Tentu tidak bisa mempersalahkan media massa yang mengutip pernyataan publik, Bambang Soesatyo. Kenapa? Pertama, Bambang dalam kapasitasnya sebagai nara sumber, jelas. Dia anggota Komisi III DPR yang menggeluti bidang hukum. Kedua, ketika membuat pernyataan tidak bersifat khusus, tapi kepada banyak wartawan.
Memang, publik untuk beberapa saat mendapatkan informasi yang salah dan berulang. Lantas, bagaimana pertanggungjawaban terhadap pencemaran ruang publik? Sulit.
Ada satu jalan terobosan, itupun kalau ada yang ingin mencoba. Wartawan yang mendapatkan informasi dari nara sumbernya, lantas menyiarkan/memberitakan --- dan ternyata kemudian informasi itu merupakan kebohongan, melakukan gugatan hukum terhadap nara sumbernya.
Setidaknya, ada alasan yang bisa dijadikan untuk melakukan gugatan hukum? Merasa dirugikan nara sumber karena turut membantu menyebarkan informasi bohong.
Ini memang langkah yang sulit. Namun bukan berarti tidak bisa. Bila celah ini dilakukan, setidaknya, kedepan ruang publik bisa dikurangi tingkat pencemarannya. Nara sumber menjadi tidak sembarangan memberikan pernyataan yang tidak akurat atau jauh dari kebenaran. Yang pasti, kebohongan publik sangat berbeda dengan kritik atau analisis.
Kesehatan ruang publik perlu dijaga. Untuk menjaganya, itulah kemudian, verifikasi dan konfirmasi menjadi disyaratkan untuk sebuah berita, sebelum disiarkan atau diterbitkan. Utamanya informasi yang mengandung unsur tuduhan kepada pihak-pihak tertentu.
Dengan demikian, ruang publik tidak terbelah. Informasi kebohongan berjalan disatu sisi, sementara di sisi lainnya berjalan informasi dengan akurasi terpercaya. Lantas, kita mau kemana? Membuat sehat atau membiarkan tambah sakit. Sebab, media massa yang memiliki badan hukum, tentu tidak sama dengan sosial media, semacam akun twitter misalnya.
Sekadar catatan, kasus yang dikatakan Bambang Soesatyo bahwa Pemerintah Indonesia telah kalah melawan Hesyam - Rafat, masih tercantum dalam kelompok kasus yang terkena penundaan dengan nomor urut 118 dalam situs ICSID.
(@RM Zulkipli, Pemerhati Ruang Publik)
*Pendapat ini juga sudah ditampilkan di rubrik Pendapat di website Politikindonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H