Mohon tunggu...
Aisya
Aisya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hanya menulis jika mood baik

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Kesetiaan Nyata dari Cinta Sejati: Resensi Film Ziarah

21 Januari 2024   10:59 Diperbarui: 21 Januari 2024   11:07 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ziarah merupakan film berjenis drama yang ditayangkan pada tahun 2017 dan diperankan oleh Ponco Sutiyem, Rukman Rosadi, Ledjar Subroto, dan Vera Privatamasari. Film ini ditulis oleh Bagus Wirati Purbanegara, sekaligus sutradara dan produser dari film Ziarah. 

BW Purbanegara merupakan seorang penulis naskah, sutradara, dan produser film lulusan Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada. 

Beberapa film lain yang ditulis dan disutradarai oleh BW Purbanegara adalah Say Hello to Yellow, Romantik Problematik, Cheng Cheng Po, Bermula Dari A, Doremi & You, dan Another Trip to the Moon. 

Cinta memang selalu menjadi enigma dan mampu mengalahkan logika. Mbah Sri, pemeran utama dalam cerita ini merupakan seorang perempuan tua yang berusia 95 tahun yang menempuh perjalanan panjangnya beratus-ratus kilometer dengan satu tujuan pasti, yaitu menemukan makam suaminya. 

Harapan dan keinginan Mbah Sri hanya satu, yaitu harapan setiap wanita maupun laki-laki yang mencintai pasangannya sepenuh hati. Mbah Sri ingin dimakamkan di samping makam suaminya. 

Memang hanya harapan sederhana, namun harapan yang menjadi impian itu memiliki makna tersendiri bagi Mbah Sri. Mbah Sri berharap, ketika kematian juga menjemputnya, dia akan berbaring di sebelah suaminya dengan tenang dan damai, dan mereka akan bertemu kembali.

Perjalanan panjang Mbah Sri dalam menemukan pusara suaminya di usianya yang senja membuktikan kesetiaan dan cinta Mbah Sri yang luar biasa kepada suaminya. 

Suami Mbah Sri, Pawiro Sahid merupakan seorang veteran yang pergi berperang saat agresi militer Belanda II. Sang suami berpamitan untuk pergi berperang demi membela tanah ibu pertiwi. Bertahun-tahun Mbah Sri menanti kepulangan suaminya. 

Akhirnya Mbah Sri memutuskan untuk mencari sendiri dan menemukan sang suami. Mbah Sri mencari berbagai informasi dari orang-orang yang terlibat dan mengenal suaminya sewaktu berperang. 

Berbagai macam cerita didengar oleh Mbah Sri tentang suaminya, baik dan buruk. Tetapi, keinginan Mbah Sri hanya satu, dia hanya ingin menemukan makam sang suami.

Setelah menempuh perjalanan yang panjang dan bertanya pada semua orang yang terlibat dan mendapatkan bantuan dari mereka, akhirnya Mbah Sri berhasil menemukan tempat peristirahatan terakhir sang suami. Namun, harapan Mbah Sri pupus ketika melihat sebuah makam di sebelah makam Mbah Pawiro. Makam perempuan lain yang mendampingi dan menemani suaminya selama tidur terakhirnya.

Dari sini kita dapat menduga-duga dan menebak bagaimana perasaan Mbah Sri ketika mendapati kenyataan pahit yang menghempaskan harapan dan impiannya. Kita dapat mengatakan Mbah Sri merasa kecewa, terluka, sedih, dan terpukul dengan kenyataan dihadapannya. Namun, jika kita menilik lebih jauh, dan mengesampingkan perasaan Mbah Sri, kita dapat mengerti alasan Mbah Pawiro menikah kembali dengan wanita lain.

Ketika Mbah Sri bertanya kepada salah satu orang yang menjadi saksi perjuangan Mbah Pawiro, atau dengan kata lain rekan Mbah Pawiro, dia mengatakan bahwa Mbah Pawiro mendengar Mbah Sri meninggal karena ditembak oleh Belanda. Mbah Pawiro yang mendengar itu terkejut. Namun, Mbah Sri saat itu bersembunyi di dalam lubang yang di gali di dalam rumahnya sehingga Mbah Sri bisa selamat. Dari sini kita bisa tahu bahwa Mbah Pawiro mengira Mbah Sri memang sudah meninggal. Mungkin itulah alasan kenapa Mbah Pawiro mau dan bisa menikah kembali dengan wanita lain.

Dari film ini juga muncul pertanyaan, kenapa Mbah Tresno, orang yang membantu Mbah Sri untuk menemukan makam suaminya harus berbohong kepada Mbah Sri tentang letak makam Muktiloyo, yaitu area makam tempat di mana suaminya dikebumikan?

Mari kita mundur sedikit ke belakang, saat Mbah Sri mencari Ki Husodo, orang yang membantu suaminya ketika suaminya terluka, dia bertemu dengan Mbah Tresno, yang ternyata adalah anak Ki Husodo. 

Mbah Sri memberitahu Mbah Tresno bahwa dia mencari makam Mbah Pawiro dan menunjukkan fotonya. Tidak disangka, ternyata Mbah Tresno tahu letak makam Mbah Pawiro, yaitu berada di area makam Muktiloyo. Mbah Tresno menyuruh Mbah Sri untuk pergi keesokan harinya karena hari sudah sore. 

Kemudian Mbah Sri menginap di rumah perempuan yang bernyanyi dengan pemain suling sebelumnya, yang berada di sebelah rumah Mbah Tresno. Esok paginya, Mbah Tresno mengunjungi perempuan itu dan menanyakan Mbah Sri. Perempuan itu bercerita bahwa Mbah Sri mencari makam suaminya, Mbah Pawiro. Mbah Tresno yang sebelumnya tidak tahu bahwa Mbah Pawiro adalah suami Mbah Sri sedikit terkejut.

Mbah Tresno tahu bahwa sudah ada makam lain di samping makam Mbah Pawiro. Karena itulah Mbah Tresno berbohong dan menyuruh orang-orang untuk menunjukkan jalan yang salah ke area makam Muktiloyo. Mungkin Mbah Tresno tidak ingin Mbah Sri merasa kecewa ketika dia menemukan makam suaminya yang ternyata bersebelahan dengan makam wanita lain.

Banyak yang beranggapan bahwa Ziarah merupakan kisah nyata. Secara implisit film ini memang terinspirasi dari kisah nyata. Menurut salah satu sumber, BW Purbanegara terinspirasi dari pengalamannya ketika menjadi relawan dalam pembuatan film mengenai bencana tsunami di Aceh. 

Saat menggarap film tersebut, BW Purbanegara mendengarkan kisah dari orang-orang tua di sana. 

Berbagai kisah mengharukan membuat para korban tsunami harus berusaha berdamai dengan keadaan dan masa lalu. Jadi, tidak keseluruhan peristiwa yang terjadi di dalam film Ziarah adalah nyata. Mbah Sri dan tokoh lainnya adalah tokoh fiksi yang diciptakan oleh penulis.

Film ini memiliki kelebihan tersendiri, dimulai dari usaha sutradara menemukan pemeran yang cocok yang menjadi Mbah Sri dan mengerahkannya dalam berakting. BW Purbanegara tentunya melalui usaha yang keras untuk membimbing Mbah Sri yang memiliki nol pengalaman dalam dunia akting. 

Dari sini sudah menjadi poin tersendiri bagi sutradara. Selain itu, film Ziarah yang menggunakan bahasa pengantar bahasa Jawa ini menjadikan nilai tambah, kebudayaan dalam bahasa menjadi lebih mencolok.

Dari segi kualitas film dan pencahayaan mungkin menjadi kekurangan dalam film Ziarah. Namun, kesederhanaan itu membawa penonton menyelami dimensi kehidupan Mbah Sri. 

Pencahayaan dan kualitas yang dinilai kurang itu malah menonjolkan kehidupan sederhana pedesaan. Ditambah dengan pengambilan gambar latar alam pedesaan dan keindahan alam di Gunung Kidul, Yogyakarta.

Film Ziarah mampu meraih beberapa penghargaan bergengsi. Film Ziarah berhasil membawa pulang penghargaan bergengsi di Asia, yaitu penghargaan kategori Skenario Terbaik dan Special Jury Award di ajang ASEAN International Film Festival. 

Tak tanggung-tanggung, Ziarah juga berhasil menyandang penghargaan Best Asin Film dalam acara Salamidaw Asian Film Festival Philippine. Majalah Tempo juga memberikan penghargaan kepada penulis, sutradara, produser, yaitu BW Purbanegara sebagai penulis Skenario Terbaik.

Salah satu kutipan yang terdapat di dalam film ini adalah 'Banyak sekali yang telah gugur di medan laga dan tidak kembali lagi. Jasadnya telah mengharumkan Ibu Pertiwi. Jika kita tanya di mana makamnya, jangan mencari batu nisan. Tapi, mari kita lihat tanah yang telah dimerdekakan. Bumi Indonesia. Kita tidak perlu menempuh jalan ratusan kilo meter. Kita hanya perlu menempuh perjalanan menuju ke dalam batin kita sendiri, di dalam batin ini, segala rasa selalu menyatu.'

Tanah air adalah saksi hidup perjuangan para pahlawan. Kebebasan yang diperoleh Indonesia dan dirasakan oleh masyarakatnya merupakan nilai yang tak terkira. 

Perjuangan para pahlawan yang telah gugur yang mengarumkan bumi pertiwi merupakan pengorbanan yang luar biasa dan dibayar dengan harga mahal, dibayar dengan sebuah nyawa. Kewajiban setiap warga negara untuk mengenang jasa para pahlawan yang berdiri di barisan paling depan dalam membela tanah airnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun