Mohon tunggu...
Asya
Asya Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Hellow, aku hanya sang pujangga penulis aksara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hari Terakhir

17 Oktober 2023   17:48 Diperbarui: 17 Oktober 2023   17:55 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Hujan gerimis membasahi jalan yang kutempuh. Di bawah payung hitam aku berjalan menuju rumahmu. Aku sudah di sini tepat dihadapanmu. Air mata mengalir deras disamarkan oleh hujan yang semakin deras. Kuharap dikau tenang disana. Apa kabar mu Sya?

Zasya Izumi, ia adalah sahabat kecilku. Seperti namanya Zasya Izumi seorang sahabat yang kebaikannya bak air mancur yang tak pernah berhenti. Zasya lebih tinggi pada ku, rambut nya pendek bergelombang, berkulit sawo matang, mata yang berbinar dan sangat periang. Ia termasuk pelajar yang sangat aktif karna ia sering mengikuti lomba kesenian.

Hari ini tepat 4 tahun setelah kejadian itu. Kejadian yang membuat ku benar - benar jatuh dalam keterpurukan dan penyeselan.  

Pagi ini, aku diantar oleh supir kantor ayahku. Sesampainya di sekolah, aku orang pertama yang tiba di kelas. Memang rumah ku cukup jauh dari sekolah karnanya, aku harus pergi lebih awal agar tidak telat.

''Pagiiii, Zena!'' Sapa Zasya dengan melambaikan tangan yang kebetulan ia datang lebih awal pagi ini.

''Pagi juga Sya, tumben datang lebih awal hari ini?  Biasanya kamu kena hukuman tiap pagi karna telat'' Jawabku pada Zasya dengan nada sindiran.

Sambil mengeluarkan kotak bekal yang di dalamnya berisi dua potog roti tuna bakar Zasya menjawab ''Aku belum sarapan pagi ini. Hari ini Syaa, aku bakal nyeleseiin lukisan ku yang itu loh. Nah rencananya aku bakal meletakan lukisanku di pameran minggu ini. ''

''Bagus deh kalo gitu, sukses ya buat pameran nya'' Sahutku pada Zasya yang fokus pada makanannya.

Bel berbunyi pertanda jam pelajaran segera di mulai. Terdengar sorakan dari luar kelas. Ia Chiko Oleander, sang juara bertahan yang terkenal akan keangkuhannya.

''Alzena Gardenia!" Soraknya dari depan pintu kelas. Semua mata kini tertuju padanya. "katanya kamu bakal mengikuti lomba bergensi itu ya? Cih, orang sepertimu tak pantas mengikutinya. Apalagi kamu hanya seorang pecundang rambut kuda. Otak mu pasti tak jauh beda dari sekor kuda. Saran ku mending kamu mundur deh, biar aku aja yang mengganti kan mu. Sayang sekali sekolah salah dalam memilih perwakilannya.'' Ucap nya padaku di depan kelas sambil berjalan menuju singgasananya.

''Chiko, lebih baik kamu menutup mulutmu. Ngak ada gunanya kamu merendahkan Zena sedangkan kamu ngak kepilih untuk mengikuti lomba.'' Sahut Zasya sambil menoleh ke arah kursi Chiko.

Menegangkan, seharusnya Zasya tidak mengucap kalimat itu pada Chiko. Karna ia dan kami tau bahwa Chiko akan membalas siapapun yang menggangunya. Tak peduli siapa dirimu, namun Chiko tidak akan berhenti sebelum dendamnya terbalaskan.

'Manusia biadab!' sahut batin Chiko.

 Jam pelajaran telah di mulai. Tidak ada perakapan tambahan antara Zasya dan Chiko. Syukurlah hari ini Chiko tidak menimbulkan kekacuan.
"Tinggg, tingggg waktu pelajar telah selesai para siswa telah di perbolehkan untuk pulang tinggg, tingggg." Bel pulang sudah berbunyi itu tandanya kami sudah mulai beberes untuk pulang.

Sore itu langit mendung, sungguh perasaan ku merasa janggal kala itu.

"Zena, aku sama Nura pergi ke ruang seni yaaa. Aku
mau nyelesein lukisanku untuk pameran minggu depan. Tolong kabarin bunda di rumah bahwa aku telat pulang hari ini. " Sahut Zasya sambil beberes untuk menuju ruang seni.

"Ok Syaa, nanti aku kabarin sama bunda yaa. Aku duluan ya Nura, Syaa." Sahutku sambil meninggalkan ruang kelas.

Ayah sudah menungguku di lapangan sambil memegang payung. Menuntunku menuju mobil.  Hari terakhir kami berbicara, karna setelahnya ada kejadian yang membuatku menyesal dalam heningku.

"Syaa, udahan yuk ngelukis nya. Aku ingin pulang." Sahut Nura yang sudah mulai kelelahan.

"Kamu duluan aja, aku ingin menyelesaikan ini sedikit lagiii." Sahut Zasya pada Nura.

"Aku duluan ya syaa, jan lama - lama. Hari ini hujan sangat deras lohh." Sahut Nura sambil melangkah meninggalkan ruangan seni.

Pukul 16.18, Zasya mulai meninggalkan ruangan seni. Ia berjalan menuju tangga yang kebetulan ruangan seni berada di lantai dua. Ia mematikan lampu ruangan dan menutup pintu. Angin berhembusan sangat kencang kala itu dan hujan yang semakin deras.

Zasya berjalan perlahan sambil menuju tangga. Sangat jelas di rekaman CCTV sekolah, Zasya sedang mengambil payung dalam tasnya. Seketika itu, ia diseret oleh seorang laki -- laki yang tampaknya sebaya denganya. Ia diseret hingga menuju tangga. Dengan sekali dorongan ia meluncur pada tangga demi tangga.

 ***********

Sore itu, dengan menggunakan jaket tebal dan topi yang menutupi separuh muka ia menyelinap masuk ke ruang musik tepat di sebelah ruang seni. Ia menatap penuh kebencian pada gadis yang sedang duduk menikmati waktu senggangnya. Ada dendam yang perlu Ia balaskan.

Ia menunggu gadis itu untuk keluar dari ruangan. Maka sesuai rencananya, ketika gadis itu lengah ia akan mendorong gadis itu menuju tangga. Ia hanya ingin membalaskan dendamnya.

************

Zasya sangat tak berdaya untuk melawan genggaman itu. Hingga ia benar -- benar terseret jatuh menuju tangga. Ia benar -- benar tak bisa menyeimbangkan tubuhnya hingga kepalanya tebentur dengan tembok. Darah mengalir deras dari kepalanya. Tak ada respon apapun darinya.

Melihat korban yang sudah tak berdaya, lelaki itu pergi dan menghilangkan jejak tanpa bukti apapun.

Hujan semakin deras. Lantai dua gedung sekolah itu banjir . Air mengalir menuju tangga. Hingga air hujan yang bercampur dengan darah mengalir hingga ke lantai satu gedung sekolah.

Satpam berkeliling untuk sekedar patrol harian. Ia berjalan menyelusuri lorong itu. Tampak olehnya air hujan berwarna merah. Takut, merinding, tercium bau darah segar dari arah tangga. Segera ia melapor pada pihak keamanan setempat.

Tak lama setelah laporan diterima, satuan polisi dan ambulance telah menunggu di depan gebang sekolah. Satpam dan satuan polisi segera menuju lokasi ditemukannya kejanggalan. Perlahan mereka menaiki tangga tersebut.

Terbaring seorang gadis dengan rambut ikal, kepala depan yang menghadap ke dinding. Berbaring lemah,pucat tak sadarkan diri. Mengerikan, gadis itu ditemukan dalam kondisikan kepala yang sobek, tubuh yang sudah dingin karena air hujan yang mengalir dari atas. Zasya ditemukan masih bernyawa setelah 20 menit kejadian.

Segera tim medis melakukan pertolongan padanya. Ia di bawa menuju rumah sakit. Tindakan operasi segera dilakukan. Ia dikabarkan kritis saat itu.

Aku mendapat kabar mengenaskan itu, dari orang tuaku. Tubuhku lemah rasanya, lututku gemetar. Air mata tak dapat ku bendung. '' A....A....a.....a.....ku.... me.....nyesal..... Sya.'' Ucapku di pelukan ayah yang menahan tubuhku.

Tadi siang, kita berpisah. Ternyata itu perpisahan terakhir kita. Malam ini pukul 22.05 setelah melewati beberapa tahap pengobatan, Zasya memilih pergi tanpa mengucap kata perpisahan. Kenapa Sya, kenapaaa? Kenapa aku tadi meninggalkanmu. Aku menyesal Sya, sungguh aku menyesal.

Hari ini, rintik gerimis membasahi pemakaman. Kami semua berdiri dan mengantarkanmu menuju rumah terakhirmu. Isak tangis terdengar jelas olehku, kepergianmu meninnggalkan luka bagi kami. Sampai kapan pun dirimu tak pernahku lupakan. Mengapa Sya? Mengapa kita tak bisa lebih lama.

Zasya Izumi, dimana dirimu sekarang? Aku kesepian tanpa hadirmu. Syaa kebaikan dan keceriaan mu akan selalu mengalir seperti namamu. Diriku benar -- benar terpuruk. Jika, aku tau itu adalah hari terakhir kita. Takkanku biarkan kamu pergi ke ruang seni.

Bahkan ketika dirimu sudah tenang, pelaku masih belum di temukan. Bahkan lelaki itu sudah tidak masuk sekolah sejak kejadian itu. Jalur hukum sudah ditempuh pihak keluaga dan sekolah, tetapi lelaki itu tebukti tidak bersalah. Lalu siapa pelaku di dalam jaket tebal hitam itu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun