Mohon tunggu...
Aisiyah Nur Azizah
Aisiyah Nur Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang penyuka tidur dan seni

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Pola Asuh Ciptakan Trauma 3 Generasi

17 Desember 2024   11:00 Diperbarui: 17 Desember 2024   11:00 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga yang sehat dan harmonis penting untuk perkembangan anak. 

Pola asuh adalah cara didik orang tua dalam mengarahkan anak-anaknya melalui aturan yang diberlakukan oleh cara pandang orang tua. Namun, pola asuh bisa berdampak negatif apabila diterapkan dengan cara tidak sehat dan penuh kekerasan. Bagi anak-anak yang menjadi korban pola asuh yang salah dapat menciptakan trauma bahkan dapat bertahan sampai 3 generasi. Hal ini terjadi karena pola asuh yang traumatis diteruskan dari orang tua ke anak, lalu ke cucu, bisa menciptakan siklus rantai yang sulit diputus.

1. Trauma di Generasi Pertama (Orang tua)

Pada generasi pertama, trauma bisa muncul akibat pola asuh yang keras, baik secara fisik dan psikologis. Kebanyakan pola asuh yang diterapkan oleh generasi ini bersifat otoriter, penuh kekerasan dan mengabaikan emosional anak. Pola asuh otoriter adalah gaya didikan yang cenderung keras, kaku, tegas dan membatasi kebebasan anak. Ciri-ciri nya seperti menuntut anak selalu menuruti perkataan orang tua, tidak membiarkan anak-anaknya bebas, terkekang oleh aturan dan larangan, serta memberikan hukuman fisik untuk mengendalikan perilaku anak. Pola asuh seperti ini dapat mengakibatkan anak merasa tertekan dan tidak dihargai. Anak-anak yang dibesarkan dengan pola asuh ini kemungkinan mengalami kerenggangan hubungan, gangguan kecemasan, dan bisa juga depresi. 

2. Trauma menurun ke Generasi Kedua (Anak) 

Ketika anak dari generasi pertama tumbuh dewasa, mereka akan membawa pengalaman trauma dan cenderung secara tidak sadar menerapkannya pada anak-anak mereka (generasi kedua). Meskipun mereka tidak ingin menyakiti anak-anak, trauma yang dimiliki dapat mempengaruhi pola asuhnya. Generasi kedua secara tidak sadar menerapkan pola asuh otoriter sehingga membuat anak-anaknya merasakan trauma yang mereka rasakan. Apabila trauma yang dialami oleh generasi ini tidak diatasi maka trauma akan terus tersalurkan ke generasi anaknya.

3. Trauma menurun ke Generasi Ketiga (Cucu) 

Trauma ini tidak berhenti di generasi kedua, dan seringkali diteruskan ke generasi ketiga. Cucu dari generasi pertama ini merasakan pola asuh secara tidak langsung oleh generasi pertama yang dilakukan generasi kedua. Karena pola asuh itu menyebabkan generasi ketiga mengalami kesehatan psikologis seperti kesulitan emosional, gangguan kecemasan, membangun hubungan yang tidak sehat hingga depresi. Hal ini terjadi karena pola pikir dan asuh orang tua dipengaruhi oleh trauma dari generasi sebelumnya. Bahkan bisa juga mempengaruhi cara interaksi mereka dengan anak-anaknya. 

Faktor yang dapat memperburuk siklus trauma ini adalah:

1. Ketidaktahuan

Penting untuk orang tua memiliki pengetahuan dan wawasan yang benar dalam mendidik anak. Setiap orang tua perlu belajar dan mengetahui cara mengasuh dan mendidik anak dengan baik dan benar. Orang tua harus bisa menentukan pola asuh yang tepat untuk mengarahkan anaknya agar dapat tumbuh menjadi karakter yang baik. Dengan ketidaktahuan, orang tua akan memperlakukan anak seenaknya, tidak menghargai emosional anak, dan mengendalikan perilaku anak sesuai perintahnya. 

2. Pengaruh sosial dan budaya

Lingkungan anak dibesarkan sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak secara fisik dan emosional. Perilaku anak-anak sebagian besar dipengaruhi oleh harapan dan tuntutan orang tua. Nilai-nilai dan cita-cita suatu budaya diturunkan ke generasi berikutnya melalui praktek pola asuh. Sehingga tidak asing lagi apabila anak dituntut untuk selalu sesuai dengan harapan orang tua. 

3. Kurangnya dukungan psikologis

Orang tua penting dalam mendukung psikologis anak. Beberapa orang tua akan merasa acuh tak acuh terhadap perasaan anaknya. Perlakuan orang tua terhadap anak ini dapat memberikan kontribusi yang besar sekali terhadap perilaku sosial, emosi, dan intelektual anak. Dengan memberikan kepedulian dan dukungan kepada anak, dapat membuat perkembangan emosional sang anak berkembang secara sehat. 

Pentingnya untuk menghentikan siklus trauma ini dimulai dari diri sendiri. Hal-hal yang perlu dilakukan :

1. Mendapatkan pendidikan tentang pola asuh yang sehat

Adanya pemahaman mengenai pola asuh yang sehat diharapkan orang tua bisa semakin bijak dalam memberikan pengasuhan pada anaknya. Orang tua dapat membantu perkembangan sang anak dengan cara merangsang kognitifnya. Seperti, menyediakan materi edukasi dan mengajak anak pada kegiatan edukasional. Dengan begitu, perkembangan anak dapat menjadi lebih optimal, baik dari segi intelektual, emosi dan psikologis. 

2. Membangun kesadaran tentang dampak pola asuh

Orang tua perlu menyadari dampak pola asuh yang mereka terapkan terhadap anak. Orang tua dan anak perlu berkomunikasi untuk memahami perasaan dan kebutuhan anak. Orang tua juga perlu untuk memberikan perhatian emosi dalam diri sendiri maupun anak. Perlunya kerjasama dari kedua orang tua untuk berhati-hati dalam mendidik. 

3. Mencari dukungan psikologis

Untuk mendapatkan pengetahuan dan mengenal anak lebih dalam, alangkah baiknya orang tua mengajak anak ke psikolog atau dokter anak. Psikolog atau dokter anak adalah perantara orang tua dalam mengenal anaknya lebih dalam. Dengan harapan orang tua dapat memahami sebab dari seorang anak berperilaku. Sehingga orang tua dapat berhati-hati dalam berbicara dan berperilaku kepada anak-anaknya. 

Kesimpulan

Kita sebagai generasi penerus, sangat mungkin untuk memutuskan siklus trauma 3 generasi ini dan membangun keluarga yang lebih sehat serta harmonis. Jaga anak-anak kita dari kesalahan yang bukan salah mereka. Mari bersihkan siklus trauma dan jaga kesehatan psikologis anak-anak. Dengan begitu, trauma 3 generasi ini dapat terputus. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun