Mohon tunggu...
Airani Listia
Airani Listia Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga dan Freelance Content Writer

Mantan pekerja yang sedang sibuk menjadi emak-emak masa kini. Hobi menyebarkan kebaikan dengan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menunda Menikah Jadi Tren, Apa Alasannya?

16 Februari 2024   17:34 Diperbarui: 23 Februari 2024   20:09 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pernikahan I sumber: pexels.com/Ivan Samkov

"Mana calonnya? Ayo, kenalin sini!"

Beberapa teman seumuran saya yang masih belum menikah sering mendapatkan pertanyaan itu. Saya pun kadang tidak sadar, bertanya hal yang sama pada mereka. Bukan maksud menyindir, tetapi lebih pada perasaan khawatir karena mereka tak lekas memiliki pendamping hidup.

Sebagai teman, saudara, dan orang yang dituakan, melihat seorang perempuan atau laki-laki yang berusia hampir mendekati 30 tahun belum menikah, saya rasa sangat wajar memiliki perasaan khawatir. Apalagi mereka bagian dari orang yang sangat dekat dengan kita.

Saya pernah menyaksikan seseorang yang hidup seorang diri di usia hampir senja, tidak menikah atau memiliki anak. Kasih sayang pada keluarga yang belum mendapatkan pasangan pada usia yang sudah terbilang matang, membuat kita turut peduli.

Namun, mereka memiliki kehidupan sendiri. Beberapa orang memang sengaja menunda menikah, ada juga yang sedang berusaha tapi apa daya belum menemukan pasangan atau jodoh. Sebenarnya apa sih alasan sebagian orang menunda menikah?

Alasan orang menunda menikah

Tren menunda menikah merupakan hal umum di beberapa negara tetangga, seperti Cina, Korea, dan Jepang. Tren ini juga sudah mulai masuk dan berkembang di Indonesia.

Seorang Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS), Drajat Tri Kartono saat dihubungi tim Kompas.com (05/02/2023), menjelaskan bahwa ada beberapa alasan yang menjadi penyebab orang enggan atau menunda pernikahan.

Pertama, masih ada keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ini juga menjadi salah satu alasan orangtua saya meminta menunda pernikahan hampir lima tahun silam. Keluarga saya termasuk keluarga yang mementingkan pendidikan.

Dulu masih ada keinginan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2. Ya, siapa sangka pada tahun 2019 saya justru menikah.

Usia saya saat itu tidak terlalu muda, hampir memasuki usia 27 tahun. Kebanyakan generasi sekarang, menginginkan karir yang bagus. Tentu, salah satu syaratnya minimal sarjana. Walaupun belum tentu, semua sarjana bisa sukses dalam hidupnya.

Kedua, Drajat mengungkapkan, sebagian orang menganggap pernikahan hal yang rumit. Terlalu nyaman bekerja, lebih nyaman hidup mandiri, sehingga tidak memikirkan pernikahan.

Menurut saya, ada benarnya hal tersebut. Pernikahan hal yang sakral, hubungan yang rumit antara laki-laki dan perempuan. Memahami pasangan, mengasuh anak bukan hal yang mudah. Bagi sebagian orang, hal ini mungkin sangat rumit, sehingga mereka memilih menunda menikah sampai siap untuk menjalaninya.

Ketiga, menghindari konflik. Selalu ada permasalahan dalam pernikahan, mungkin tidak ada habisnya. Permasalahan itu yang membuat pernikahan terlihat lebih hidup, dan pasangan semakin dewasa.

Namun, bagi orang lain, konflik hal yang seharusnya dihindari. Banyak dari orang yang menunda menikah, mungkin memiliki masa lalu yang membuat mereka melihat pernikahan sebagai sesuatu yang cukup menakutkan. Tidak ada yang menginginkan pertengkaran atau cekcok rumah tangga, tetapi hal ini tetap akan terjadi dalam pernikahan.

Keempat, menunda menikah karena belum siap secara ekonomi. Ekonomi bisa menjadi salah satu alasan menunda menikah. Siapa coba yang ingin hidup susah? Pasti semua orang, apalagi orangtua, menginginkan kita hidup bahagia dan berkecukupan.

Beberapa orang berpendapat bahwa kesiapan materi sangat penting bagi kelangsungan kehidupan pernikahan. Setidaknya, seorang laki-laki harus bertanggung jawab pada istri dan anak kelak. Memiliki sumber penghasilan untuk menafkahi keluarga.

Ada pula orang yang merasa nyaman hidup sendiri. Merasa sudah nyaman dengan kehidupan yang sedang berjalan saat ini, mempunyai jabatan bagus, karir bagus, keuangan terjamin. Merasa belum memerlukan pendamping.

Di sisi lain, ada orang yang masih berusaha mencari pasangan. Mematok beberapa kriteria orang yang cocok untuk menjadi pasangan hidup. Ada yang tak memiliki kriteria, tetapi calon terlanjur minder karena merasa si dia terlalu tinggi. Juga ada yang masih memikirkan orangtua dan keluarga, sehingga memilih untuk menunda menikah.

Pernikahan tertunda tak melulu karena tidak siap atau tidak laku. Banyak alasan yang menjadi penyebab orang belum menikah atau sengaja menunda pernikahan.

Fakta mengenai pernikahan di negara tetangga

Antara News (21/09/2020), membeberkan fakta mengenai banyaknya masyarakat Jepang yang memilih hidup tanpa pasangan, mengakibatkan rendahnya angka kelahiran di negara Jepang. Merasa nyaman melajang, dan tidak sanggup memiliki keluarga karena biaya berat yang harus ditanggung.

Pemerintah Jepang membuat sebuah program dukungan pengantin baru di beberapa kota sebagai solusi. Dimana setiap pasangan baru yang menikah di Jepang akan menerima hingga 600.000 Yen (mencapai 85 juta rupiah).

Kenyataan ini yang perlu kita ketahui, di mana pernikahan menjadi hal penting yang mempengaruhi kelahiran penerus bangsa. Drajat menambahkan pada Kompas.com (05/02/2023), rendahnya keinginan untuk menikah dapat menyebabkan lesunya ekonomi di Indonesia. Menyebabkan fungsi dan peran sosial sebagai keluarga di masyarakat terganggu.

Apakah menunda menikah salah?

Menunda menikah bukan hal yang salah, setiap orang memiliki hak atas kehidupannya masing-masing. Apabila ingin mempersiapkan pernikahan dalam waktu yang tidak sebentar, itu sah saja.

Artinya, saat menikah sudah mengerti kewajiban dan tanggung jawab, mengerti komitmen yang harus dijaga, mengerti hak yang harus diperoleh.

Tidak harus pada usia yang matang, bukan usia yang menentukan siap atau tidaknya seseorang untuk menikah. Kesiapan mental dalam menjalani hubungan pernikahan kelak yang mempengaruhi kebahagiaan pernikahan.

Wajar jika kita dan orangtua menginginkan calon pasangan yang terbaik. Menginginkan kehidupan yang terjamin di masa mendatang. Semua tidak instan, butuh waktu dan proses untuk mendapatkan pasangan yang mau menemani sehidup semati.

Butuh rasa saling percaya, kecocokan, dan kasih sayang yang mengikat antara pasangan sebelum menikah. Butuh waktu untuk saling mengenal keluarga karena pernikahan mempersatukan dua keluarga yang bisa saja sangat berbeda.

Menikah bukan karena tuntutan, tetapi karena kamu sudah menemukan pasangan yang tepat. Menikah bukan karena usia, tetapi karena kamu sudah siap menjalani kehidupan rumah tangga. Menikah untuk saling memahami dan melengkapi, bukan menikah karena menginginkan kesempurnaan.

Tidak ada pernikahan yang sempurna, kita yang membuat pernikahan itu indah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun