Sahabat fillah..
Kenikmatan itu anugerah. Tapi berupa apa? Jika direnungi, kenikmatan itu bukan kasur yang empuk, tapi tidur yang nyenyak. Bukan rumah mewah, tapi kenyamanan hati di dalamnya. Bukan dapat uang lebih, tapi rasa syukur yang berkecukupan.
Maka lihat pula dari sisi yang sama kepada musibah. Musibah itu bukan kemiskinan, tapi hidup tanpa iman, bukan kehilang harta benda, tapi kehilangan kehormatan, bukan sedih dalam kesakitan, tapi bangga dalam kemaksiatan.
Dengan demikian anugerah itu tidak senantiasa di maknai berupa sesuatu yang nikmat, nyaman, mewah, dan indah.
Begitu pula musibah tidak senantiasa di maknai berupa sesuatu yang sedih, kekurangan, sakit, dan air mata.
Karena kasur yang empuk, makanan enak yang melimpah, kendaraan mewah yang nyaman, semua bisa menjadi sebuah musibah jika semua kenikmatan itu justru melalaikan kita dari Allah.
Dan sebaliknya, kesederhanaan, kekurangan, sakit, dan air mata, semua bisa menjadi sebuah anugerah jika semua yang kita alami dan rasakan justru semakin mendekatkan diri kepada Allah.
Ibnu Hazim rahimahullah berkata,
.
"Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah." (Jaami'ul Ulum wal Hikam, 2: 82)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,
.
"Sebuah musibah yang membuat dirimu menghadap kepada Allah, itu lebih baik dibandingkan dengan sebuah kenikmatan yang membuat dirimu lupa dari mengingat Allah."
[Jami'ul Masail, jilid 9 hlm. 387]
Maka suatu anggapan yang keliru apabila cobaan hanya dimakanai sebatas pada hal yang tidak mengenakkan saja.Â
Karena Allah subhanahu wa ta'ala dalam banyak ayat Al-Qur'an telah menegaskan, Bahwa nikmat dan kesenangan duniawi adalah merupakan ujian bagi hambanya, sebagaimana pula kesengsaraan hidup juga dijadikan cobaan.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,
 Â
"Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya) dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (al-Anbiya: 35)
Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
"(Makna ayat ini) yaitu: Kami menguji kamu (wahai manusia), terkadang dengan bencana dan terkadang dengan kesenangan, agar Kami melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang ingkar, serta siapa yang bersabar dan siapa yang berputus asa". [Tafsir Ibnu Katsir (5/342- cet Daru Thayyibah].
Ujian dan cobaan dalam hidup di dunia terkadang berupa kelapangan dan kenikmatan, namun terkadang juga berupa kesempitan dan musibah. Bisa berupa sehat maupuan kondisi sakit, bisa berupa kekayaan maupun kemiskinan. Seorang mukmin akan menghadapi ujian dalam dua keadaan : kondisi susah dan kondisi senang.
Selanjutnya bagaimana kita menyikapi kedua ujian itu ? Apakah ketika di beri nikmat membuat kita semakin lalai ? Atau justru ketika di beri musibah justru kita semakin taat ?
Semoga Allah Ta'ala memberikan taufik kepada kita sehingga kita dapat menjadi orang yang beruntung dimana pun posisi kita. Baik itu saat diberi berupa nikmat maupun musibah.
Barokallohu fiikum
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H