Akhirnya  memberanikan diri bilang ke loper koran, nggak jadi beli. Malu pasti. Tapi si loper koran malah memberikan korannya gratis. Saya jadi gak enak.
Saya katakan supaya datang besok, tapi dia gak pernah nongol lagi. Semoga Allah mengganti korannya dengan yang lebih baik.
Begitu si loper koran menghilang, tiba2 saja saya ingat beberapa pesanan makanan yang akan datang, dan tentu saja saya harus membayar.Â
Waduh! Mana di rumah tak ada kendaraan sama sekali. semua dibawa suami dan anak-anak
Namun, tiba-tiba sahabat saya datang membeli 4 buah rendang... wah leganya saya. meskipun harga 4 buah rendang itu masih kurang untuk membayar pesanan, masih lumayan lah, sisanya mungkin masih bisa dicari ulang, diselipan selipan.Â
Ketika teman saya membayar, dia melebihkan pembayarannya 1 kaleng sehingga jumlah itu pas persis untuk membayar pesanan saya.Â
MasyaAllah, saya benar-benar merasa tertolong, tidak hanya tertolong, seakan-akan Allah sedang memberikan pelajaran yang menyesap. Padahal lebihan itu hanya Rp 15.000. namun kelegaannya bernilai jauh diatasnya.
Entah, rasanya aneh saja tiba-tiba dimana-mana tak ada uang padahal saya tukang selip-selip uang. Dan serasa aneh pula tiba tiba saja ada teman datang menyodorkan uang. Padahal waktu saya tawari dia menggeleng, dan saya paham karena dia jago masak.
Saya jadi berpikir, Â jika sahabat saya ini, melebihkan pembayaran seperti ini, dalam setiap langkahnya. Ketika membeli sayur, membeli bensin, naik ojek, ada berapa orang merasa lega seperti saya? betapa beruntungnya dia.
Wah, pasti sedekah kecil yang disebarkannya dimana-mana sudah menjadi berat dan bertumpuk tumpuk timbangannya.
Ah! Saya iri.Â