Mohon tunggu...
Ai Sumartini Dewi
Ai Sumartini Dewi Mohon Tunggu... Guru - Humanis, pekerja keras, dan ulet

Hidup yang singkat hendaknya diisi dengan kegiatan yang bermanfaat baik bagi diri sendiri ataupun orang lain. Menulis merupakan salah satu kebermanfaatan hidup. Dengan menulis kita merekam jejak hidup dan mengasah otak supaya tetap tajam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menata Hati

25 Juli 2020   07:57 Diperbarui: 25 Juli 2020   07:52 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Lumayan sih De, paling satu jam perjalanan " Jawab Nur.

" Oh lumayan juga ya.. terus siapa lagi yang ikut? Tanyaku ke Nur.

"Kita aja De, kalau ngajak yang lain takut pada nggak mau kalau jauh." Ujar Nur sambil tersenyum.

" Gimana Da? Mau? " Tanyaku pada Ida.

" Iya hayu De, main aja biar tahu rumah leluhur Nur." Ucapnya. Lalu disepakati hari Minggu pagi-pagi Ida nyamper ke kostanku lalu  pergi ke rumah Nur baru pergi ke Banjaran. Dan kami pun bubar karena perkuliahan dimulai. Siangnya,  kami langsung pulang ke rumah masing-masing.

Minggu pagi-pagi aku sudah siap nunggu disamper Ida. Tak berapa lama Ida datang dan kami langsung meluncur ke rumahnya Nur. Di perjalanan Ida bilang kalau kang Wawan dengan temannya ikut. Saat kutanya kang Asep ikut atau tidak, Ida menjawab tidak karena ada acara di kampusnya. Aku tak bertanya panjang lebar dengan ucapan Ida tadi.

Sesampai di ruamh Nur sudah ada kang Wawan dan temannya yang bernama kang Ipul. Kamipun bersalaman dan langsung berangkat karena atanya takut macet di daerah moh. Toha. Kami naik kendaraan kang wawan. Kang wawan ditemani oleh kang Ipul dan kami bertiga duduk di tengah. Sepanjang perjalanan kami ngobrol. Ternyata teman kang wawan suka humor juga jadi nggak kaku. Aku  menikmati keindahan pemandangan sepanjang  perjalanan yang masih asri. Setelah satu jam perjalanan, kami sampai di rumah saudaranya Nur.

Kami turun dan menyapa mereka. Dan aku baru tahu ternyata itu rumah keluarganya kang Wawan. Tapi nggak banyak nanya , aku pikir itu bukan urusanku. Aku diajak berkelililing melihat balong dan pelataran sawah yang sejuk karena kebetulan tanaman padinya sedang hijau. Aku lebih disibukkan dengan jalan dari pematang ke pematang melihat tanaman lalaban. Sementara Ida duduk di dangau ditemani kang wawan.

Siang hari kami disuguhi makan liwet dan ikan bakar yang baru diambil  dari balong serta lalaban dari pinggir pematang. Kami makan dengan lahapnya sambil diselingi cerita kang Wawan masa kecil yang sering jatuh di pematang sawah serta serunya kalau lagi mancing ikan. Katanya seharian mancing dapatnya sebesar kelingking dan kami pun tertawa bersama.

Selepas solat duhur, kami berpamitan pulang. Sepanjang perjalanan kang Ipul terus ngobrol sambil bercanda. Sampai tak terasa perjalanan satu jam pun berlalu dengan cepat dan sampailah kami ke rumah Nur. Saat kami mau pamit pulang tiba-tiba kang Wawan menawarkan mengantar kami. Dan rejeki jangan ditolak, kami pun menyetujuinya. Hanya ada yang aku heran saat pulang Ida duduk di depan sedangkan aku duduk sebelahan dengan kang Ipul. Tapi aku nggak bertanya, ah mungkin biar seru aja.

Keesokan harinya kami kuliah seperti biasa. Mata kuliah Sastra dan kebahasaan sudah selesai saat Ida menghampiriku dan mau ikut ke kostanku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun