Ujung Ujung Hujan
Oleh: Aan Mansyur
Dulu dalam dingin kita berpelukanÂ
Sambil membayangkan ujung-ujung hujanÂ
Sebagai kembang api yang merayakanÂ
Cinta yang tak akan pernah dijarakkan
Â
Sampai tibalah hari haru ituÂ
Kau berlalu, aku menutup pintuÂ
Dan ujung-ujung hujan yang jatuhÂ
Tumbuh jadi rerumputan dan perdu
Â
Hari ini, tiba-tiba aku ingat kau,Â
Di dada jalan yang membawamu jauhÂ
Setiap ujung hujan yang menyentuhÂ
Adalah mekaran bunga-bunga beribu
Dalam puisi "Ujung-Ujung Hujan" karya Aan Mansyur, kita disuguhkan dengan gambaran yang puitis tentang perpisahan yang menyakitkan. Puisi ini mengekspresikan perasaan kehilangan dan kesedihan yang mendalam akibat perpisahan dua orang yang saling mencintai. Dengan menggunakan metafora hujan sebagai simbol cinta yang tak terpisahkan, Aan Mansyur berhasil menggambarkan betapa sulitnya melepaskan diri dari kenangan indah bersama orang yang kita cintai.
Dalam esai ini, kita akan melakukan kritik sastra terhadap puisi "Ujung-Ujung Hujan" dengan mengeksplorasi tema, gaya bahasa, dan pesan yang ingin disampaikan oleh Aan Mansyur melalui puisinya ini.
Pada bait pertama puisi karya Aan Mansyur tersebut menggambarkan kenangan indah dan keintiman dalam hubungan yang telah berakhir. "Dulu dalam dingin kita berpelukan" menggambarkan momen kehangatan dan kebersamaan antara dua orang yang saling mencintai. Ketika mereka saling berpelukan, mereka membayangkan "ujung-ujung hujan" sebagai sesuatu yang indah dan meriah seperti kembang api yang merayakan ikatan cinta mereka.
Pada saat itu, mereka memiliki keyakinan bahwa cinta mereka tidak akan pernah terpisahkan ("Cinta yang tak akan pernah dijarakkan"). Ini menunjukkan bahwa di masa lalu, hubungan mereka dipenuhi dengan harapan dan kepercayaan satu sama lain. Namun, dalam perkembangan puisi, kesedihan datang dengan kepergian salah satu dari mereka, merusak keindahan dan kebahagiaan yang mereka rasakan bersama-sama.
Interpretasi pada bait selanjutnya adalah tentang perubahan yang terjadi setelah perpisahan atau kehilangan seseorang yang dicintai. Menggunakan kata-kata "Hari haru itu" merujuk pada waktu di mana perpisahan atau kehilangan itu terjadi. Ketika orang yang dicintai pergi, penyair merasa seperti menutup pintu dalam hatinya, menandakan akhir dari suatu babak dalam kehidupannya.
"Ujung-ujung hujan yang jatuh" kalimat yang mencerminkan kesedihan yang dialami penyair setelah kepergian orang yang dicintainya yang akan menggugah rasa sedit kepada yang membacanya. Namun, meskipun awalnya hujan membawa kesedihan, perlahan-lahan "ujung-ujung hujan" tersebut menjadi simbol dari proses penyembuhan dan pemulihan.Â
Mereka "tumbuh jadi rerumputan dan perdu", menandakan bahwa dari kesedihan dan kehampaan, akan tumbuh harapan dan kehidupan yang baru. Ini menunjukkan bahwa meskipun perpisahan membawa kesedihan, itu juga membuka pintu bagi pertumbuhan dan transformasi pribadi.
Di bait terakhir menggambarkan perasaan nostalgia yang mendalam. Kata-kata "hari ini, tiba-tiba aku ingat kau" mengindikasikan bahwa Mansyur secara tiba-tiba teringat akan seseorang yang telah pergi. Kata "dada jalan yang membawamu jauh" menggambarkan perasaan kehilangan karena seseorang yang dicintai telah meninggalkan tempat tersebut.Â
"Setiap ujung hujan yang menyentuh" menunjukkan bahwa hujan adalah simbol dari perpisahan. "Adalah mekaran bunga-bunga beribu" menggambarkan bahwa meskipun perpisahan telah terjadi, kenangan tentang cinta yang pernah ada tetap hidup dan mekar di hati Mansyur.
Dalam konteks puisi ini, "dada jalan yang membawamu jauh" bisa diartikan sebagai perasaan kehilangan yang mendalam karena seseorang yang dicintai telah pergi meninggalkan tempat tersebut. "Setiap ujung hujan yang menyentuh" menggambarkan bahwa hujan adalah simbol dari perpisahan. "Adalah mekaran bunga-bunga beribu" menggambarkan bahwa meskipun perpisahan telah terjadi, kenangan tentang cinta yang pernah ada tetap hidup dan mekar di hati Mansyur.
Dengan demikian, melalui puisi "Ujung-Ujung Hujan", kita belajar bahwa proses move on bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari babak baru dalam kehidupan. Melalui pengalaman kesedihan dan penyembuhan yang digambarkan dalam puisi ini, kita dapat memahami bahwa setiap perpisahan membawa kita menuju pertemuan yang lebih baik dengan diri kita sendiri dan dengan dunia di sekitar kita. Dan dalam proses itulah, kita belajar untuk move on.
Dalam kehidupan nyata, belajar untuk move on tidak pernah mudah. Namun, dengan mengambil inspirasi dari karya sastra seperti puisi "Ujung-Ujung Hujan", kita dapat menemukan kekuatan dan ketenangan dalam diri kita sendiri untuk melangkah maju. Karena pada akhirnya, seperti yang dikatakan oleh penyair, setiap hujan akan berakhir dan matahari akan bersinar kembali, membawa dengan itu harapan dan kebahagiaan baru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H