Suaraku tergugu, menahan segala perih.
"Kamu siapa?"Â
Jantungku seolah berhenti berdetak saat mendengar pertanyaannya. Erli menatapku, memberi sebuah senyum. Bibirku tidak mampu menjawab tanya, hanya air mata yang menjawabnya.Â
'Tuhan, sahabat yang dulu sebangku denganku tidak mengenaliku lagi,' rintih Sasha dalam hati.Â
Air mata semakin menggenang. Sasha memegang erat jemari pucat yang dihiasi jarum infus, mengusap kening Erli.
Suara Sasha masih tercekat, ingin bersuara tapi tak sanggup. Ada banyak batu besar mengganjal hatinya, yang kalau Sasha keluarkan akan menghasilkan tangisan pilu.
Â
"Kamu temannya Erli?"Â
Sebuah suara membuat Sasha menoleh.Â
"Iya, Om. Saya Sasha, teman Erli SMP hingga SMA. Semenjak lulus saya blm pernah menghubungi Erli. Maaf, Om. Baru hari ini bisa menjenguk Erli," tutur Sasha pedih.
Lelaki yang merupakan ayah Erli itu mengangguk, lalu menceritakan awal mula putri sulungnya diketahui sakit. Ayahnya menuturkan bahwa Sasha ini mengidap kanker payudara stadium IV, sudah lama dia menderita penyakit ganas ini. Hanya saja dia menyembunyikan, karena sang Mama juga sedang menderita penyakit yang sama.Â