Mohon tunggu...
Airani Listia
Airani Listia Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga dan Freelance Content Writer

Mantan pekerja yang sedang sibuk menjadi emak-emak masa kini. Hobi menyebarkan kebaikan dengan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Menunda Pernikahan Bikin Hidup Lebih Bahagia, Kok Bisa?

17 Juli 2024   14:37 Diperbarui: 18 Juli 2024   08:16 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pernikahan I Sumber: pexels.com/Luis Quintero

Sering gak kamu ditanya orangtua, “kapan bawa calon ke rumah?” Atau mungkin orangtua langsung bertanya, “kapan nikah?”. Aduh, rasanya pasti makjleb banget. Lalu, dengan santai kita akan menjawab, “nanti juga dikenalin, Ma.”

Menunda pernikahan oleh kaum milenial dan gen Z sudah lumrah sekarang. Pasti tetap ada perbedaan pandangan, orangtua tetap menginginkan anaknya segera menikah. Asyiknya, perempuan muda kini selalu punya cara jitu untuk menjelaskan pada orangtua. Setidaknya, sedikit berkurang pertanyaan ‘kapan nikah?’.

Dalam berita Kompas.com (19/03/2024), berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), dari 65,82 juta penduduk dengan kategori pemuda (rentang usia 16-30 tahun pada 2022), sebanyak 68,29 persen belum menikah. Wah, presentase yang cukup besar.

Data tersebut menunjukkan banyaknya anak muda zaman sekarang yang memilih untuk menjomblo sementara. Sampai pada usia tepat menurut mereka, untuk masuk pada dunia baru, yaitu pernikahan dan berumah tangga.

Nah, sudah tahu belum? Ada penelitian yang menyebutkan, menunda pernikahan bisa bikin hidup lebih bahagia dan minim depresi, lho. Penasaran? Yuk, simak di sini!

Hasil Penelitian Journal of Family Psychology

Sebenarnya, saya tidak sengaja membaca di salah satu status feed instagram media, mengenai hasil penelitian ini. Saya sangat penasaran, langsung saya cari sumbernya. Dan ternyata, fakta menarik saya dapatkan.

Penelitian yang berkaitan dengan pernikahan tersebut dilakukan oleh University of Alberta, Kanada. Diterbitkan dalam Journal of Family Psychology berjudul ‘Better late than early: Marital timing and subjective well-being in midlife’, hasil penelitian dari Matt Johnson, dkk (2017).

Apa sih fakta menariknya? Hasil survei menunjukkan bahwa mereka yang menikah di usia tepat waktu atau terlambat, lebih sedikit mengalami gejala depresi saat usia paruh baya, dibandingkan mereka yang menikah di usia muda atau menikah dini. Hasil ini diperoleh dari 405 orang dewasa Kanada yang disurvei di akhir sekolah menengah (18 tahun), dan di awal usia paruh baya (43 tahun).

Lebih lanjut dijelaskan dalam National Geographic Indonesia (16/03/2018), Johnson mengatakan bahwa orang menikah di usia yang tepat, membuat mereka mendapatkan penerimaan sosial dari keluarga dan teman. Sehingga, lebih mudah dan tanpa beban menjalankan transisi kehidupan.

Orang yang menikah terlalu awal atau di usia sangat muda, lebih mudah tertekan karena memulai kehidupan keluarga lebih awal. Namun, Johnson juga menambahkan, menunda menikah dalam waktu yang lama tidak menjamin bebas risiko.

Hasil penelitian ini menurut saya sejalan dengan pandangan milenial dan gen Z sekarang. Banyak dari mereka, termasuk saya sebelum memutuskan menikah, ingin menikmati masa muda dahulu. Menikmati hasil kerja sendiri, bersenang-senang bersama teman, membahagiakan orangtua sebelum berkomitmen lebih jauh dengan pasangan.

Usia Tepat Pernikahan Happy Minim Depresi

Mengapa menikah di usia tepat pernikahan menjadi happy dan minim depresi? Yuk, coba pikirkan!

Orang yang menikah terlalu muda, kemungkinan tidak mendapatkan pendidikan yang seharusnya mereka terima di kehidupan pada usia dewasa. Sehingga, sebagian dari mereka, belum siap menjalani kehidupan keluarga.

Saya tidak menyebutkan, menikah muda sebuah kesalahan. Semua orang tetap memiliki hak untuk memilih. Usia muda kalau cara berpikirnya sudah matang dan dewasa kenapa tidak?

Sayangnya, kebanyakan orang yang menikah di usia terlalu muda, tidak bisa menikmati masa mudanya. Terlalu dini memiliki anak, sehingga pada usia yang seharusnya mereka masih menikmati peralihan masa remaja menuju dewasa, sudah mendapatkan tanggung jawab yang besar.

Kita sangat paham, anak tidak hanya butuh dinafkahi secara fisik saja, tetapi juga harus dididik dan dirawat dengan baik. Ini sangat tidak mudah, saya yang menikah di usia 26 tahun saja, masih harus beradaptasi dengan tanggung jawab baru. Butuh waktu tidak sebentar, untuk saya terbiasa menjadi istri dan seorang ibu.

Menikah di usia tua atau agak terlambat, juga tetap memiliki risiko depresi. Walau tidak banyak dari mereka, yang mengalaminya menurut hasil penelitian di atas. Hal ini karena dalam kehidupan selalu ada masa transisi, dimana kita sebagai pasangan dan orangtua, akan selalu menghadapi problematika hidup.

Entah itu karena perbedaan pendapat, masalah ekonomi, hal-hal yang mungkin saja tidak kita ketahui terjadi di masa mendatang. Masalah akan selalu ada dalam kehidupan, kita yang harus menemukan solusinya dan menghadapi dengan elegan. Tidak mudah memang, terpenting kita jalani dengan senyuman!

Bagaimana menikah di usia matang, tidak membuat happy dan minim depresi? Semuanya sudah disiapkan dengan matang, sehingga keluarga makin bahagia, gak cuma soal materi saja.

Kalau ditanya, usia berapa sih sebenarnya dibilang usia yang tepat atau ideal untuk menikah? Menurut Ketua BKKBN, Hasto Wardoyo pada berita Kompas.com (26/12/2022), usia ideal perempuan menikah sebaiknya minimal usia 21 tahun, sedangkan untuk pria minimal 25 tahun.

Saran BKKBN tentang usia minimal tersebut berkaitan dengan kesehatan perempuan pada rentang usia tertentu untuk hamil, dan melahirkan. Selain itu, juga berkaitan dengan kesiapan mental, dan pengetahuan tentang keluarga.

Lantas, apakah usia lebih dari itu sudah kedaluwarsa? Tidak ada yang namanya usia kedaluwarsa untuk menikah. Jodoh tidak ada yang tahu datangnya kapan.

Yuk, siapkan mental, pendidikan, dan dirimu untuk menikah di usia yang tepat. Tak perlu buru-buru, nikmati masa mudamu dengan aktivitas bermanfaat. Jadilah perempuan berdaya, pria terus berkarya, kehidupan makin sejahtera!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun