Pernahkah kamu menerima kata-kata yang tidak biasa di media sosial seperti ini?
"Kok kamu kurus banget? Jelek jadinya!"
"Duh, gak pernah perawatan sih, gimana suami betah di rumah?"
Atau untuk anak remaja, mungkin sering mendapat komentar di media sosial seperti ini.
"Muka kayak gitu, mending gak usah pasang foto profil!"
"Kamu mau jadi penyanyi? Lihat dulu tubuhmu yang gemoy!"
"Miskin aja banyak gaya?!"
Perkataan itu, bagi sebagian orang dianggap sebagai lelucon. Bercanda sebagai bentuk hiburan orang di sekitar atau selingan hanya untuk membuat tertawa beberapa orang.
Namun, pernahkah kamu berpikir bahwa perkataan itu menyakiti orang yang dijadikan bahan lelucon? Pernahkah kamu merasa perkataan itu tidak pantas untuk diketik dengan jarimu di media sosial?
Sejak zaman dulu, perundungan atau bullying sudah ada di sekolah. Penindasan terhadap anak yang terlihat berbeda, peristiwa pemalakan oleh senior pada junior di sekolah. Kini bullying makin parah, banyak orang menyalahgunakan media sosial sebagai tempat bullying, atau dikenal dengan cyberbullying.
Melihat data cyberbullying terbaru
Pada Februari 2020, UNICEF membuat laporan mengenai perundungan di Indonesia. Hasilnya, didapatkan fakta sebanyak 45% dari 2.777 anak muda di Indonesia berusia 14-24 tahun pernah mengalami cyberbullying pada jajak pendapat di U-Report. Sebanyak 49% pelaporan dilakukan oleh anak laki-laki dan 41% pelaporan dilakukan oleh anak perempuan.
Dari 1.207 responden U-Report yang mengaku menerima perundungan atau bullying, cyberbullying atau perundungan melalui media sosial paling banyak terjadi. Jenis cyberbullying terbanyak yaitu 45% pelecehan melalui aplikasi chatting, sebanyak 41% penyebaran foto atau video pribadi tanpa izin, dan 14% jenis pelecehan lainnya.
Kemudian, dalam berita tribunnews.com (01/02/2023), sesuai informasi hasil penelitian Center for Digital Society (CfDS) pada Agustus 2021 bertajuk Teenager-Related Cyberbullying Case in Indonesia yang dilakukan pada 3.077 siswa SMP dan SMA usia 13-18 di 34 provinsi di Indonesia.
Total 1.895 siswa atau setara dengan 45,35% mengaku pernah menjadi korban cyberbullying, sedangkan 1.182 siswa atau setara  38,41% lainnya menjadi pelaku. Data yang cukup mengejutkan, artinya sampai tahun 2021 cyberbullying masih berada di angka sekitar 45%. Dalam keterangan lebih lanjut, beberapa platform yang sering digunakan untuk kasus cyberbullying antara lain WhatsApp, Instagram, dan Facebook.
Bukan berarti tidak ada usaha pemerintah dan nasional untuk mengurangi cyberbullying. Nyatanya, dalam keterangan Laporan Tahunan 2022 UNICEF Indonesia sebanyak hampir 160.000 remaja dengan 66% terdiri dari remaja perempuan telah terlibat dalam pencegahan perundungan. Mereka membangun inovasi serta kemampuan advokasi untuk isu kesehatan mental dan aksi iklim.
Sudah banyak buku literasi digital yang diterbitkan. Sudah banyak guru, instansi, dan kementerian yang terus menyuarakan mengenai kecakapan bermedia sosial, etika dalam menggunakan media sosial, dan penguatan pentingnya kesehatan mental. Banyak juga program yang terus digencarkan baik pihak swasta dan pemerintah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya cyberbullying.
Terlepas dari semua usaha yang telah dilakukan untuk pencegahan cyberbullying, kesadaran diri sendiri tentang efek negatif yang ditimbulkan cyberbullying pada orang lain menjadi hal utama yang sangat penting. Cobalah untuk memahami perasaan temanmu yang menjadi korban cyberbullying.
Apakah rasa sakit dan trauma bisa hilang dengan meminta maaf? Bagaimana jika kamu berada di posisi korban?
Rasa cemas, ketakutan, depresi, hingga menimbulkan keinginan untuk bunuh diri merupakan dampak cyberbullying yang tidak bisa terelakkan dialami oleh korban. Lebih jauh, tentu korban akan mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran di sekolah. Kemampuan korban bersosialisasi pun makin rendah karena ketakutan menerima perlakuan yang tidak mengenakkan dari orang lain.
Lakukan ini jika kamu jadi korban
Apabila kamu menjadi salah satu korban cyberbullying di media sosial, kamu harus melakukan beberapa hal ini!
Pertama, ceritakan masalahmu pada orang yang kamu percaya. Siapa saja, bisa guru atau orangtua. Kalau kamu merasa kurang nyaman, coba ceritakan masalahmu pada kakak atau teman yang kamu percaya. Menerima cyberbullying bukan hal yang mudah. Jangan sampai kamu terpuruk karena menyembunyikan masalah itu sendiri.
Kedua, kumpulkan bukti-bukti. Baik itu dalam bentuk foto atau video yang menandakan kamu merupakan korban cyberbullying. Screenshot semua percakapan atau komentar di media sosial yang mengganggumu. Komentar yang kiranya sudah tidak sopan, atau menjadikan dirimu sebagai objek perundungan.
Ketiga, laporkan pada pihak sekolah, kampus, perusahaan, dan pihak berwajib. Kamu juga bisa menggunakan fasilitas report di media sosial. Cyberbullying terjadi tidak hanya pada remaja, bahkan orang dewasa juga banyak menerima cyberbullying. Oleh karena itu, jangan takut untuk melapor! Laporkan segera pelaku pada pihak berwajib dengan bukti kuat yang kamu miliki.
Keempat, jeda sementara penggunaan media sosial. Pertimbangkan untuk istirahat sejenak dari media sosial. Biarkan dirimu mendapatkan ketenangan dari segala komentar buruk yang sudah kamu terima selama ini di media sosial. Kamu masih punya kehidupan nyata dengan keluarga dan sahabat, mereka lebih nyata dan selalu ada untukmu. Mempertahankan eksistensi di media sosial bukanlah pilihan yang tepat dalam kondisi emosi yang tidak stabil.
Ingatlah, kamu belum tentu mengenal orang yang berkomentar buruk padamu di media sosial. Kamu belum tentu mengenal pelaku cyberbullying itu, mereka juga hanya berbicara tanpa mengetahui sejatinya dirimu. Jadi, apakah kamu pantas mengalami depresi karena cyberbullying?
Jangan pernah berpikir dirimu rendah, jangan pernah berpikir dirimu tidak memiliki siapapun di dunia ini. Kamu itu cantik dan ganteng, kamu itu pintar, kamu itu punya kompetensi untuk menggapai impian.
Selama kamu berusaha dengan giat, selama kamu percaya diri, dan selalu berbuat baik pada sesama, maka kebaikan akan selalu menyertaimu. Jangan mau termakan komentar negatif yang belum tentu benar di media sosial. Stop cyberbullying!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H