Mohon tunggu...
Aisyah Putri Ramadhani
Aisyah Putri Ramadhani Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta

Selamat membaca, semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenali Depok: Kota "Transit" yang Menanti Potensinya

6 Oktober 2023   23:34 Diperbarui: 6 Oktober 2023   23:38 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak asing dengan Depok? jika kamu senang berselancar di internet setidaknya kamu akan dikejutkan dengan satu-dua berita fenomenal yang berasal dari kota tersebut. Tapi Depok tidak melulu tentang keanehan cerita-ceritanya, karena harusnya kota tersebut juga punya hal menariknya.

Saya tumbuh dan besar di Depok. Sejak kecil, sampai sudah seperempat dekade kehidupan, rasanya saya masih melihat kota ini sebagai tempat 'transit'. Pemberhentian manusia yang kehidupannya justru dihabiskan di kota-kota tetangganya. Bagi saya, Depok tidak ada romantis-romantisnya.

Sebagai kota yang strategis, posisinya tidak jauh dari Ibukota Jakarta---dekat juga dengan kawasan puncak, sepertinya membuat lupa para pemegang kebijakan untuk menciptakan Depok menjadi kota yang 'dibutuhkan' warganya. 

Ada yang menggelitik. Satu nama besar kampus berlokasi di kota ini, tapi lagi-lagi Depok dan Kampus tersebut belum bisa menjadi satu kesatuan. Berbeda saat kamu menyebut Yogyakarta sebagai kota pelajar, salah satu kampus besarnya? kampus apa yang berada di Bogor? bagaimana dengan Bandung? tapi Depok belum memiliki identitas yang kuat dalam kaitannya dengan kampus tersebut. 

Dari survei kecil-kecilan saya, setidaknya 4 dari 10 orang terkejut ketika saya menyebut kampus kuning berlokasi di Depok. Ini menyadarkan kalau Depok memang belum meninggalkan kesan.

Padahal, setidaknya Depok sudah memiliki modal dengan adanya beberapa stasiun yang dilewati commuter line dan gerbang tol yang lebih dari cukup untuk mendukung mobilitas masyarakat sekaligus pintu masuk akannya pengembangan wilayah. 

Permasalahan Depok Menuju Kota Ideal

Hiburan warga Depok umumnya mengandalkan kota-kota yang mengapitnya. Kalau tidak ke Jakarta, ya ke Bogor karena di Depok? Macyeeeeeeeet dan ya itu-itu saja. Gongnya adalah kesenjangan pembangunan dan angka kriminalitas yang tinggi, paling mencolok dari kota ini. 

Paradigma pembangunan Margonda-sentris di Depok tidak hanya sebagai olokan tapi juga kritik kepada pemerintah kota yang harusnya mulai memikirkan pembangunan infrastruktur di wilayah lain yang belum terjamah. Jika kamu menyusuri kota ini dari Jalan Margonda yang beraspal mulus dan besar, kamu akan dihadapkan oleh jejeran gedung, setidaknya 4 pusat perbelanjaan, dan rentetan resto dan coffeeshop yang kamu akan malas menghitungnya. 

Semakin masuk ke pedalaman Depok, kamu akan mulai merasakan perbedaannya. Jalan sempit, kemacetan yang salah satunya didasari dari akses transportasi umum yang belum merata, bahkan di beberapa daerah, infrastruktur jalannya kurang baik. Kurangnya ruang terbuka hijau juga menambah minimnya destinasi hiburan untuk warga.

Hal ini bisa dipahami dari keterbatasan biaya. Jangan samakan Depok dengan Ibukota, tetangganya. Perbandingan APBD-nya 1:7 jika dibandingkan dengan Jakarta, menurut Lisman Manurung Pakar Kebijakan Publik Universitas Indonesia seperti yang dilansir pada Harian Kompas. Minimnya anggaran menjadi alasan dalam mengembangkan infastruktur yang akhirnya memberikan efek langsung akan kepadatan penduduk yang tidak merata.

Tapi alasan tersebut tidak bisa dibiarkan terus menerus, karena setidaknya Depok sudah memiliki modal dengan letaknya yang strategis untuk tumbuh menjadi kota ideal yang berkembang. Tidak melulu membangun gedung-gedung tinggi, apartemen, sebaran coffeeshop, dan mall-mall besar yang jika dihitung sudah mencapai 8 biji dengan kota yang luasannya 200 km persegi tapi minim fasilitas umum bagi warganya. Pembangunan Kota Depok haruslah lebih dari sekadar menjadi tempat transit, melainkan menjadi tempat yang layak dipanggil 'rumah'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun