Mohon tunggu...
Aisyah Safitri Hayati
Aisyah Safitri Hayati Mohon Tunggu... Guru - Teacher, Instructor, Asesor and Writer

Aktif mengajar di SMKN 31 Jakarta, Instruktur dan asesor di LSP P2KPTK2 Jakarta Pusat- BNSP, Senang Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

21 Juni di Himalaya

13 Februari 2023   11:35 Diperbarui: 13 Februari 2023   11:46 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari yang ditunggu-tunggu ayah Edhi pun datang. Ia berharap setelah kelahiran cucunya, ada perubahan pada isterinya itu. Di ruang tunggu rumah sakit Adella, lelaki separuh baya itu menunggu cemas, karena ayah si jabang bayi sedang berada di luar kota. Saat suster membawa keluar sang bayi. Sang kakek sontak kaget, ia mendapati cucunya tak sempurna seperti anak yang lainnya. ia langsung menggendong cucunya itu, ia menahan tangis, memeluk dan menciumi cucunya. menangis tersedu-sedu, memeluknya, menciuminya. Lalu si jabang bayi kembali dibawa suster.

Ayah Edhi masih menahan tangis, melihat keadaan cucunya. Tiba-tiba  Edhi datang mendapati ayahnya menangis. "Kenapa ayah menangis?" Tanya Edhi. Tanpa bicara apa-apa ia langsung menarik tangan Edhi ke ruangan bayi.Tanpa memasuki rungan, mereka melihat bayi-bayi berjejer lewat kaca pembatas.

"Cucu ayah, yang mana yah?" Tanya Edhi. Ayahnya masih menangis tersedu-sedu, lalu menyeka matanya berusaha untuk menegarkan di depan anaknya.

"Itu anakmu, anakku." Sambil menunjuk bayi di sudut paling kanan. Edhi sontak kaget dan menerawang hingga matanya mengandung air. Edhi cukup lama diam memperhatikan anak pertamanya itu lalu ia mulai bicara pada ayahnya. "Ayah, jangan menangis, lihatlah ia begitu cantik ia mempunyai hidung yang mancung bulu mata yang lentik, meski bibirnya tak sempurna seperti kita tapi tetap dia cantik ayah diantara yang lain." Edhi sambil menahan tangis. Mendengar Edhi berbicara seperti itu, Ayahnya memeluk Edhi dengan erat. Pelukan ayahnya meneduhkan hati Edhi yang begitu nestapa kalut.

Hari-hari pun terlewati dengan suka duka, mereka mulai memahami arti sebuah kehidupan. Bayi Edhi kini sudah berusia sebelas bulan, bayi yang sehat, ceria. Kini ia sedang memulai belajar berjalan. Ternyata dugaan ayah Edhi salah yang mulanya ia menduga setelah kelahiran cucucnya itu isterinya berubah, ia semakin menjadi - jadi. Bahkan ia melimpahkan apa yang terjadi pada cucunya sekarang adalah sebuah karma, karena Edhi tidak menuruti perkataanya. Edhi begitu menyayangkan atas apa yang dilakukan ibunya kepada evelyn dan anaknya.

Masa cuti Evelyn pun telah berlalu, kini ia harus kembali melakukan penelitian yang diusung Sea Wacth. Edhi pun meminta pada Sea Wacth selama Evelyn cuti, ia ditempatkan di Indonesia. Karena ia tidak ingin melewati masa-masa bersama Evelyn saat mengandung dan melahirkan anak pertamanaya itu.

Setelah cuti, Evelyn dan Edhi ditugaskan kembali. Kini mereka kembali untuk melakukan penelitian lanjutan di gunung Es Himalaya, Tibet. Bayinya ia titipkan ke ayah mertuanya, yang menyewa seorang Baby Sister professional yang di datangkan dari Australia yang di kirim oleh Ayah Evelyn. Ayah Evelyn memang sudah lama meninggalkan Italy semenjak ibu Evelyn meninggal, kini dia sudah menetap di Australia.

Pagi itu pembagian team yang menentukan Sea Wacth. Edhi yang biasa satu team dengan Evelyn kali ini mereka di pisahkan. Edhi satu team dengan Agung Jabrik Sutiasono Leader asal Indonesia. Mereka memulai perjalanan ke puncak Himalaya dari Katmandu, Nepal. Sedangkan team yang dipimpin Evelyn memulai perjalanan ke puncak Himalaya dari India.

Kala itu tanggal dua puluh Juni mereka mendaki, akan bertemu dipuncak Himalaya  pagi dua puluh satu juni, itu hari lahir Edhi. Edhi dan Evelyn berencana akan mengadakan pesta ulang tahun Edhi di puncak Himalaya.

"Sayang, be careful" Pungkas Evelyn sambil tersenyum manis. "Okey, sayang kamu juga" jawab Edhi lalu memeluk isterinya. "Kita bertemu di puncak, Baby?" Edhi sambil mengeratkan pelukannya.

{ { {

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun