Mohon tunggu...
Aisyah Afina Hazna
Aisyah Afina Hazna Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UPN Veteran Yogyakarta

Mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Putusan Mahkamah Internasional dalam Sengketa Wilayah Perbatasan Thailand-Kamboja

25 Mei 2022   11:24 Diperbarui: 25 Mei 2022   11:28 1584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Copyright: Ko Hon Chiu Vincent 

Konflik yang terjadi di perbatasan antara Thailand dan Kamboja telah menyebabkan puluhan korban jiwa dan ribuan pengungsi sehingga mengundang ASEAN untuk akhirnya mengubah retorikanya tentang perdamaian dan keamanan menjadi tindakan.

Upaya Kamboja untuk mendaftarkan Candi Preah Vihear sebagai Situs Warisan Dunia datang dengan latar belakang gejolak politik Thailand setelah kudeta 2006 yang melengserkan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra. 

Gerakan pro-kemapanan Thailand menggunakan masalah ini untuk membangkitkan sentimen nasionalis terhadap Kamboja ketika mereka mencoba menggulingkan pemerintah yang didukung Thaksin. 

Kampanye yang sarat emosi itu menghentikan demarkasi perbatasan dan memicu konflik bilateral. Pada awal 2011, perselisihan berubah menjadi bentrokan paling keras antara anggota ASEAN, menguji komitmen historisnya terhadap non-agresi dan mendorongnya untuk terlibat.

Pasca adu tembak yang terjadi di perbatasan Thailand-Kamboja, berbagai upaya dilakukan kedua negara tersebut dengan menerbitkan pernyataan bila tidak akan melakukan hal yang sama dan menyepakati akan berusaha mendapatkan solusi terbaik bagi kedua belah pihak untuk menyelesaikan Sengketa Candi Preah Vihear dengan cara damai dan tanpa menggunakan kekerasan.

Konflik antara Thailand dan Kamboja merupakan konflik perbatasan dua negara yang cukup pelik dan nyaris tidak memiliki ketetapan akhir selama beberapa dekade. 

Konflik sebenarnya ialah Thailand maupun Kamboja mempunyai cara pandang yang bertentangan terkait dengan garis batas negaranya, terutama berkenaan dengan wilayah Candi Preah Vihear. 

Mendaftarkan Candi Preah Vihear menjadi situs warisan dunia UNESCO merupakan babak baru dalam hubungan keduannya. Penetapan Candi Preah Vihear menjadi situs warisan dunia tidak diterima dengan baik oleh Thailand.

Thailand menuturkan sengketa tersebut ada dikarenakan pemerintah Kamboja memakai peta pada masa jajahan Prancis di Kamboja dimana penentuan berdasarkan peta tahun 1904-1907 dianggap tidak sah oleh Thailand karena peta tersebut hanya dibuat dengan cara sebelah pihak oleh Prancis. 

Thailand percaya bahwa Candi Preah Vihear harus dimasukkan ke dalam kedaulatan Thailand jika batas Daerah Aliran Sungai yang benar digunakan untuk menentukan batas-batasnya.

Thailand juga berpendapat candi itu bukan kepemilikan Kamboja, karena kawasan itu bukan berdasarkan peta nyata di masa penjajahan Prancis. 

Lalu, Thailand juga mengasumsikan kepergian Prancis dari Kamboja juga mengakhiri kesepakatan peta batas yang dibuat pada masa penjajahan tahun 1904-1907. Karena batas-batas pada waktu menyimpang dengan garis batas Daerah Aliran Sungai yang diatur dalam Pasal 1 Perjanjian 1904. 

Pegunungan Dangrek adalah bagian dari area Candi Preah Vihear di Kamboja. Namun, dengan kemerdekaan Kamboja dan kepergian Prancis, menurut Thailand, perjanjian itu tidak berlaku lagi.

Persyaratan untuk mengatasi sengketa dengan damai awalnya dinyatakan di dalam Pasal 1 Konvensi untuk Penyelesaian Sengketa Damai, yang ditandatangani pada  18 Oktober 1907 di Den Haag, lalu dikukuhkan dalam Pasal 2 ayat (3) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa berkewajiban untuk menyelesaikan perselisihan internasional dengan cara damai dan selanjutnya Deklarasi Prinsip-Prinsip Hukum Internasional tentang hubungan persahabatan dan kerja sama antar Negara, diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 24 Oktober 1970. (A / RES / 2625 / XXV).

 Deklarasi tersebut menyerukan kepada semua negara untuk menyelesaikan perselisihan melalui cara damai sehingga keamanan dan keadilan internasional tidak terganggu. Penyelesaian damai ini merupakan hasil dari ketentuan Pasal 2 ayat (4) Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang mengatur bahwa negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dilarang menggunakan kekerasan dalam hubungan mereka bersama-sama.  

Pasal 33 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan bahwa semua pihak dalam suatu perselisihan yang  mengancam perdamaian dan keamanan internasional harus mencari penyelesaian melalui cara-cara damai yang mereka pilih. Beberapa organisasi regional memiliki prosedur atau mekanisme penyelesaian sengketa, seperti ASEAN melalui Treaty of Amity and Cooperation (TAC).

Dengan berlakunya Piagam ASEAN, menjadi permulaan bagi perhimpunan negara-negara Asia Tenggara. Piagam tersebut amat berguna untuk mempersatukan negara-negara di Asia Tenggara pada saat mengatasi pertikaian antar negara Asean dengan jalan yang lebih bersahabat dan memprioritaskan penyelesaian secara damai. 

Berdasarkan Pasal 1 Piagam ASEAN yang menyatakan bahwa merupakan kewajiban negara-negara anggota untuk menjaga keamanan, perdamaian, dan kemakmuran kawasan, ASEAN memiliki keharusan untuk ikut mencampuri sengketa Candi Preah Vihear antara Kamboja dan Thailand. 

Dengan meminta pertanggungjawaban kedua pihak untuk menjaga perdamaian regional. Tentunya hal ini harus dibarengi dengan implementasi aturan-aturan yang terdapat pada TAC sebagai penjunjang untuk menyadarkan kedua pihak yang bersengketa bahwa penting bagi semua pihak untuk menempuh jalur damai tanpa adanya kekerasan.

Keputusan UNESCO untuk mendeklarasikan Candi Preah Vihear sebagai warisan dunia mendapat respon buruk dari Thailand menyebabkan ketegangnya hubungan kedua negara terkait sengketa perbatasan di kawasan Candi Preah Vihear. 

Thailand dan Kamboja berada di bawah desakan internasional agar secepatnya menyelesaikan masalah ini. Thailand dan Kamboja berada di bawah tekanan internasional untuk menyelesaikan masalah dengan cepat. 

Dari diplomasi bilateral dan multilateral tingkat regional melalui ASEAN hingga proses multilateral internasional melalui PBB dan Mahkamah Internasional, berbagai cara penyelesaian sengketa perbatasan antara Thailand dan Kamboja telah diterima dengan baik. 

Awalnya, Thailand lebih memilih solusi bilateral untuk konflik ini, sementara pihak Kamboja meyakini bahwa ASEAN dan Mahkamah Internasional akan memainkan peran yang lebih aktif dalam menengahi konflik. Keterlibatan pihak ketiga untuk menyelesaikan sengketa pastinya akan mempengaruhi preferensi negara yang berkonflik.

Sebelum pihak ketiga mengintervensi dalam penyelesaian konflik di kawasan perbatasan Candi Preah Vihear, negara yang berkonflik harus berdialog terlebih dahulu. Negosiasi ini terbagi menjadi dua yaitu:

1. Negosiasi antara Perdana Menteri

Kedua negara yang bersengketa masing-masing mengirimkan perwakilannya pada 21 Juni 2008, dengan maksud untuk menyelesaikan perselisihan. 

Perwakilan dari Thailand adalah Perdana Menteri Samak Sundarajav, sementara perwakilan dari Kamboja adalah Perdana Menteri Hun Sen. Perundingan berlangsung di Kota Seam Reap di Kamboja Utara. Hasil dari negosiasi ini adalah kedua negara yang bersengketa setuju untuk menarik mundur militer mereka dari seluruh area Candi Preah Vihear.

 2. Perundingan antara Panglima Tertinggi Thailand dan Menteri Pertahanan Kamboja pada 18-19 Agustus 2008

Boonsrang Niumpradit merupakan panglima tertinggi Thailand yang melakukan dialog dengan Tea Banh yang menjadi Menteri Pertahanan Kamboja. Boonsrang diberi tugas oleh Perdana Menteri Samak untuk mewakili Thailand dalam pertemuan komisi perbatasan antara Thailand danKamboja. 

Tujuan dari pertemuan itu untuk membicarakan masalah perbatasan dalam usaha penyelesaian konflik. Namun, terjadi baku tembak antara militer kedua negara sebelum pertemuan berlangsung  pada 3 dan 15 Oktober 2008. Sehingga konflik ini tak terselesaikan atau tidak menjumpai garis akhir dalam proses bilateral.

Langkah berikutnya yang dilakukan Kamboja yaitu meminta peran ASEAN untuk mengakhiri konfliknya dengan Thailand. Setelah itu, Thailand dan Kamboja bertemu bersama di ASEAN Foreign Ministers' Meeting. Pada pertemuan tersebut, Thailand dan Kamboja sepakat untuk berpartisipasi dalam JBC Forum yang diadakan di Bogor pada April 2011. 

Hasil pertemuan tersebut adalah pengiriman tim pemantau ke daerah konflik. Perdana Menteri Kamboja Hun Sen menyambut baik keputusan ini. Sebaliknya, Menteri Pertahanan Thailand Prawit Wongsuwan menolak adanya tim pengawasan Indonesia atau intervensi eksternal.

Kamboja amat kecewa dengan hasil proses bilateral dengan Thailand. Terlebih keikutsertaan ASEAN dalam pengelolaan konflik yang terjadi belum menunjukkan perubahan  signifikan dalam hubungan antara Thailand dan Kamboja.

Sesudah itu Kamboja secara sepihak melaporkan konflik ini ke Mahkamah Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa, namun PBB menyerahkan kembali ke ASEAN sehingga mekanisme penyelesaian sengketa diselesaikan melalui proses regional. 

Pada tanggal 18 Juli 2011, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan keputusan yang menjelaskan bahwa perlu untuk menarik angkatan bersenjata kedua negara yang bertikai serta menghentikan baku tembak.

Kedua negara harus menerima keberadaan tim pengawasan Indonesia. Kedua negara juga berkewajiban untuk terlibat dalam proses rekonsiliasi dengan ASEAN dan menahan diri dari kegiatan atau tindakan yang akan meningkatkan situasi.

Sebuah putusan interpretatif oleh Mahkamah Internasional kemudian dikeluarkan pada tahun 2013 yang menyatakan bahwa Thailand harus menghormati wilayah Kamboja dengan menarik semua pasukan dari area Candi Preah Vihear. 

Thailand dan Kamboja juga didorong untuk bekerja sama melindungi dan menjaga Situs Warisan Dunia UNESCO, kedua negara dilarang melakukan tindakan yang dapat dengan sengaja merusak Candi Preah Vihear.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun