“Bagus, selamat ya... tapi,” aku menghela napas.
“Aku mau minta maaf, sering bercanda, keterlaluan. Terutama sering memanggil Teteh, Neng Pesek” sambung Rafi.
Aku membalas dengan senyuman.
“Sebenarnya, aku suka hidung Teteh. Lucu, bikin Teteh makin manis,” sambil menancapkan tatapan ke arahku, ”seperti teh manis, kesukaanku.”
Senyumanku semakin lebar.
“Aku ingin memandang hidung Teteh setiap hari. Saat bangun tidur, saat makan, saat akan tidur.”
Aku mengernyit, menebak arah pembicaraan ini. Disertai detakan jantung yang berdegup kencang.
“Teteh mau kan, ikut pindah?”
“What?” semakin tak mengerti.
“Maukah Teteh menjadi istriku? Agar dapat melihat hidung pesekmu setiap hari?”
“Maksudmu? Jangan bercanda, nanti aku akan berteriak, teriakan yang tak akan kamu lupakan selamanya” kujawab dengan ketus.