Mohon tunggu...
Airani Listia
Airani Listia Mohon Tunggu... Penulis - Ibu Rumah Tangga dan Freelance Content Writer

Mantan pekerja yang sedang sibuk menjadi emak-emak masa kini. Hobi menyebarkan kebaikan dengan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenal Wayang Beber, Warisan Budaya yang Mulai Terlupakan

9 November 2023   15:08 Diperbarui: 9 November 2023   17:03 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Wayang Beber I sumber : Kompas.com/Anggara Wikan Prasetya

Mbah Mardi memiliki cucu lelaki bernama Handoko, dan sekarang sedang dipersiapkan Rudi Prasetyo sebagai dalang penerus dan pelestari dari keturunan asli Ki Roro Naladremo. Sementara itu, Rudi dibantu oleh Wardi, temannya yang ditugaskan untuk menjaga Wayang Beber.

Di Wonosari, Wayang Beber dijaga dan dilestarikan oleh Ki Karmanto Hadi Kusumo sebagai dalang penerus keturunan Remeng Mangunjoyo. Kemudian, dari berita Media Indonesia (06/03/2022), Wisto Utomo sebagai dalang pewaris selanjutnya dari Dusun Gelaran II, Bejiharjo, Karangmojo (Wonosari), Gunung Kidul, Yogyakarta sedang berlatih memainkan Wayang Beber pada 14 November 2021.

Dari kisahnya, menurut Jurnal Bahasa Rupa, Wayang Beber merupakan salah satu benda pusaka Keraton yang turun temurun dimiliki Raja Jawa. Akibat terjadi pemberontakan Geger Pacinan pada masa pemerintahan Pakubuwono II di Keraton Surakarta, para abdi dan kerabat Raja berusaha menyelamatkan benda pusaka Keraton. Salah satu benda pusaka itu adalah kotak-kotak yang berisi gulungan Wayang Beber. Akhirnya, Wayang Beber berhasil diselamatkan ke arah Pacitan, Jawa Timur dan Gunung Kidul, D.I. Yogyakarta.

Wayang Beber mulai terlupakan masyarakat

Sebenarnya, banyak juga pegiat seni dan budaya yang berusaha terus melestarikan Wayang Beber. Buktinya, Wayang Beber terus berkembang dan saat ini terbagi menjadi tiga jenis, yaitu Wayang Beber Klasik, Wayang Beber Kontemporer, dan Wayang Beber Metropolitan.

Jurnal Bahasa Rupa membahas lebih lanjut, bahwa Wayang Beber Klasik adalah wayang asli tertua yang berada di Pacitan dan Gunung Kidul. Dalam pementasannya, Wayang Beber ini masih menggunakan ritual sakral, mempersembahkan sesaji, diiringi gamelan slendro dengan sinden atau rebab. Dalang yang memainkan wayang benar-benar keturunan dalang, atau yang telah diamanahkan oleh keturunan sebelumnya.

Pertunjukan hanya diadakan pada kegiatan yang sangat terbatas atau upacara adat, seperti ruwatan, selamatan, bersih desa, atau kegiatan yang masih berhubungan dengan kegiatan adat dan ritual yang sakral.

Wayang Beber Kontemporer, yaitu wayang klasik timbul melalui gagasan pelaku seni untuk mempertahankan minat masyarakat terhadap pertunjukan wayang. Perbedaannya ada pada kisah yang diceritakan, jika dalam Wayang Beber Klasik masih menceritakan tentang kisah Ramayana dan Mahabarata, sedangkan Wayang Beber Kontemporer menceritakan tentang kehidupan masa sekarang.

Jenis wayang kontemporer ini menciptakan karakter populer yang mengkritisi kondisi masyarakat dalam bidang politik, pemerintah, ekonomi, pembangunan, dan sosial budaya. Sehingga, wayang jenis ini menjadi solusi pelestarian Wayang Beber dengan kemungkinan kepopuleran lebih tinggi karena masuk dalam kehidupan masyarakat masa kini. Salah satu tokoh pencetus Wayang Beber Kontemporer adalah Dani Iswardana pada 2005.

Wayang Beber Metropolitan, kisahnya menceritakan tentang kehidupan di Kota Jakarta, membahas isu kota metropolitan Jakarta dengan solusi yang dibicarakan di dalam gulungan Wayang Bebernya. Wayang Beber ini, sudah mengalami perubahan yang cukup signifikan. Lebih banyak unsur modern di dalamnya, tetapi tetap mempertahankan bentuk Wayang Beber yang dipasang pada tongkat seligi, digulung, dan dibentangkan saat pertunjukan wayang dimulai.

Wayang Beber Kontemporer dan Metropolitan sudah tak menggunakan kertas daluang sebagai bahan pembuatan, tetapi menggunakan kanvas. Pewarnaannya juga sudah menggunakan bahan pewarna pabrik, tidak lagi menggunakan bahan pewarna alami. Tidak perlu melakukan ritual sebelum pertunjukan wayang, tidak perlu menggunakan sesaji, alat musik yang digunakan juga sudah bercampur alat musik modern.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun