Mohon tunggu...
Aisah Latif Mawarni
Aisah Latif Mawarni Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Akuntansi Universitas Negeri Yogyakarta

Saya Aisah Latif Mawarni, Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta. Selamat Membaca Email : aisahlatifma.aksigk21@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ubah Kebiasaan Ini apabila Ingin Sukses Jadi Mahasiswa Perantauan!

5 Juli 2022   16:50 Diperbarui: 22 Februari 2023   04:30 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mahasiswa merantau ke luar negeri (Sumber: Pixabay)

Melanjutkan ke jenjang perkuliahan, menjadi keinginan banyak orang, sampai-sampai rela untuk hidup di perantauan dan membuatnya menyandang status sebagai mahasiswa rantau. 

Kehidupan di perantauan, menuntut kita untuk siap menemui berbagai tantangan juga pengalaman yang menarik, yang tidak bisa didapatkan kecuali hanya dengan pergi merantau.

Salah satunya, momen nungguin transferan bulanan yang tak kunjung datang hehe, ngerjain sesuatunya sendiri, kita bakalan lebih  jauh mengenal diri kita, dan menjadi lebih handal dalam melihat masalah, membaca keadaan dan menyelesaikannya. Meskipun begitu, momen main berkedok nugas sama temen seperantauan, dengan asal daerah yang beda-beda awalnya emang jadi tantangan, tapi seruunya pun nggak akan terlupakan...

Di masa peralihan dari siswa ke mahasiswa, seringkali menjadi momen dalam mencari jati diri, untuk itu jangan sampai salah mengambil langkah, pergaulan menjadi faktor yang juga tak kalah penting. 

Menjadi mahasiswa perantauan, kita juga harus bertanggung jawab, dengan tujuan dan harapan cita yang kita bawa dari kampung halaman. 

Sudah seharusnya kita sadari, bahwa  gelar sebagai mahasiswa, tidak hanya semata-mata memperlihatkan bahwa seorang mahasiswa hanya untuk mengejar gelar akademik, memiliki ilmu yang mumpuni, kemudian setelah dinyatakan lulus, lalu mahasiswa fresh graduate melamar di instansi pemerintah atau perusahaan. 

Apakah cukup dengan itu saja?

Tentu saja tidak, mahasiswa ya mahasiswa yang berkualitas, tidak hanya akademik tapi juga non akademiknya harus okee. 

Tentu penting sekali fokus dalam menimba ilmu, namun dengan kita aktif dalam organisasi, sosialisasi, ajang perlombaan untuk mengasah bakat, keseimbangan pun akan dirasakan akhirnya lahirlah fresh graduate dengan kualitas mahasiswa yang unggul. 

Memangnya kenapa, jika mahasiswa hanya memprioritaskan salah satunya saja? Bukankah hidup harus punya prioritas?

Tentu, ungkapan bahwa “Hidup harus punya prioritas” bukanlah hal yang salah. Dalam tugasnya sebagai mahasiswa maka mahasiswa memang harus memprioritaskan kuliahnya namun bukan berarti menolak untuk melakukan aktivitas lain, seperti berorganisasi. 

Dengan adanya prioritas kita akan lebih fokus dan dengan adanya kegiatan di luar prioritas kita dapat belajar dalam memanajemen waktu sebaik mungkin untuk memaksimalkan keduanya. Kuliah bukan hanya sekedar jadi mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang-kuliah-pulang). 

Mahasiswa yang digadang-gadang sebagai “agent of change” atau “agen perubahan” ini harus bisa menjadi perintis, penggerak, penggagas sebuah perubahan pada kemajuan dunia, salah satunya dengan memperjuangkan hak-hak, memberdayakan masyarakat dan mengatasi permasalahan sekitar juga untuk Indonesia

Kemampuan dalam berorganisasi dan penggerak jiwa sosial dalam diri, tidak sepenuhnya bisa didapatkan di matkul perkuliahan, tapi kita perlu melatihnya melalui organisasi. 

Begitu pula sebaliknya, jangan sampai kita terlena dan meninggalkan prioritas kita sebagai mahasiswa untuk belajar, sampai-sampai rela mengorbankan waktu belajarnya untuk berorganisasi. Itulah kegagalan yang sesungguhnya “lupa dengan prioritas utama”.

“Usia mudamu memang sangat berharga, namun usia orang tuamu jauh lebih berharga!”

Dengan berada jauh di perantauan, untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, memang menjadi hal yang paling didambakan untuk meraih kemapanan hidup dan membahagiakan kedua orang tua tentunya. 

Di sana, kita akan menghabiskan waktu kita tanpa orang tua, tentu bukanlah hal yang sebentar dan itu akan teramat berharga saat beliau telah berhasil melihat kita memangku gelar kesuksesan atau saat dua pahlawan kita telah tiada, waktu akan jauh terasa lebih berharga. 

