Ada satu  sedekah dari seorang sahabat yang sebenarnya sangat ringan ( tanpa maksud meremehkan), tapi mempunyai timbangan yang berat, setidaknya dimata saya.
Bahkan kebaikan yang terjadi ketika anak saya masih menginjak bangku TK itu, nempel di kepala hingga sekarang (anak saya sudah akhir bangku SMP)
Inilah kisahnya,...
Saya memiliki kebiasan membawa uang secukupnya, demikian juga dengan keseharian di rumah. Pemikiran saya buat apa uang cash, toh kalau belanja bisa memakai kartu debit lebih praktis.
Tapi saya memiliki kegemaran menyelip-nyelipkan uang entah dibuku atau dimanapun, supaya kalau keadaan mendesak, tetep ada yang diharapkan.
Saat itu saya masih berdagang rendang kalengan, harganya Rp 15.000 (kaleng kecil) sekalian persiapan jika tak punya makanan.
Suatu ketika saya sendirian di rumah, di dompet tak ada uang sepeserpun. Sayangnya saya engga sadar kalau dompet kosong, namun saya sudah biasa menghadapi hal seperti ini, toh diselipan2 pasti ada uang kecil-kecil ( pikir saya)
Nah, kebetulan ada loper koran lewat, saya panggil dong ,dan pilah pilih koran dan majalah itu. Pilihan saya jatuh di kompas, kalau engga salah saat itu harganya Rp 3.000. Loper itu tampak senang sekali, walaupun saya hanya beli satu.
Saya masuk rumah dan membuka dompet, wah dompet kosong, santai! Nyari diatas bifet kosong juga. Padahal biasanya selalu ada uang disana, minimal recehan masih santai! nyarilah di selipan2 tas, eh tumben gak ada ekspansi ke kantong celana suami... nihil. Haduh!Mulailah panik.Â
Akhirnya  memberanikan diri bilang ke loper koran, nggak jadi beli. Malu pasti. Tapi si loper koran malah memberikan korannya gratis. Saya jadi gak enak.
Saya katakan supaya datang besok, tapi dia gak pernah nongol lagi. Semoga Allah mengganti korannya dengan yang lebih baik.
Begitu si loper koran menghilang, tiba2 saja saya ingat beberapa pesanan makanan yang akan datang, dan tentu saja saya harus membayar.Â
Waduh! Mana di rumah tak ada kendaraan sama sekali. semua dibawa suami dan anak-anak
Namun, tiba-tiba sahabat saya datang membeli 4 buah rendang... wah leganya saya. meskipun harga 4 buah rendang itu masih kurang untuk membayar pesanan, masih lumayan lah, sisanya mungkin masih bisa dicari ulang, diselipan selipan.Â
Ketika teman saya membayar, dia melebihkan pembayarannya 1 kaleng sehingga jumlah itu pas persis untuk membayar pesanan saya.Â
MasyaAllah, saya benar-benar merasa tertolong, tidak hanya tertolong, seakan-akan Allah sedang memberikan pelajaran yang menyesap. Padahal lebihan itu hanya Rp 15.000. namun kelegaannya bernilai jauh diatasnya.
Entah, rasanya aneh saja tiba-tiba dimana-mana tak ada uang padahal saya tukang selip-selip uang. Dan serasa aneh pula tiba tiba saja ada teman datang menyodorkan uang. Padahal waktu saya tawari dia menggeleng, dan saya paham karena dia jago masak.
Saya jadi berpikir, Â jika sahabat saya ini, melebihkan pembayaran seperti ini, dalam setiap langkahnya. Ketika membeli sayur, membeli bensin, naik ojek, ada berapa orang merasa lega seperti saya? betapa beruntungnya dia.
Wah, pasti sedekah kecil yang disebarkannya dimana-mana sudah menjadi berat dan bertumpuk tumpuk timbangannya.
Ah! Saya iri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H