Pagi itu seperti biasa Andini berangkat kesekolah sendiri berjalan kaki. Berjalan menyusuri jalan kampung yang masih cukup sepi lalu lalang orang berkendara karena baru pukul 05.45 WIB hanya ada beberapa petani sempat berpapasan yang akan bekerja menuju sawah  , Andini  nikmati perjalanan sembari menghirup udara pagi dan pemandangan pesawahan yang berada tepat di samping sepanjang jalanan kampung yang dia lalui. Jalan yang Dia lewati tidak berbeda seperti biasanya tapi.. hari ini ada rasa yang aneh ketika ia berjalan tepat melewati salah satu rumah  hatinya merasa ada yang memperhatikan ketika berjalan seketika Andini berhenti dan menengok kebelakang tapi tidak ada seorangpun yang berjalan. Lalu Andini pun melanjutkan perjalanannya meskipun terbilang masih pagi tapi Andini tidak mau berleha-leha untuk berjalan karena perjalanan masih jauh belum lagi harus naik angkot untuk sampai kesekolah.
Tak terasa perjalanan yang Andini tempuh sudah hampir setengah jalan  menuju tempat angkot biasanya mangkal menunggu penumpang. Lagi-lagi ia merasakan kalau dia sedang diperhatikan oleh seseorang , tapi kali ini dia memilih terus saja melangkah dan ingin segera sampai di pangkalan angkot agar ada seseorang yang bisa membantunya jika sesuatu atau seseorang ada  yang berniat jahat padanya.
Dia sengaja mempercepat langkahnya sehingga suara seseorang akhirnya berhasil menghentikan langkahnya.Â
"Hei..Din antosan..(hai..Din tunggu). Suara seseorang memanggil Andini yang langsung menengok kebelakang karena dia mengenal suara itu dengan baik.
"Eh.. Aa..manawi teh te aya Aa di pengker. (eh saya kira tidak ada Kakak dibelakang). Jawab Andini
Ya seseorang yang dia kenal baik , seseorang yang namanya memiliki tempat istimewa di memori  bahkan di hatinya ya..dialah Agus yang sebenarnya jika menurut garis keturunan dari ayahnya  masih mempunyai hubungan kekeluargaan dengannya meskipun sudah sedikit jauh. Seseorang yang dia panggil A agus semata-mata karena memang lebih tua darinya bukan karena memiliki tempat istimewa dihatinya.
"Apa kabar..?tanya Agus sembari menyulurkan tangan dan senyum kepada Andini.
"Alhamdulillah sehat A ...kumaha samulihna? (Alhamdulillah baik bagaimana kabarmu).Jawab Andini sembari menerima uluran tangan Agus mungkin hanya beberapa detik saja kedua tangan itu bertaut karena Andini segera melepas tautan tangan itu dan langsung berbalik karena ada getar menjalar aliran darahnya sehingga dia rasa jantungnya terhentak dan berdebar tak karuan.
" Boleh jalan bareng kebetulan Aa mau jalan santai ke depan olahraga pagi?Agus meminta ijin
"Boleh A kenapa nggak boleh ini jalan umum silahkan Juga jika Aa mau boleh duluan jalan juga". Jawab Andini sambil memandang kedepan tidak berani memandang Agus karena ia tidak mau kalau Agus mengetahui merah pipinya karena menahan debaran yang bergemuruh di dadanya.
" Nggak ah.. Aa mau berjalan bareng sama kamu ga papa kan takutnya nanti ada yang marah melihat kita jalan berdampingan seperti ini". Agus sengaja menggoda gadis pemalu disampingnya yang sebenarnya dia sudah tahu ada rona merah dipipinya.
"Nggak akan ada yang marah kok Aa Cuma berjalan bareng lagian ini dijalan umum bukan pribadi jadi siapapun boleh melewati".jawab Andini sambil terus melangkah.
" Iya Aa tahu ini jalan umum tapi Aa kan nggak tahu barangkali gadis yang ada disamping Aa sudah ada pawangnya nanti dia marah loh...". Lagi-lagi Agus menggoda gadis pemalu disampingnya yang membuat dia semakin gemas.
"Nggak kok..siapa bilang aku sudah ada pawangnya aku masih sendiri ini buktinya aku berangkat sekolah sendiri ga ada yang ngajak bareng".jawab Andini yang kemudian menutup mulutnya dengan kedua tangannya menyadari apa yang sudah dia ucapkan.
Disisi lain hati Agus bak taman yang bunganya bermekaran indah mendengar jawaban sang gadis yang sebenarnya sudah menempati hatinya selama ini hanya saja dia menunggu waktu yang tepat untuk mengutarakannya.
"Oh..gitu biasa juga jawabnya dong nggak usah ngegas Aa kan cuma tanya kok malah sambil memberi pengumuman begitu". Jawab Agus dengan cekikikan
" Apanya pengumuman aku Cuma jawab aja kan memang benar dari tadi aku jalan sendiri ga ada pawang emangnya aku apa harus bawa pawang segala". Jawab Andini sedikit ketus sengaja dia lakukan untuk menutupi perasaannya.
"ya..sudah ayo lanjut jalan nanti kesiangan sampai sekolah karena ketinggalan angkot". Ajak Agus menyudahi pertikaian yang sebenarnya dialah yang merasa menjadi pemenang karena dia mendapatkan jawaban tentang apa yang menjadi kegelisahannya selama ini.
Kemudian mereka melanjutkan perjalanan tanpa ada pembicaraan lanjutan yang ada hanya sibuk dengan perasaan dan pikiran masing-masing yang saling berdebar ,sehingga tidak terasa sudah mau sampai di tempat pangkalan angkot.
"Neng..nanti pulang sekolah jam berapa Aa jemput boleh nggak?. Agus membuka pembicaraan ketika  semakin dekat ke pangkalan angkot.
"emm..oh nanti agak sore jam 3 baru selesai karena ada pengayaan nggak usah A terimakasih nanti repot cape kalau jemput neng, lagian nanti bisa bareng Dewi. Jawab Andini
"Ada yang mau Aa sampaikan tapi nanti saja pulang neng sekolah sekarang berangkat dulu takutnya kesiangan nanti pulang sekolah Aa jemput sekalian kita bicara ya..".jawab Agus sambil mengusap pucuk kepala Andini dan berlalu melanjutkan acara jalan santainya dengan senyum mengmbang terlukis dibibirnya yang sebenarnya pagi itu hanya modus untuk bisa berbicara dengan gadis pujaannya.
Sedangkan Andini seakan tersihir setelah pucuk kepalanya yang tertutup kerudung di usap sang lelaki yang selama ini dia kagumi sehingga saat ini dia berdiri mematung dengan mata membulat karena terkejut dengan aksi sang lelaki yang sudah berlalu meninggalkannya sampai suara sopir angkot menyadarkannya.
" neng bade naik angkotna moal bade berangkat ayena ieu".(neng mau naik angkot tidak mau berangkat sekarang  Panggil sang sopir
"eh.. mhun mang bade ". Andini segera masuk kedalam angkot dengan mengulum senyum di bibirnya kemudian angkot pun melaju.
Andini yang memilih duduk di jok paling belakang dan melihat kea rah kaca belakang tidak berhenti terus tersenyum mengingat kebersamaannya dengan Agus sehingga beberapa menit kemudian mereka beradu pandang ya..Andini dengan Agus beradu pandang hanya saja tehalang kaca angkot mereka saling melempar senyum sampai Agus yang sedang berlari santaipun tidak terlihat lagi seiring angkot yang Andini tumpangi melaju terus.
""Mungkin memang kita tidak pernah sekalipun menitipkan skenario jalan kehidupan kita pada sang pemilik waktu tapi  aku berharap hari ini episode tentang kita dimulai..."
Grt,270922
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H