Ketika orangtua mulai masuk pada tahap lansia (lanjut usia), banyak hal yang berubah. Kulit semakin keriput, fisik orangtua makin rapuh, daya ingat juga sangat menurun. Tidak jarang dari lansia mengalami pikun atau demensia.
Saya akui, merawat lansia sangat tidak mudah. Walau hanya sesaat, saya pernah merawat nenek sebelum tiada. Sehingga saya mengetahui, butuh ketelatenan, kerelaan hati, kesabaran, dan banyak waktu yang harus turut kita relakan.
Selalu ada diskusi dalam keluarga, mengenai orang yang akan merawat orangtua saat lansia. Baik itu dari keluarga sendiri, atau meminta bantuan orang lain untuk merawat lansia di rumah.
Untuk kamu yang sedang tinggal bersama atau sedang merawat lansia, apalagi dengan risiko demensia, perlunya memahami hal ini!
Memahami Proses Terjadinya Pikun atau Demensia
Dalam Kompas.com (14/06/2024), dijelaskan bahwa penurunan daya ingat merupakan bagian normal dalam proses penuaan. Namun, jika orangtua mengalami kepikunan atau medisnya dikenal dengan demensia yang mengganggu aktivitas sehari-hari, ini perlu diwaspadai.
Misalnya, kondisi orangtua kesulitan melakukan sesuatu yang mudah seperti menyalakan kompor, menyebut nama benda, bahkan tak mampu mengancingkan baju atau berpakaian sendiri.
Dr.dr Gea Pandhita Sp.N, seorang dokter saraf dari RS Pondok Indah - Bintaro Tangerang mengatakan, hampir 80 persen pikun disebabkan oleh alzheimer, dan vascular demensia sekitar 5-10 persen yang terjadi karena gangguan aliran darah ke otak pada pasien pascastroke.
Jelasnya lebih lanjut, masih dalam berita Kompas.com (14/06/2024). Penurunan fungsi otak yang berlebihan pada lansia, menyebabkan mereka mengalami demensia.
Pada tahap awal, penderita alzheimer hanya lupa nama orang di sekitarnya, kemudian mulai lupa nama benda, lupa kosa kata, dan mengalami disorientasi waktu.
Orang dianggap sebagai penderita alzheimer, apabila mengalami tiga hal berikut. Pertama, penurunan fungsi kognitif atau daya ingat, penurunan kemampuan bahasa, hingga tak dapat mengambil keputusan. Kedua, tidak bisa melakukan pekerjaan sehari-hari yang tadinya mudah dilakukan mereka. Ketiga, mengalami gangguan perilaku atau emosional.
Kondisi kepikunan atau demensia yang parah, tentu tak bisa dianggap biasa. Merawat lansia dengan risiko demensia, memerlukan lebih dari sekadar perhatian sementara. Mungkin hampir sebagian besar waktu, akan kamu habiskan bersama mereka.
Tak jarang dari keluarga dan sanak saudara, mengalami perdebatan panjang. Guna memilih orang terpercaya yang akan merawat lansia dengan risiko demensia, atau sudah berstatus sebagai pengidap demensia.
Memahami proses terjadinya pikun pada lansia, perlu dipahami oleh semua orang dalam keluarga. Tidak hanya oleh orang yang merawat lansia saja. Supaya kita bisa mencegah penurunan daya ingat berlebihan pada orangtua, dan mengambil tindakan tepat dalam perawatan lansia.
Merawat Lansia dengan Suka Hati
Nenek saya termasuk orang yang sering mengasah ingatan di hari tua, mengisi TTS (Teka Teki Silang) menjadi kebiasaannya setiap hari. Seiring usia yang makin menua, daya ingat nenek pun tetap terus menurun.
Ketika nenek saya berusia 78 tahun ke atas, beliau mulai sering lupa nama orang di sekitarnya, tak jarang salah mengenal atau memanggil orang, termasuk cucunya sendiri.
Nenek termasuk orang yang suka bepergian jauh. Sejak tahun 2000 saya tinggal bersamanya, hampir setiap tahun nenek selalu meluangkan waktu bepergian ke Bandung, Solo, Klaten, Jakarta, Bekasi, Tangerang untuk mengunjungi adik, anak, dan cucunya secara bergiliran. Sekaligus, berjalan-jalan dan refreshing.
Agak lupa tepatnya tahun berapa, yang jelas saat itu nenek sudah hampir berusia 80 tahun. Nenek berpamitan pergi ke Bandung, main ke tempat adiknya seperti biasa. Bukannya tiba di Bandung, beliau tersesat entah kemana.
Bersyukurnya seseorang menemukan nenek, menghubungi salah satu anggota keluarga. Kami langsung menjemput, dan berterima kasih pada orang yang menemani nenek.
Sebenarnya, sejak nenek mulai sering lupa, kami sudah sering mengatakan untuk tidak bepergian sendiri. Yah, bagaimana lagi? Keinginan beliau masih ingin terus menjalankan aktivitas seperti biasa. Lupa, kalau kondisi fisik dan ingatan sudah berbeda.
Sejak itu, kami memutuskan agar nenek tetap tinggal di kampung ditemani bapak saya. Itu pun lebih dari sekali, nenek sering iseng bepergian sendiri di sekitar rumah, tetapi tak kembali ke rumah. Nenek lupa jalan pulang ke rumah, padahal jaraknya tak sampai 50 meter dari rumah.
Saat saya tahap penyelesaian skripsi, saya sempat pulang ke kampung. Di situ saya merasakan betapa sulitnya merawat lansia. Memandikan, menyuapi, hingga membantu beliau memakai pakaian, menggantikan bapak yang sedang sibuk.
Merawat lansia butuh hati yang bahagia. Merawat lansia dengan suka hati, tentu membuat lansia nyaman. Ini tidak hanya harus diterapkan pada lansia dengan risiko demensia, tetapi saat kamu merawat semua lansia.
Bukan hanya lansia yang harus kamu buat nyaman, kamu juga harus tetap memedulikan kebahagiaan diri sendiri. Kamu bisa menyempatkan diri melakukan aktivitas yang disukai di tengah kesibukan merawat mereka.
Pahami juga, seorang lansia dengan risiko demensia atau mengalami pikun yang parah, perlu diperhatikan keamanannya. Jika kamu masih bekerja, titipkan pada tetangga, atau orang sekitar rumah untuk bantu mengawasi saat kamu tidak di rumah.
Ketika mereka pergi ke luar rumah, bisa dibantu tetangga mengarahkan pulang ke rumah apabila lupa rumah. Lebih aman lagi, tidak membiarkan mereka benar-benar sendiri di rumah.
Kamu harus memperhatikan agar lansia tidak melakukan sesuatu yang berbahaya. Mereka sering lupa telah melakukan sesuatu, seperti menyalakan kompor atau memasak. Khawatirnya, lupa mematikan kompor, ini tentu berbahaya.
Memastikan lingkungan aman untuk mereka sebuah keharusan. Memastikan lantai tidak licin, memakaikan mereka pakaian yang nyaman, dan mudah digunakan seperti pakaian kancing jepret. Berikan makanan secara rutin, makan sedikit tak apa, yang penting sering. Kadang mereka lupa kalau sudah makan.
Taruh foto keluarga di kamar lansia, pajang foto keluarga di dinding rumah. Seringlah mengadakan kumpul keluarga. Sering berbincang bersama keluarga inti utamanya, seperti anak dan cucu, agar mereka terus mengingat keluarganya.
Mengenang masa lalu, dan membahas masa kini. Ingatkan mereka satu persatu anggota keluarga sesekali dalam beberapa waktu. Agar mereka tidak lupa pada anak dan cucunya.
Ajak mereka melakukan kegiatan menyenangkan yang ringan, seperti senam pagi, menonton video keluarga jika ada, menghirup udara segar di pagi hari. Ajak bermain kartu, merajut, bernyanyi dan bermain musik. Semua kegiatan ini membantu mereka mengolah daya ingat, dan perasaan. Hal ini senada dengan beberapa informasi yang disampaikan oleh dr. Tara P Sani dari Alzheimer's Indonesia dalam CNN Indonesia (24/09/2016).
Kamu juga perlu memeriksakan kesehatan lansia setiap tahun. Jika diperlukan, kunjungi dokter ahli saraf atau yang mengetahui tentang demensia, untuk mengetahui apa yang harus dilakukan dalam merawat lansia dengan risiko demensia.
Saya tidak bisa mengatakan nenek mengalami demensia karena tidak pernah diperiksakan ke dokter. Hanya saja dari yang saya tahu, nenek sudah sering lupa jalan pulang, lupa nama tempat, bahkan tidak mengingat rasa mulas saat ingin buang air. Kemampuan fisik dan daya ingatnya sudah sangat menurun.
Oleh karena itu, bapak memilih di rumah saja setahun terakhir sebelum kepergian nenek, agar terus menemani nenek di rumah. Tidak terpikirkan, secepat itu nenek pergi meninggalkan kami selamanya.
Melelahkan, tentu saja. Tidak ada yang mudah dalam merawat lansia. Keikhlasan dan kesabaran benar-benar diuji di sini. Dibalik itu, ada rasa senang tiada tara bisa menemani orangtua di masa senja.
Buat saya, kesempatan langka bisa ikut merawat nenek walau hanya sesaat. Kesempatan belajar merawat orangtua setelah lansia kelak. Juga menjadi kesempatan berharga melihat nenek tersenyum, bercanda, dan tertawa bersama nenek, sebelum nenek dimakamkan tahun 2016.
Inilah hal yang perlu kamu pahami untuk merawat lansia, utamanya lansia dengan risiko demensia. Kalau lelah, hibur dirimu. Jangan mengeluh, ini akan memperburuk suasana hatimu dan mempengaruhi suasana hati lansia yang kamu rawat.
Ingatlah, usiamu masih panjang, tetapi kesempatan untuk bersama mereka hanya bisa kamu rasakan sebentar. Saat mereka pergi, kamu hanya bisa mengenang mereka. Jangan sia-siakan waktu dan kesempatan yang kamu miliki. Luangkan waktumu untuk berbahagia bersama orangtua, nenek, dan kakekmu saat lansia!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H