Jadi peneliti? Hmm, dulu sama sekali tidak terpikirkan oleh saya. Saya lulus SMA dengan jurusan IPA pada tahun 2010. Namun, pada tahun yang sama saya tidak lolos Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Keinginan yang kuat untuk masuk universitas negeri dengan jurusan psikologi, membuat saya harus istirahat satu tahun. Mengambil bimbingan belajar khusus IPS, dan kembali mengikuti SNMPTN pada tahun 2011. Apa daya, saya masih tidak lolos SNMPTN tahun tersebut. Saya mencoba mengikuti ujian mandiri pada salah satu Universitas Negeri di Surakarta, mengambil dua opsi jurusan. Pilihan pertama yaitu Psikologi, dan pilihan kedua Pendidikan Sosiologi Antropologi.
Saya sama sekali tidak menyangka akan diterima pada jurusan kedua, yaitu Pendidikan Sosiologi Antropologi. Jujur jurusan itu sangat asing bagi saya. Tidak pernah terpikirkan oleh saya akan mempelajari pendidikan, sosiologi, dan antropologi. Apalagi saat SMA saya mengambil jurusan IPA.
Awalnya saya mengambil jurusan tersebut sebagai opsi kedua karena melihat biaya pendidikan yang lebih murah. Saya sempat berpikir, apakah saya salah ambil jurusan? Pernah bergejolak dalam diri untuk tidak melanjutkan ke tahap pendaftaran, tetapi saya sadar, itu satu kesempatan untuk dapat melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN), setelah berkali-kali gagal. Dan disitu awal perkenalan saya dengan dunia penelitian.
Penelitian Berkesan Membawa Kelulusan
Selama berkuliah, saya tidak hanya melakukan satu kali penelitian, tetapi melakukan beberapa penelitian. Penelitian mengenai kehidupan sosial, manusia, dan budaya. Saya mempelajari banyak hal dari Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi. Mempelajari bagaimana cara mendidik yang benar, mempelajari tentang banyak hal mengenai manusia dan kebudayaan.
Pikiran negatif saya yang awalnya ingin mundur, berubah menyukai jurusan itu, menyukai penelitian. Utamanya, penelitian kualitatif. Saya yang tadinya tidak mengenal apa itu sosiologi, apa itu antropologi, menjadi menyukai keduanya. Saya mulai sering melakukan analisa dan memiliki kemampuan untuk berpikir kritis tentang suatu fenomena dalam kehidupan.
Ada dua penelitian yang paling berkesan bagi saya. Pertama, penelitian mengenai antropologi agama, mempelajari salah satu kepercayaan di Jawa. Kedua, penelitian skripsi yang membahas mengenai tindak kekerasan fisik yang terjadi di lingkungan sekolah. Kedua penelitian ini menjadi penelitian yang tak terlupakan.
Pada masa kuliah, saya merasakan betapa sulitnya melakukan penelitian. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang relevan dan bagus, butuh waktu yang tidak sebentar. Berkali-kali mendatangi tempat penelitian, membaur dengan orang yang baru dikenal, bahkan harus berhati-hati dalam melakukan interaksi sosial.
Penelitian mengenai sosiologi dan antropologi lebih sensitif pada cara pandang seseorang mengenai sesuatu yang terjadi dalam kehidupan sosial. Hal ini akan sangat memengaruhi seseorang dalam memandang kehidupan. Yang paling berbahaya, apabila mengenai kepercayaan. Jika tidak berhati-hati, maka dapat mengubah mindset seseorang. Oleh karena itu, saya harus berpegang teguh pada kepercayaan. Namun, tak pernah membatasi diri untuk terus belajar.
Masih ingat betul dalam ingatan, bagaimana rumitnya penelitian skripsi yang saya lakukan. Sejak awal, tema penelitian merupakan gagasan dari dosen pembimbing. Penelitian skripsi saya sedikit berbeda dengan yang lain. Saya melakukan penelitian secara berkelompok bersama tiga orang teman. Jadi, total ada empat orang peneliti.
Penelitian dengan tema besar tindak kekerasan di sekolah dibagi menjadi beberapa tema kecil, kemudian dosen membaginya untuk dikerjakan oleh beberapa mahasiswa. Saya sendiri mengambil tema tindak kekerasan fisik yang dilakukan antar siswa di sekolah, tepatnya dengan judul “TINDAK KEKERASAN FISIK KALANGAN SISWA SEKOLAH MENENGAH ATAS TAHUN 2014/2015 (Studi Kasus di SMA Kota Surakarta)”.
Sebenarnya, saat semester enam, saya sudah meminta tolong pada dosen pilihan untuk membimbing skripsi yang nantinya akan dibuat. Semester tujuh, saya dan teman-teman memulai bimbingan skripsi. Penelitian ini mengambil responden siswa dan guru yang berasal dua SMA Negeri, dan dua SMA Swasta. Penelitian dilakukan pada total empat SMA di Surakarta.
Dikarenakan penelitian dilakukan lebih dari satu sekolah, saya dan teman-teman membutuhkan izin penelitian dari Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dikpora) Kota Surakarta untuk melakukan penelitian. Setelah izin didapatkan, kami segera memulai penelitian. Pengambilan data dilakukan melalui pengisian angket survei terhadap 70 siswa, Focus Group Discussion (FGD) dengan siswa, dan wawancara mendalam dengan para guru.
Untuk pengumpulan data, wawancara, dan FGD saya masih dapat melakukannya dengan baik. Kesulitan mulai dialami ketika masuk tahap pengolahan data, pemilihan dan pemahaman teori, serta melakukan analisa dari hasil penelitian yang sudah didapatkan.
Tahukah kamu? Penemuan hasil penelitian ini cukup mengejutkan. Ternyata, tindak kekerasan fisik ringan di kalangan siswa SMA pada waktu itu dianggap biasa. Hanya sebagai keisengan belaka yang wajar untuk dimaklumi.
Banyak siswa yang menjadi korban kekerasan fisik ringan memilih diam agar tak merusak pertemanan atau persahabatan. Laporan yang diterima guru rata-rata merupakan tindak kekerasan fisik berat. Sehingga, guru sendiri jarang mengetahui adanya tindak kekerasan fisik ringan yang terjadi di kalangan siswa. Ini menyebabkan langgengnya tindak kekerasan fisik ringan terjadi di sekolah.
Hal yang paling mengesankan bagi saya yaitu dapat melakukan penelitian mengenai sesuatu yang sangat menarik. Masalah bullying atau tindak kekerasan adalah masalah yang sangat sering terjadi di sekolah. Ini menjadi sesuatu yang unik dan sangat penting untuk diteliti bagi saya. Penemuan fakta yang saya dapatkan diharapkan dapat digunakan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya tindak kekerasan fisik ringan di sekolah.
Penelitian skripsi saya menjadi sesuatu yang tak terlupakan. Penelitian ini menjadi istimewa karena dilakukan bersama beberapa teman satu angkatan. Penelitian yang melibatkan adik-adik dan guru yang berasal dari masing-masing tempat kami mengajar dulu saat mengikuti Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di sekolah. Kami berhasil menyelesaikan skripsi dalam waktu berdekatan, sebagian dari kami lulus dan wisuda bersama, termasuk saya.
Melanjutkan penelitian? Rasanya ingin sekali, bahkan waktu itu ada keinginan dosen pembimbing untuk membuatkan sebuah buku dari hasil penelitian saya dan teman-teman. Sayangnya, setelah lulus, saya segera kembali ke Jakarta. Dan yang saya ketahui, bahwa dosen pembimbing saya saat itu telah diangkat menjadi Ketua Program Studi, sehingga makin sibuk. Saya tidak mengetahui kelanjutan dari hasil penelitian kami.
Dulu tidak terbayangkan saya menjadi peneliti selama kuliah. Meskipun penelitian itu hanya penelitian kecil yang dilakukan oleh seorang mahasiswa. Ternyata setelah mengalaminya sendiri, penelitian itu mengasyikkan, penuh tantangan, dan sesuatu yang sangat menarik dilakukan. Hasil penelitian pun diharapkan dapat bermanfaat bagi banyak orang.
Penelitian skripsi menjadi penelitian terakhir saya yang sangat berkesan, mampu membawa pada kelulusan. Saya lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Dapat segera memakai toga wisuda, dan membanggakan orangtua dengan lulus tepat waktu pada tahun 2015.
Walaupun saya tidak menjadi peneliti sekarang, tetapi saya masih menggunakan beberapa kemampuan untuk melakukan analisa dan berpikir lebih kritis mengenai banyak hal dalam kehidupan. Baik itu dalam dunia pekerjaan, dan kehidupan keluarga. Memandang dalam sudut pandang berbeda, sehingga menciptakan keharmonisan dalam kehidupan.
Ya, begitulah kisah sederhana saya tentang jadi peneliti. Berawal dari salah jurusan, berakhir menyukai penelitian. Setiap penelitian punya kisahnya. Selalu ada suka dan duka jadi seorang peneliti. Kalau kamu, bagaimana kisahmu saat melakukan penelitian? Yuk, berbagi cerita!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H