Dalam perjanjian yang berupa tidak berbuat sesuatu, akan mudah ditentukan sejak kapan debitur melakukan wanprestasi, yaitu sejak pada saat debitur berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam perjanjian. Sedangkan bentuk prestasi debitur yang berupa berbuat sesuatu, apabila telah lewat batas waktu yang ditentukan dalam perjanjian, maka menurut Pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap melakukan wanprestasi.
Pandangan Positivisme
Dalam konteks positivisme:
- Definisi dan Norma Hukum: Wanprestasi dipahami sebagai pelanggaran terhadap norma hukum yang ditetapkan dalam perjanjian. Positivisme menekankan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum yang tertulis dan diakui oleh otoritas yang berwenang.
- Sanksi dan Pemulihan: Positivisme akan lebih fokus pada konsekuensi hukum dari wanprestasi, termasuk sanksi yang diterapkan dan hak-hak pihak yang dirugikan. Pihak yang mengalami wanprestasi berhak mengajukan gugatan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
- Otonomi Kontrak: Dalam pandangan ini, kontrak dianggap sebagai hasil kesepakatan yang sah antara pihak-pihak yang terlibat, sehingga setiap pelanggaran terhadap kesepakatan tersebut harus ditangani secara hukum.
Pandangan Sosiological Jurisprudence
Sementara itu, dalam sosiological jurisprudence:
- Konteks Sosial: Wanprestasi dilihat dalam konteks sosial yang lebih luas. Aliran ini menekankan bahwa pelanggaran kontrak tidak hanya berdampak secara hukum, tetapi juga mempengaruhi hubungan sosial dan ekonomi antara pihak-pihak yang terlibat.
- Keadilan dan Kesejahteraan: Sosiological jurisprudence akan lebih menekankan pentingnya keadilan dan dampak sosial dari wanprestasi. Misalnya, dalam situasi di mana wanprestasi terjadi, pendekatan ini mendorong penyelesaian yang mempertimbangkan kepentingan dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.
- Adaptasi Hukum: Aliran ini juga akan berpendapat bahwa hukum harus mampu beradaptasi dengan perubahan kondisi sosial. Misalnya, hukum mengenai wanprestasi mungkin perlu diperbarui untuk mencerminkan perubahan dalam praktik bisnis atau hubungan sosial.
Perbandingan
- Fokus: Positivisme lebih fokus pada aspek formal dari wanprestasi dan penerapan norma hukum, sedangkan sosiological jurisprudence lebih memperhatikan dampak sosial dan keadilan.
- Pendekatan Penyelesaian: Dalam positivisme, penyelesaian hukum mungkin lebih bersifat formal dan berdasarkan ketentuan hukum, sementara dalam sosiological jurisprudence, pendekatan yang lebih restoratif dan berorientasi pada keadilan sosial bisa lebih diutamakan.
Kedua aliran ini memberikan perspektif yang berharga dalam memahami wanprestasi, dengan positivisme menekankan kepatuhan terhadap hukum dan sosiological jurisprudence menekankan pentingnya konteks sosial dan keadilan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI