Fuqaha sependapat bahwa biaya perawatan dan pengurusan jenazah harus diambil dari harta peninggalannya sampai batas yang wajar (ma'ruf). Akan tetapi, para ahli Fuqaha berbeda pendapat mengenai biaya pemeliharaan jenazah bagi mereka yang tidak memiliki ahli waris. Fuqaha malikiyah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan harus dibebankan pada Baitul-Māl (Kas Negara) karena kondisi tersebut membebani kewajiban Baitul-Māl. Sementara itu, ahli hukum Hanafiyah, Syafi'iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa biaya perawatan harus ditanggung oleh keluarga yang bergantung padanya (selama mereka masih hidup).
2.Pelunasan hutang
Hutang adalah tanggung jawab yang harus dibayar seseorang sebagai imbalan atas hasil yang diterimanya dari orang lain. dan ketika melakukan kewajiban kepada Allah SWT, kewajiban yang diperlukan selama hidupnya dan tidak terpenuhi, itu disebut dainullah (hutang kepada Allah), seperti mengeluarkan zakat, pergi haji, tobat, dll. Menurut hukum Islam, pelunasan utang tersebut merupakan salah satu kewajiban utama, guna membebaskan seseorang dari tanggung jawab di kemudian hari dan membuka tabir yang membatasi orang tersebut ke surga. Telah melunasi semua utang-utangnya, khususnya utang-utang yang diklaim oleh seseorang dan utang-utang di bawah tanggungan almarhum yang meninggalkan warisan. Oleh karena itu, harta warisan tidak dapat dibagi-bagi di antara para ahli waris sebelum utang si mayit dilunasi.
3.Pemberian wasiat
Kata "wasiat" menunjukkan pesan yang disampaikan oleh seseorang. Makna lafḍiyahnya yaitu menyampaikan sesuatu. Menurut hukum Islam, wasiat adalah pemberian dari seseorang kepada orang lain dalam bentuk harta, hutang atau manfaat yang menjadi milik penerima wasiat setelah kematian pewaris. Surat wasiat dapat dianggap sebagai bentuk surat wasiat pewaris yang ditempatkan pada penerima surat wasiat. Wasiat dapat dianggap sebagai bentuk wasiat oleh pewaris. Jadi tidak setiap wasiat berbentuk harta. Terkadang wasiat berbentuk nasihat, petunjuk tentang hal-hal tertentu, rahasia pewaris, dll. Menurut hukum Islam, jumlah maksimum harta yang tersisa adalah sepertiga dari harta yang diwariskan.
2.Mengapa Proses Penyesalan Harta Warisan Secara Dilaksanakan?
Konsep Waktu Pelaksanaan Pembagian Harta Warisan dari Perspektif Hukum Islam. Persoalan hukum Islam dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah juga secara rinci telah mengatur bagaimana mekanisme pembagian warisan mulai dari pengertian, rukun, syarat, sebab-sebab menerima warisan, penghalang pewarisan, para ahli waris, dan bagian masing -masing para ahli waris. Sesuai dengan yang tertuang dalam Al-Qur’an surat an-Nisa ayat 11 dan 12 dan Nabi juga menegaskan dalam haditsnya terkait dengan pembagian pembagian yang belum dijelaskan dalam Al-Qur’an. Tujuan dari peraturan itu semata-mata hanya untuk terwujudnya tujuan pewarisan dan terciptanya sebuah perdamaian dalam keluarga serta dapat berlaku adil juga melindungi hak-hak waris terhadap semua ahli waris.
Terhadap waktu pembagian warisan menurut Al-Qur'an tidak diatur secara jelas namun secara tersirat Islam mengajarkan agar menyegerakan dalam melakukan kebaikan. Hal ini terdapat dalam Q.S. Al-Imran Ayat 133, yang artinya: "Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa"."
Kemudian,dalam Riwayat Muslim juga terdapat ketentuan melakukan kebaikan, yang dalam menyegerakan artinya:"Segeralah berbuat kebaikan sebelum fitnah itu datang dalam hidup anda, fitnah yang sangat gelap gulita (semua urusan tak bisa diselesaikan)". (H.R. Muslim)
Waktu Pembagian Waris Menurut Kompilasi Hukum Islam (Inpres No.1 Tahun 1991) Ketentuan waris Islam menganjurkan pembagian warisan harus menyegerakan untuk dilaksanakan karena, dikhawatirkan terjadi berbagai konflik internal dalam keluarga atau harta warisan yang nilai atau jumlahnya tidak akan sama apabila tidak disegerakan. Sebab, harta peninggalan biasanya tidak hanya berupa uang saja, namun bisa terdapat tanah atau bangunan atau barang yang memiliki nilai. Hukum waris Islam memandang bahwa terjadinya peralihan harta hanya semata- mata disebabkan adanya kematian. Dengan kata lain, harta seseorang tidak beralih (dengan pewarisan) seandainya dia masih hidup. Hal ini sejalan dengan penjelasan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 171 huruf a dan b, yaitu:
a. "Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang perpindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing