Hari terus berganti, roda kehidupan berputar pada porosnya, tahun pun berlalu. Kehidupan Ida sudah kembali normal seperti sedia kala. Dia sudah mulai melupakan orang yang pernah membuatnya terkapar rasa. Tidak terasa kuliah kami pun memasuki semester 3. Mata kuliah demi mata kuliah dituntaskan dengan baik. Sampai pada suatu hari Ida mengajakku main ke salah satu teman. Sebetulnya sih temanku juga, dan aku pun mengiyakannya. Aku pikir nggak apa-apa sesekali main agak jauh dari tempat kostanku hitung-hitung jelajah wilayah.
" De besok jadi ya pulang kuliah kita main ke rumahnya Nur?" Ida bertanya.
" Hayu, jauh nggak?" Tanyaku balik.
" Nggak, di Cibeureum, naik angkot dua kali kalau dari kampus." Kata Ida menjelaskan.
" Ok, bukan apa-apaa sih uang bekel aku udah menipis." Ujarku sambil cengar cengir. Maklum aku mahasiswa peraantau yang hanya dikirim uang oleh orang tuaku sebulan sekali dan itu pun hanya cukup untuk makan dan ongkos sebulan. Jadi aku sebagai perantau harus ekstra hemat kan?
" Hehehe udah mau akhir bulan ya." Ujar Ida sambil mengayunkan buku ke depan mukanya.
" Iya Da." Jawabku sekenanya.
" Tenang kan rumahku selalu terbuka untuk anak kost yang kehabisan bekal." Ujar Ida sambil tertawa dan aku pun ikut tertawa.
Aku memang sudah dekat juga dengan keluarga Ida. Kalau ada waktu libur atau mau mengerjakan tugas bareng pasti pergi ke rumahnya Ida di Cipedes. Dan tak berapa lama kami jalan menuju arah angkot untuk pulang ke rumah masing-masing.
Besoknya pukul 08.00 pagi aku sudah siap dan rapi. Kebetulan hari ini kuliah libur. Tak berapa lama Ida datang dengan membawa tentengan kantong plastik.
" Hai De, udah siap?" Sapanya dengan senyum yang khas.