Jika dahulu aspek perlindungan sosial seperti upah minimum, uang pesangon, dan uang pensiun menjadi hal yang mustahil bagi para pekerja di sektor informal, kini dengan hadirnya BPJS Ketenagakerjaan hal tersebut menjadi mungkin dilakukan.
Apalagi, jika mengingat kesejahteraan pekerja di sektor informal sangat tergantung dengan sejauh mana mereka bisa bekerja. Maka resiko-resiko seperti kematian, kecelakaan kerja, usia tua, akan sangat berakibat fatal bagi pekerja di sektor informal. Sebagai contohnya adalah para nelayan. Seperti diketahui, resiko yang harus dihadapi para nelayan selama melaut sangatlah besar. Dan resiko tersebut bisa kapanpun mengintai mereka.Â
Atau contoh mudahnya adalah seperti kisah pak Soleh. Di usianya saat ini yaitu 65 tahun, dia masih mampu mengais rezeki sebagai tukang ojek. Tapi akan menjadi pertanyaan, bagaimana kedepannya nanti, di saat usianya terus bertambah dan kondisi fisiknya menurun. Dari mana lagi dia akan mencari nafkah.
Contoh BPJS Ketenagakerjaan sebagai Solusi
Heru, seorang karyawan swasta di bilangan Jakarta Barat, menjadi salah satu pekerja formal yang tekah merasakan manfaat dari BPJS ketenagakerjaan.
Pada 2012, pria 35 tahun ini telah membeli rumah di daerah Bogor dengan cara KPR. Padahal, saat memutuskan membeli rumah waktu itu, dia sama sekali tidak memiliki uang untuk membayar uang muka.
Setelah mendapat informasi tentang program pinjaman uang muka rumah yang diberikan oleh BPJS Ketenagakerjaan, Heru kemudian mengurusnya dan dia mendapatkan pinjaman sebesar 20 juta rupiah. Dan dengan sejumlah uang tabungan yang dimilikinya, Heru kemudian melakukan akad kredit dengan pihak Bank dan mendapatkan rumah idamannya yang telah 3 tahun ini ditempatinya.
"Kalau tidak ada pinjaman dari Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan), mungkin sampai sekarang saya belum bisa memiliki rumah," demikian tutur Heru.
Cerita Heru ini mungkin tidak akan didapati oleh pekerja-pekerja di bidang informal yang ingin memilik rumah namun tidak mempunyai uang muka.
Tantangan
Hingga Oktober 2015, BPJS Ketenagakerjaan mencatat ada 19,034 juta tenaga kerja baik formal maupun informal yang menjadi peserta. Sementara dari perusahaan aktif, ada 275.888 orang yang menjadi peserta. Padahal menurut catatan BPJSÂ Ketenagakerjaan, ada 120 juta orang tenaga kerja di Indonesia saat ini. Dan jumlah 23 juta peserta pun menjadi target yang ingin dicapai BPJS Ketenagakerjaan pada 2016.
Memang, banyak tantangan yang harus dihadapi BPJS Ketenagakerjaan untuk memenuhi target tersebut. Dan tantangan yang paling utama ialah mengubah pola pikir, baik dari kalangan masyarakat pekerja maupun pemberi kerja.
Bagi para pemberi kerja, masih enggannya mereka menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, disebabkan karena mereka beranggapan membayar iuran adalah sebagai beban.