"Ellinn!! sini deh" panggil Ibunya.
"iya? Kenapa, Bu?" tanya Ellina sembari berjalan menuju ibunya.
"Jadi gini, ibu barusan beli cermin. Liat, bagus kan? Nah, sayangnya ibu nggak tahu mau ditaruh dimana, kalau ditaruh di kamarmu gimana?" Jelas ibu Ellina.
Ellina memperhatikan kaca itu dari bawah hingga atas, entah mengapa dia merasa ada sesuatu yang aneh dari kaca tersebut. Modelnya antik, dengan ukiran kayu jati di pinggirnya.
"Eee,... harus kah? Ellin kurang suka sama modelnya" Jawab Ellina kurang setuju.
"Kamu nggak mau kah?" Tanya Ibu Ellina, raut wajahnya berubah menjadi agak sedih.
"Yaudah deh, gapapa" Ellina akhirnya menyetujui agar ibunya tidak sedih. Cermin itu pun akhirnya diletakkan di kamar Ellina, diseberang meja belajarnya.
Sejak ada cermin itu di kamarnya, Ellina merasa gerak geriknya seakan diawasi oleh seseorang. Ia pun mencoba mengamati cermin itu, 'tidak ada yang aneh, mungkin hanya perasaanku saja' pikirnya. Ia pun melangkah keluar dari kamarnya dan menuju ruang tengah untuk menonton film. Tak lama ayahnya mendatanginya, sementara ibunya sedang pergi keluar.
"Nonton film apa Ellin?" tanya ayahnya
"Eh? ini lho yah, ada film lucu deh, hihi" jawab Ellina, Â menunjuk film yang sedang ia tonton.
"Ohh, yaudah deh, eh tapi sudah mengerjakan PR kan??" Ayah Ellina kembali bertanya.
"Emm,.. sudah sih Yah, tapi kurang sedikit, Ellin nggak ngerti soalnya" Ellina menjawab sembari mematikan televisi.
"Mana coba ayah lihat"Â
"Iya sebentar yah, ada di kamar, Ellin ambil dulu ya yah" Jawab Ellina. Berdiri, meninggalkan ruang tengah.
Dikamar ia mengambil buku PR-nya dan juga alat tulis, namun Ellina melihat sesuatu dari ujung matanya, ia pun menoleh ke arah tersebut. Terlihat ada sesosok anak kecil perempuan di sana, mengenakan baju yang lusuh, penampilannya berantakan, menatap dari dalam cermin tersebut.
"AAAAAA!!" teriak Ellina sambil berlari keluar kamar.
"Kenapa Ellina!?" Ayahnya menghampiri Ellina sesaat setelah  mendengar teriakannya.
"I-i-itu yah ada an-anak ke-kec- kecil " Jawab Ellina dengan nada ketakutan.
"Hah? Dimana?" Ayahnya bertanya.
"D-di d-dala-dalam cer-cermin" Ellina mengatakannya, walaupun sebenarnya ia ragu ayahnya akan percaya dengannya.
"Cermin? Cermin yang baru beli kemarin itu?" Ayahnya kembali bertanya, memastikan.
"I-iy-iya yah" Jawab Ellina. Ayahnya masuk kedalam kamarnya, mengecek cermin tersebut.
"Cermin ini? Mana? Nggak ada apa apa gini?" Ayahnya heran, yang dilihatnya hanyalah sebuah cermin biasa, dengan modelnya yang antik. Ellina mengintip cermin itu dari balik tubuh ayahnya.
"Loh? kok tidak ada? tadi ada anak kecil di dalam cermin itu, bajunya lusuh" Ellina masih setengah ketakutan.
"Sudahlah, mungkin itu hanya perasaanmu, ayo melanjutkan PR saja" Ayahnya mengalihkan topik, memilih melanjutkan PR Ellina. Â
"Jadi begitu Ellina, sudah paham kan?" Kata Ayah menutup penjelasan.
"Iya sudah yah, terimakasih ya ayah" Jawab Ellina, berterimakasih atas penjelasan ayahnya.
"Iya Ellin, kamu tetap semangat belajar ya" Ayahnya menyemangati.
"Iya yah" Ellina menjawab dengan semangat..
Tak lama kemudian, ibu pulang dari perginya. Krieet,.. pintu dibuka  "Assalamu'alaikum, Ibu pulang" Ditengah obrolan ayah dan juga Ellina, ibu menyapa. Â
"Wa'alaikumsalam" Jawab Ellina dan ayah serempak.
"Haloo, lagi pada ngapain nih?" Tanya ibu.
"Lagi ngobrol aja sih, sama Ellina" Ayah menjawab pertanyaan ibu.
"Ohh,.. Eh Ellina, ibu bawain sesuatu ini buat kamu" Kata ibu sembari membuka tasnya.
"Ohya? Apa tuh?" Giliran Ellina yang bertanya.
"TARAA!!" Ibu mengeluarkan sebuah boneka dari tasnya.
"Waahhh,.. Terimakasih Ibuu" Ellina berkata sembari memeluk ibunya.
Boneka itu berbentuk kucing. Ukurannya tidak terlalu besar, namun juga tidak terlalu kecil. Dengan matanya yang lebar, membuatnya terlihat sangat lucu. Bulunya lembut, sehingga sangat nyaman untuk dipeluk. Aku meletakkan boneka itu di meja belajarku.
Malam itu, aku tak kunjung bisa tidur. Sosok anak kecil dengan baju lusuh yang aku lihat tadi terus menghantui pikiranku. 'Siapa dia? Bagaimana bisa dia berada di sana? Apa yang terjadi padanya? Mungkinkah dia terjebak di dalam cermin itu?' Ribuan pertanyaan melintas dan berenang di dalam kepalaku, menyerang setiap sudut pikiran yang mencoba memahami kehadiran misterius anak kecil itu. Aku pun membalik tubuhku, mencari posisi yang nyaman agar dapat tertidur. Namun, sekilas aku melihat ke arah cermin itu. Alangkah kagetnya aku, melihat apa yang ada di dalam cermin itu. Lihatlah, ada anak itu sedang duduk di atas kursi belajar ku, sembari memainkan boneka kucing baruku.Â
Ellina tidak bisa mengatasi ketakutannya. Anak kecil berpenampilan berantakan di dalam cermin terus menghantuinya setiap malam, bahkan dalam tidurnya. Setiap kali ia menoleh ke arah cermin, sosok itu selalu hadir, memainkan boneka kucing yang baru saja diberikan oleh ibunya. Ellina selalu berusaha mengabaikan anak kecil itu walaupun sebenarnya ia sangat takut. Namun, pada suatu malam, ketika ia kembali mencoba mengabaikan sosok anak kecil itu, ia mendengar bisikan lembut. "Ellina,.. tolong bantu aku" Awalnya Ellina menganggapnya hanya halusinasi yang mengusik pikirannya, namun lama-kelamaan suara itu semakin nyata. Ellina mencari sumber suara dan menyadari bahwa cermin itulah asal suaranya. Ellina pun memberanikan diri menghampiri cermin itu
"Siapa kamu? Apa yang terjadi padamu?" Ellina menghadap cermin dan berbicara kepada sosok tersebut.
"Hai Ellina, Namaku Shey" Anak itu memperkenalkan diri.
"Beberapa waktu lalu, aku menemukan sebuah cermin di rumah yang tidak berpenghuni. Cermin itu memiliki daya tarik magis yang tidak terduga, dan tanpa sengaja aku menyentuhnya, kemudian aku tersedot ke dalam dimensi lain yang gelap dan misterius. Sementara di dunia nyata, keluargaku mulai mencariku. Namun tidak ada yang tahu, bahwa aku terjebak di dalam cermin ini, sendirian" Lanjut Shey.
"Bagaimana caraku membantumu, Shey" Ellina menanyakan cara membantunya.
"Dengan cara membuka portal, Ellin" Shey menjawab pertanyaannya
Meskipun Ellina awalnya takut dan bingung, ia merasa iba terhadap Shey. Selain itu, ia juga merasa terpanggil untuk membantu anak kecil tersebut keluar dari dimensi cermin yang misterius.
Esok paginya, setelah sarapan, Ellina memutuskan untuk berbicara kepada ayah dan ibunya tentang keberadaan Shey, dan bagaimana cara  untuk melepaskan Shey dari perangkap cermin tersebut.
"Ayah, Ibu, Ellin mau bicara" Ellina meminta izin.
"Iya Ellina? Ada apa?" Ibu bertanya.
"Cermin yang waktu itu,.." Ellina membuka percakapan, terhenti sejenak.
Ayah dan ibunya saling pandang, "Kamu mau itu tidak berada di kamarmu kah?" Ibu kembali bertanya.
"Bukan begitu, ada anak kecil di dalamnya"
"Benarkah? Apakah itu anak kecil yang saat itu?" Giliran ayahnya yang bertanya, Ellina mengangguk.
"Dia terjebak di dalam cermin itu, dia membutuhkan pertolongan kita" Ellina melanjutkan bicara.
"Tapi bagaimana kita menolongnya?" Ayahnya bertanya lagi.
"Kita dapat membukakan portal untuknya" Jawab Ellina.
Dengan bantuan pengetahuan dan kecerdikan mereka. Keluarga Ellina mulai memahami bahwa cermin tersebut memiliki koneksi ke dunia lain, dan untuk membuka portal, mereka perlu mengungkap misteri di balik cermin antik tersebut. Dengan menelusuri sejarah cermin dan petunjuk yang ditinggalkan oleh anak-anak sebelumnya yang pernah terjebak di dalamnya. Hingga akhirnya, mereka dapat memecahkan teka-teki yang menguak kekuatan magis di balik cermin tersebut.
Setelah upaya keras dan kerjasama keluarga, portal menuju dimensi cermin terbuka lebar. Shey dengan tatapan terharu melangkah keluar dari cermin tersebut, menghampiri Ellina dan juga orang tuanya.
"Terima Kasih Ellina, Om, Tante, karena sudah menolongku. Aku sangat berterimakasih kepada kalian. Namun aku tidak tahu harus membalasnya dengan apa" Kata Shey.
"Tidak perlu, tidak apa apa" Jawab ayah Ellina.
"Iya, kami senang karena bisa membantu" Giliran mama Shey yang menjawab.
"Maafkan aku ya Shey, karena awalnya aku takut padamu" Ellina meminta maaf.
"Haha,.. iya tidak apa apa kok Ellin" Jawab Shey.
"Apakah,.. apakah kamu mau membawa boneka kucing itu? Anggap saja itu kenang-kenangan dariku" Ellina menawarkan bonekanya.
"Sungguh?" Shey memastikan, Ellina mengangguk.
Sejak saat itu, Ellina dan Shey menjadi sahabat, selamanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI