang prinsipiil, yang membedakan manusia dari hewan. Ada berbagai ungkapan tentang manusia: Zoon Politicon hewan yang bermasyarakat (Socrates) animal rational (hewan yang berpikir), animal simbolocum (binatang yang memahami lambang-lambang), homofaber (manusia yang menciptakan alatalat), homo educandun (manusia yang terdidik), homo politicus (manusia yang berpolitik), homo economicus (manusia ekonomik), Das Kranke Tier= hewan yarg sakit (Max Scheller), hewan yang bermoral, dan lain-lain. Ungkapan yang mengibaratkan manusia dengan hewan tidaklah tepat; seolah-olah manusia dan hewan tidak berbeda secara hakiki (gradual saja). Ingat, teori evolusi Charles Darwin yang mengatakan manusia berasal dari primal (kera) tidak terbukti (ada:the missing link, rantai yang terputus) Dengan demikian ada suatu proses antara yang tak dapat dijelaskan. Jelasnya, tidak ditemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa manusia muncul sebagai bentuk ubah dari primat atau kera melalui proses evolusi yang bersifat gradual.
2. Wujud hakikat manusia
Wujud hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan adalah: kemampuan menyadari diri, kemampuan bereksistensi, memiliki kata hati, memiliki moral, kemampuan bertanggung jawab, rasa kebebasan (kemerdekaan), menyadari hak dan kewajiban, dan kemampuan menghayati kebahagiaan (Kusdaryani,2009). Berikut ini penjelasan ringkasnya :
a. Kemampuan menyadari diri
Manusia menyadari tentang "aku" yang      membedakan (mengambil jarak)dari engkau" (aku-aku lain, bukan aku; ia, mereka) dan lingkungannya. Kemampuan mengambil jarak tersebut, ke luar menganggap di luar akunya sebagai objek, menimbulkan egoisme; dan ke dalam, menganggap di luar akunya sebagai subjek, menimbulkan pengabdian, pengorbanan, tenggang rasa (aku keluar dari dirinva dan menempatkan aku pada diri orang lain). Manusia juga dianugerahi kemampuan mengambiljarak dari dirinya sendiri (sebagai subjek sekaligus objek meng-Aku).Â
Implikasi dalam pendidikan:(1)Â Pendidikan hendaknya mengembangkan secara seimbang antara aku (egois, individualitas)Â dan sosialitas; antara subjek dan objek, (2) hendaknya mengembangkan "meng- Aku"Â (Drijarkara, 1978:138) pada peserta didik dan kemampuan mendidik diri sendiri = selfforming.
b.Kemampuan bereksistensi
Manusia tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, yang disebut kemampuan bereksistensi. Manusia bukan "ber-ada" melainkan "meng-ada" atau "bereksistensi".
Implikasi dalam pendidikan: Peserta didik diajar untuk belajar: dari  pengalaman, mengantisipasi sesuatu keadaan/peristiwa, melihat prospek masa depan, mengembangkan daya imajinasi kreatif.