Maka tidak mengherankan jika kritik terhadap positivisme hukum muncul ketika hukum menjadi kewenangan atau dijadikan instrumen kekuasaan untuk mencapai tujuan pemerintah, bukan untuk mencapai tujuan hukum. Namun hal ini tidak identik dengan positivisme hukum yang menjadi alasan kegagalan dalam kehidupan hukum khususnya dalam penegakan hukum. Dan hukum positivisme secara tegas memisahkan antara moralitas dan sosial.
Argument Terhadap Mazhab Hukum Positivisme dalam Hukum Di Indonesia,hukum positivisme bersifat pasti dan jelas karena mengindentifikasi hukum dengan peraturan perundang-undangan. Di Indonesia ajaran positivisme hukum memberi pemahaman kepada hakim bahwa hukum semata-mata hanya berurusan dengan norma-norma. Menurut aliran ini, nilai keadilan dan moral karena wataknya yang abstrak dan spekulatif tidak dapat dikatakan sebagai ilmu melainkan metafisika.
Mengenai peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh pemerintah atau negara, yang berupa perintah yang harus ditaati karena mengandung sanksi. Hukum positif mengandung nilai-nilai yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan, lalu diintegrasikan ke dalam kriteria yang terdapat dalam hukum positif. Jadi, dalam arus Hukum positivisme, istilah hukumnya juga mencakup nilai-nilai yang sah dalam hukum positif (perundang-undangan) hanya keabsahan dan ditentukan dalam proses pengembangan hukum positif. Setelah diundangkan hukum, maka hukum ini berlaku mutlak, tidak dapat ditawar, bebas apakah hukum itu efektif atau tidak, adil atau tidak.
Referensi :
Islamiyati. Kritik Filsafat Hukum Positivisme Sebagai Upaya Mewujudkan Hukum Yang Berkeadilan. (Law & Justice Journal: 2018). Vol 1, No 1
Hadi, Syofyan. Kekuatan Mengikat Hukum Dalam Perspektif Mazhab Hukum Alam Dan Mazhab Positivisme Hukum. (Jurnal Fakultas Hukum: Universitas 17 Agustus Surabaya 2017). Vol. 25, No.1
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H