Jika kita mendengar kata aksi, yang terlintas dipikiran kita ialah unjuk rasa yang dilakukan secara beramai-ramai untuk memprotes bahkan menolak kebijakan yang akan ditetapkan.
Namun, Jumat, Sore 22 November 2019 terlihat seorang pemuda dengan mengenakan pakaian serba hitam dan memakai kacama serta menggunakan masker itu duduk diatas pagar Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat, sembari membentang poster yang bertulisakan "Rakyat tak butuh sertifikat nikah, rakyat butuh kesejahteraan, #turunkanhargaemas"
Ya, laki-laki itu sedang melakukan aksi tunggal. Ia menolak kebijakan pemerintah yang berencana akan memberlakukan aturan baru bagi pasangan yang hendak menikah dengan mewajibkan mereka memiliki sertifikat layak nikah. Tujuannya untuk edukasi kesehatan agar mantap menjalani kehidupan pascamenikah.
"Aksi ini bertujuan untuk menyampaikan kepada pemerintah bahwa ada hal yang lebih penting daripada sertifikat nikah, apabila sertifikat itu diterbitkan maka sangat bertolak belakang dengan norma agama Islam," ujar Mahar saat diwawacarai, Jumat 22 November 2019
Dikatakannya, aksi tunggal itu juga sebagai bentuk kekecewaan dirinya terdap pemerintah yang dianggap terlalu
Ikut campur dalam privasi kehidupan rumah tangga rakyatnya. Bahkan, terkesan abai terhadap persoalan yang lebih penting daripada hal itu.
"tidak penting sertifikat layak nikah untuk pasangan yang hendak berumah tangga. Sebab, siap atau tidaknya untuk itu, merupakan keputusan pasangan, bukan ditentukan oleh negara," tegasnya.
Pantauan dilapangan, selama aksi berlangsung laki-laki yang kerap disapa Mahar itu tidak berkata sepatah katapun, ia hanya membentangkan dua poster berwarna biru dengan tulisan tinta hitam dan berdiri ke arah jalan. Tuntutan itu juga bukan hanya soal sertifikat layak nikah, tetapi juga menyorot pemerintah yang hendak mengeluarkan wacana tentang tiga periode untuk bisa menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden, meskipun pemilihan yang dilakukan berlangsung secara demokratis melalui Pemilihan Umum (Pemilu) dan menolak terbitnya UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Seharusnya pemerintah lebih mementingkan rakyat, bukan hanya mengutamakan masa jabatan dan privasi orang yang henda berumah tangga," pungkasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H