Mohon tunggu...
Panji Arimurti
Panji Arimurti Mohon Tunggu... Lainnya - Britpop's lover

Britpop's lover

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Fruit Summit 2015, Buah Lokal Lebih Mahal, Tapi Berkualitas

28 Juni 2015   21:09 Diperbarui: 28 Juni 2015   21:09 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 dr. Grace Judio (kiri) dan Luthfiany Azwawie

SEBAGAI warga Jakarta yang menghabiskan masa kecil di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan, saya pernah menyaksikan para petani buah dengan menggunakan pikulan, berjalan kaki menuju Pasar Minggu menjual aneka buah segar hasil kebun mereka, setiap pagi. Buah-buahan yang mereka jual antara lain pepaya, pisang, jambu, dan buah musiman seperti mangga, rambutan, duku, hingga buah kecapi.

Memang, sekitar tahun 80-an hingga awal 90-an, Pasar Minggu menjadi sentra buah di Jakarta Selatan. Jika saya menemani Ibu saya berbelanja ke pasar, saya pasti melewati para petani tersebut yang berjejer menjajakan dagangan mereka sepanjang Jalan Raya Ragunan, Pasar Minggu hingga arah stasiun kereta api.

Dan karena memang terkenal sebagai sentra buah, Pasar Minggu pun masuk dalam lagu 'Pepaya, Mangga Pisang, Jambu'. Semua pasti masih ingat dan hapal dengan lirik lagu ini, 'Pepaya, mangga, pisang, jambu, dibawa dari Pasar Minggu. Di sana banyak penjualnya, di kota banyak pembelinya'.  

Tapi itu dulu. Seiring berjalannya waktu, Pasar Minggu saat ini tidaklah lagi menjadi sentra buah. Jika saya berkunjung ke rumah orang tua saya, sudah tidak saya lihat lagi jejeran petani buah menjajakan dagangan mereka. Selain memang di kawasan tersebut (Jalan Raya Ragunan) sudah dilarang dijadikan area berjualan, lahan-lahan kebun petani sudah tidak ada lagi. Selain itu, petani dan pedagangnya sudah tua-tua, bahkan tidak ada lagi.

Memang masih ada beberapa pedagang buah yang bisa ditemui dekat Stasiun Pasar Minggu. Namun, mereka bukanlah petani asal Pasar Minggu, melainkan pedagang pendatang. Buah-buahan yang mereka jual pun bukan lagi hasil pertanian wilayah Pasar Minggu, melainkan buah impor, seperti apel washington, apel fuji, anggur, dan jeruk sunkish yang mereka dapatkan dari Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur.  

Miris memang. Wilayah yang pernah menjadi sentra buah itu kini mulai tersisihkan. Buah-buahan lokal yang merupakan hasil kebun-kebun petani berganti menjadi buah-buah impor.

Memang, selain Pasar Minggu, masih ada daerah-daerah lain penghasil buah-buah lokal. Namun di tengah serbuan buah-buah impor, produksi buah lokal tetap harus ditingkatkan.   

Lantas apakah yang kemudian membuat buah-buah lokal menjadi kalah bersaing dengan buah impor? Soal harga yang lebih mahal dari buah impor atau soal kualitas?

"Memang, buah impor lebih murah karena ongkos pengiriman dan juga biaya untuk mengimpor buah lebih murah," terang Luthfiany Azwawie, Manajer Marketing dan Komunikasi PT Sewu Segar Nusantara, saat acara Kompasiana Nangkring bareng Sunpride yang digelar di Hotel Iblis, Jakarta, Sabtu 27 Juni 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun