Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat maka perlunya terbentuknya hukum sebagai sosial control masyarakat, diartikan sebagai pengawas oleh masyarakat terhadap jalannya pemerintahan. Dengan demikian sosial control bertujuan mencapai keserasian antara stabilitas, dengan perubahan dalam masyarakat.Â
Dari sudut sifatnya sosial control bersifat preventif atau represif, preventif merupakan usaha pencegahan terhadap terjadinya gangguan kepastian dan keadilan. Sedang usaha represif bertujuan mengembalian keserasian hukum dengan masyarakat, proses sosial control dapat dilaksanaakan tanpa kekerasan ataupun paksaan (coercive).Â
Sosial control berfungsi membentuk kaidah baru yang menggantikan kaidah lama, dalam compultion diciptakan situasi seseorang terpaksa taat atau mengubah sikapnya menghasilkan kepatutan secara tidak langsung. Pada pervasion, norma atau nilai yang masuk dibawah sadar. Alat sosial control menjadi bagian kemasyarakat maupun dilusrnya perwujudan dari sosial control ialah :Â
1. Pemindanaan berupa larangan, yang apabila dilanggar akan mendapatkan  penderitaan bagi pelanggarnya.
2. Kompensasi standar, adalah kewajiban dimana inisiatif untuk memproses ada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan meminta ganti rugi oleh pihak lawan, sifatnyaakusator.
3. Terapi atau konsilasi, bersifat reimidal artinya bertujuan mengembalikan situasi padakeadaan semula. Dengan cara masingmasing pihak yang bersengketa bmencari upaya untuk menyelesaikan secara kompromisstis ataupun mengundang pihak ketiga.
Dengan adanya norma-norma tersebut, akan setiap masyarakat diselenggarakan sosial control atau pengenadalian sosial. Apabila prilaku manusia diatur oleh hukum tertulis dan perundang-undangan yakni keputusan penguasayang bersifat resmi danterulis serta mengikat umum Diselenggaranya sosial control formal (formal social control ) artinya, norma- norma terulis tersebut berasal dari pihak yang mempunyai kekuasaan dan wewenang formal.Â
Social control informal (informal social control) melaui pendidikan, agama, seminar, dan penyebarluasaan pemahaman hukum. Lazimnya, yang ditempatkan terlebih dahulu adalah sosial control yang dianggap paling lunak berupa nasihat yang mengikat, selanjutnya menerapkan sosial control yang lebih ketat. Dalam proses tesebut, apabila sarana lain tidak menghasilkan tujuan yang dicapai norma hukum diterpkan pada tahap terakhir.Â
Dalam memandang hukum sebagai alat kontrol sosial manusia, maka hukum merupakan salah satu alat pengendali sosial. Alat lain masih ada sebab masih saja diakui keberadaan pranata sosial lainnya (misalnya keyakinan, kesusilaan).
 Kontrol sosial merupakan aspek normatif kehidupan sosial. Hal itu bahkan dapat dinyatakan sebagai pemberi defenisi tingkah laku yang menyimpang dan akibat-akibat yang ditimbulkannya, seperti berbagai larangan, tuntutan, dan pemberian ganti rugi. Hukum sebagai alat kontrol sosial memberikan arti bahwa ia merupakan sesuatu yang dapat menetapkan tingkah laku manusia.Â
Tingkah laku ini dapat didefenisikan sebagai sesuatu yang menyimpang terhadap aturan hukum. Sebagai akibatnya, hukum dapat memberikan sanksi atau tindakan terhadap si pelanggar. Karena itu, hukum pun menetapkan sanksi yang harus diterima oleh pelakunya.Â
Hal inimengarahkan agar masyarakat berbuat secara benar menurut aturan sehingga ketentramanterwujud. Sanksi hukum terhadap perilaku yang menyimpang, ternyata terdapat perbedaan di kalangan suatu masyarakat. Tampaknya hal ini sangat berkait dengan banyak hal, seperti keyakinan agama, aliran falsafat yang dianut. Dengan kata lain, sanksi ini berkaitan dengan kontrol sosial.Â
Â
Achmad Ali menyebutkan sanksi pezina berbeda bagi masyarakat penganut Islam secara konsekuen dengan masyarakat Eropa Barat[. Orang Islam memberikan sanksi yang lebih berat, sedangkan orang Eropa Barat memberi sanksi yang ringan saja. Hukum, di samping bukan satu-satunya alat kontrol sosial, juga sebagai alat pengendali memainkan peran pasif.Â
Artinya bahwa hukum menyesuaikan diri dengan kenyataan masyarakat yang dipengaruhi oleh keyakinan dan ajaran falsafat lain yang diperpeganginya. Dalam hal ini, fungsi hukum ini lebih diperluas sehingga tidak hanya dalam bentuk paksaan. Fungsi ini dapat dijalankan oleh dua bentuk:Â
1) pihak penguasa negara. Fungsi ini dijalankan oleh suatu kekuasaan terpusat yang berwujud kekuasaan negara yang dilaksanakan oleh the ruling class tertentu. Hukumnya biasanya dalam bentuk hukum tertulis dan perundangundangan. Hukum pada tataran ini seperti dikemukakan oleh Donald Black bahwa law is a social control by government.
2) masyarakat; fungsi ini dijalankan sendiri oleh masyarakat dari bawah. Hukumnya biasa berbentuk tidak tertulis atau hukum kebiasaan.
referensi:
[1] Ali Aspandi, Menggugat Sistem Hukum Peradilan Indonesia yang penuh ketidak pastian,(Surabaya: LeKSHI, tt), h. 25.
[1] Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Ke-Indonesiaan, (Jakarta: CVUtomo, 2006), h. 415.
[1] Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Masyarakat, dan Pembangunan, (Bandung: Binacipta,2006), h. 9
[1] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, hlm. 205-209
[1] Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Perubahan Sosial, (Bandung : Alumni, 1983), hlm. 35.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H