Menurut saya, pembatasan penggunaan hp di sekolah sangat wajar. Sejak zaman dulu, tidak ada guru yang ingin jam pelajaran terganggu karena siswa dan siswinya menggunakan hp. Walaupun saat ini sudah berubah menjadi era digital, penggunaan hp juga harus tetap dibatasi dalam masa sekolah seorang anak.
Setiap lembaga sekolah, memiliki peraturan tersendiri mengenai penggunaan hp. Contoh saja, banyak pondok pesantren di Indonesia tidak mengizinkan siswa siswinya menggunakan perangkat digital di dalam sekolah. Hal ini agar anak bisa fokus belajar tanpa terganggu perangkat digital.
Kita belum mengetahui alasan jelas guru tersebut menyita hp pelaku pembakaran asrama. Bisa jadi, memang karena pelaku menggunakan hp di area sekolah atau saat dalam jam pelajaran.
Justru, ada baiknya pembatasan penggunaan hp. Anak jadi lebih fokus belajar dan tidak menyebabkan kecanduan perangkat digital. Kalian pasti sangat mengetahui, banyak hal negatif karena penggunaan hp dan media sosial berlebihan pada anak dalam masa sekolah.
Pentingnya mengajarkan pengendalian emosi sejak dini
Peristiwa pembakaran yang dilakukan oleh seorang siswi di atas, mengingatkan kita sebagai orangtua agar lebih perhatian pada anak. Pentingnya orangtua mengajarkan pengendalian emosi sejak dini pada seorang anak.
Pengendalian emosi bisa membantu anak memahami diri sendiri dan lingkungannya. Sehingga, terhindar dari keinginan di luar nalar seperti yang telah terjadi dalam pemberitaan tersebut.
Semua orang pasti pernah merasakan, bagaimana emosi memakan diri sendiri. Sehingga sulit untuk berpikir jernih saat sedang dalam kondisi emosi. Kita saja yang sudah dewasa, masih terus belajar mengendalikan emosi.
Apalagi seorang anak, yang tidak mengetahui apa itu emosi. Bagaimana bisa ia mengendalikan emosi yang sedang terjadi pada dirinya? Inilah alasan orangtua harus mengenalkan anak pada istilah emosi, dan mengajarkan pengendalian emosi sejak dini pada seorang anak.