"Mimpi-mimpi itu sebenarnya hanya cara Allah untuk mengingatkan kalau kalian telah berbuat salah. Apapun alasannya, mencuri itu salah. Apalagi di bulan puasa ini," kata Ibu dengan sabar.
"Coba kalau kalian tidak dihantui mimpi-mimpi seram itu, pasti kalian tidak merasa takut dan bersalah karena mencuri milik orang lain."
"Nanti kamu bilang ke teman-teman untuk mengembalikan tebu curian kalian ke kebun Pak Firman lagi ya," saran Ibu sambil tersenyum.
"Iya Bu," jawab saya sambil tetap menunduk.
"Sekarang kamu berangkat taraweh. Baca doa selamat. Ibu yakin melalui permasalahan ini, Allah membuktikan kalau dia sayang kamu dan juga teman-teman kamu."
Seperti ada energi keberanian yang masuk ke tubuh, saya langsung mengambil sarung dan kopiah lalu bergegas ke masjid.
Dan aneh. Saat melintas di depan rumah Pak Firman, tidak ada rasa takut sedikitpun di diri saya. Bahkan saya berani berdiri sejenak di depan pagarnya untuk mengamati suasana rumah tersebut. Mata saya mencari-cari apa benar ada kuntilanak penunggu kebun ini.
Selepas taraweh, saya berjalan pulang bersama Bapak dan juga Pak Nana ketua RT. Sebenarnya, tanpa bersama mereka pun, saya berani pulang sendiri. Tapi karena teman-teman tidak ada yang taraweh, saya ikut pulang bersama mereka.
"Tadi anak bungsu Pak Firman datang ke rumah saya," kata Pak RT. "Mereka bilang akan merenovasi rumah tersebut sehabis lebaran. Mau ditempati katanya."
Saya pun berguman “Ternyata benar apa yang dikatakan oleh Ibu."
Â