Untuknya, tak hanya sekedar mimpi, kebahagiaan kita semata yang harus kita capai tapi juga amanah dan kepercayaan mereka perlu kita pertanggungjawabkan. 

Jangan sampai masalah membuat kita lengah dan putus asa, sering sering kita me-refresh kembali pikiran kita dengan melihat jerih payah, dan perjuangan mereka untuk menyampaikan kita pada titik ini. 

Seringkali, kita dapati di laman-laman berita resmi dari universitas maupun pemerintahan, mahasiswa fresh graduate yang mampu memberikan kontribusinya bagi masyarakat dalam merealisasikan peranya sebagai “agent of change”, menjadi mahasiswa unggul dan sebagainnya. 

Banyak pula yang berasal dari mahasiswa perantauan,  tentu itu tidak luput dari ujian hidup, usaha bangkit, doa tulus dan manajemen waktu yang tepat mengarah pada masa depan.  

Ya, meskipun demikian tidak sedikit pula mahasiswa yang gagal dalam prosesnya. Untuk itu ada beberapa kebiasaan yang mengarah pada kegagalan, berikut tips yang penting untuk dihindari para mahasiswa perantauan: 

1. Hindari Aktivitas yang Tidak Produktif 

Di era digital yang ditambah dengan pasang surutnya pandemi yang sedikit banyak masih jadi parno buat para penduduk, membuat mereka menjadi enggan untuk beraktivitas terlalu banyak, mengundang sebuah kebiasaan baru, yang sering dipuja-puja sama kaum remaja. 

Apa sih? Apalagi kalau bukan “Rebahan” bahkan ada juga yang bangga bisa “rebahan” meski realitanya tugas udah setinggi gunung, dan sambat di medsosnya alih-alih “Gabut” padahal “Males ngerjain tugas”. Astagfirullah..

Belum lagi si medsos yang bikin alergi kalau nggak pegang semenit saja, yang realitanya emang jadi tuntutan zaman, yang apa-apanya serba online, tapi juga meningkatkan tingkat kecanduan buat para penggunanya. Jangan sampai, kita malah habisin waktu buat scrolling hal yang ngga manfaat di waktu yang harusnya bisa dimanfaatkan. 

Boleh saja, kita bermedia sosial, atau melakukan aktivitas-aktivitas yang kurang bermanfaat tadi, tapi dengan catatan buat sekedar ngilangin stres, bukan keterusan dan malah jadi kecanduan. 

Contohnya main games, nonton drakor, scrolling instagram atau bahkan rebahan, kalau biar lebih amannya, kita bisa jadiin kegiatan tersebut sebagai reward setelah kita berhasil menyelesaikan semua tanggung jawab kita guys.

2. Manajemen Waktumu dengan Tidak Menunda-nunda Pekerjaan

Manajemen waktu bagi seorang mahasiswa boleh dibilang harus jadi skill utama mahasiswa, kita harus bisa pintar-pintar dalam mengatur waktu kita, memberikan deadline pada tugas juga menjadi salah satu cara yang manjur dalam menyelesaikan tugas tepat waktu. 

Namun, banyak mahasiswa yang lebih merasa tertantang, dan jauh lebih bersemangat jika mengerjakan tugas mepettt dengan deadline dari kampusnya. 

Merepost dari postingan Instagram @sobatkampus, “Aku menunda mengerjakan tugas bukan karena malas, tapi karena otakku akan cosplay menjadi Einstein ketika deadline hampir tiba. Dan saat itulah aku bisa mengerjakan tugas sesulit apapun” ujarnya. 

Penulis sendiri, yang masih berstatus sebagai mahasiswa ini juga merasakan energi positif dengan mengerjakan tugas di waktu-waktu sempit menjelang deadline. 

Namun, tidak jarang terjadi saat kondisi pikiran sedang panik-paniknya malah jadi nggak selesai tepat waktu juga akhirnya kurangnya ilmu yang diserap pada mata kuliah tersebut. Jadi jangan ditiru ya guys..

Jangan sampai kita puas dengan nilai yang pas-pasan, karena terbatas waktu belajar dan menghabiskan waktu dengan hal-hal yang kurang manfaat, ngikutin mood atau manajemen waktu yang kurang baik, membuat kita kurang maksimal dalam memberikan asupan ilmu, juga memanfaatkan kemampuan dalam diri kita. 

3. Perilaku Boros di Perantauan

Bagi para mahasiswa yang berasal dari pedesaan, biasanya cukup takjub dengan gemerlap dunia perkotaan tempat belajar di perguruan tinggi. 

Semua fasilitas hampir lengkap tersedia, seperti pusat perbelanjaan, café, restoran, hingga tempat wisata. Hal-hal tersebut tentunya menjadi godaan tersendiri bagi para mahasiswa perantauan yang harus menghemat uang. 

Usahakan selalu berhemat, sebab terkadang sebagai mahasiswa perantau, akan ada pengeluaran tidak terduga. Seperti pembelian buku kuliah, paket data internet, hingga membayar bahan-bahan untuk praktikum yang kadang tidak di-cover UKT (Uang Kuliah Tunggal).

Apabila ingin meminimalkan pengeluaran, cobalah untuk memasak makanan sendiri dan membawa magic com atau heater dari rumah. Perlu adanya pertimbangan saat ingin membeli sesuatu. 

4. Menutup Diri dari Lingkungan Sekitar, Teman dan Lebih Fokus di Kosan

Maba yang biasanya masih malu-malu, apalagi kalau di kosannya masih sepi penduduk, seakan hidup bener-bener sendiri, tapi bukan malah mencari kenalan dan memilih untuk berdiam di kosan. 

Ada baiknya kita tergabung dalam organisasi atau forum mahasiswa sedaerah. Sebab selama di perantauan dan jauh dari orang tua, teman sedaerah yang akan bisa memahami kebiasaan adat, tradisi, dan budaya yang sama dengan kita. Merekalah adalah keluarga kedua yang akan membantu kita dalam keadaan terpuruk, misalnya saat jatuh sakit.

5. Kecanduan Jalan-jalan 

Namanya juga anak muda, kalau cerita soal kampusku yang ada di Yogyakarta dengan nuansa kota pelajar, icon malioboro, bangunan lama lawang sewu dan berbagai tujuan wisata religi, pendidikan, maupun budaya memang seringkali jadi pusat perhatian bagi para pelajar rantauan. 

Memang, tak selamanya dengan jalan-jalan memberikan kemudharatan. Dengan berkunjung di situs-situs tersebut dapat juga menghilangkan stres, menambah pengalaman, pengetahuan, sejarah dan sebagainya. 

Yang kurang baik adalah terlalu berlebihan dan terlalu sering, sampai-sampai rela bolos kuliah hanya untuk menyenangkan diri dengan alih-alih “kita juga butuh healinggg!!”

Perlu kita sadari dan tekankan bahwa “Sesungguhnya sesuatu yang berlebihan itu tidak baik” 

6. Mahasiswa Rantau Harus Mampu Self Reward

Untuk me-refresh juga memberikan pemulihan semangat pada diri, self reward perlu adanya. Seperti dengan memberikan hadiah, apresiasi pada diri sendiri atas apa yang dicapainya. 

Bisa dimulai dari hal-hal kecil, seperti mampu menyelesaikan tugas tepat waktu, mendapatkan IPK sesuai target, hingga hal-hal besar yang memang perlu diapresiasi. 

Apresiasinya pun tidak harus melulu dengan sebuah hadiah yang mahal, tapi dapat dimulai dari hal yang sederhana, seperti dengan melakukan hobi, scrolling media sosial, atau bahkan healing sebagai rewardnya.

7. Tidak Menutup Kontrol dari Orang Tua

Banyak orang tua yang menganggap bahwa anaknya yang berada di perantauan, sudah cukup dewasa untuk mengurus dirinya dan menjaga dirinya.

Padahal peran orang tua dalam mengontrol anaknya sangat diperlukan untuk memberikan pengarahan dan pengingat-ingat tentang tujuan. 

Seharusnya orang tua kian menyadari penting kehadirannya dalam memberikan bimbingan dan masukan, untuk melihat perkembangan anak, pergaulan dan faktor-faktor lain yang berkaitan dengan pencarian jati dirinya, supaya nantinya tidak terjerumus pada arus yang salah. 

Itulah hal-hal kecil yang sering diabaikan oleh mahasiswa baru padahal memiliki dampak luar biasa besar. Semoga kamu yang saat ini menjadi mahasiswa baru, bisa berhati-hati dan selektif memilih kegiatan. 

Sebagai mahasiswa kita harus memanfaatkan peluang belajar juga mengasah keterampilan melalui kegiatan kemasyarakatan, seperti menjadi relawan dan sebagainya untuk bekal di dunia kerja. 

Manajemen waktu pun perlu ditekankan sehingga mahasiswa rantau dapat dengan mudah mengatur jadwalnya.

Selain itu meningkatkan love self kepada dirinya, seperti kesadaran akan kesehatan, kesadaran akan keperluannya untuk beristirahat, pergi keluar untuk me-refresh pikiran yang mulai penuh, kesadaran akan mentalnya dan sebagainya. Semua dapat ia lakukan, namun dengan syarat harus tetap terkontrol. 

Mengembangkan potensi diri, dengan berpikir positif dan berkemauan kuat, untuk mengembangkannya di masa perkuliahan, karena masa tersebut adalah masa yang tepat untuk pengembangan diri. 

Beribadah juga menjadi pondasi penting dalam menempuh kehidupan di perantauan yang jauh dengan orang tua. Maka dari itu, tetap jaga komunikasi kalian dengan orang tua, karena hal itu dapat meningkatkan dan memberikan pengingat tentang tujuan awal kita, berjuang untuk membahagiakan mereka. 

Semangat Selalu dan Semoga Bermanfaat!

Referensi 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun