Mohon tunggu...
Ainur Rizaldy
Ainur Rizaldy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sosiologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Paradigma Masyarakat terhadap Politik Gender Indonesia

13 Januari 2022   15:16 Diperbarui: 14 Januari 2022   00:25 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perilaku membatasi gerak anak perempuan dalam bermain dengan dalih perempuan haruslah lebih dijaga sebab anak perempuan tidak seperti anak laki-laki yang memang harus mengexplorasi diri memicu terjadinya bias gender sedari dini. Praktik pembatasan oleh masyarakat ini memunculkan luka dalam diri anak sehingga inner child terluka. 

Luka pada anak bertumbuh dan dibawa hingga anak beranjak dewasa sehingga muncul pemikiran bahwa perempuan memang harus lebih pasif ketimbang laki-laki. 

Pemikiran ini berdampak pada perkembangan politik Indonesia khususnya kurangnya keikutsertaan perempuan dalam ranah politik.

Anggapan adanya gerakan minortas dalam politik (perempuan) terjadi karena perempuan dianggap ingin memisahkan diri dari laki-laki. 

Hal ini sejalan dengan pandangan tentang perbedaan peran antar gender terhadap tugas dan fungsi biologis perempuan yaitu mengandung, melahirkan dan menyusui anak yang menjadi kodrat perempuan. Hal ini menjadikan perempuan mendapatkan tugas dan peran domestik lainnya. 

Untuk itu laki-laki yang dinilai tidak memiliki tanggungan atau hambatan menguasai peran publik salah satunya dalam ranah politik. 

Sejatinya, politik adalah cara untuk mengatur kehidupan bermasyarakat terkait dengan pembentukan peraturan untuk menjadikan kehidupan masyarakat teratur. 

Seperti diketahui bersama, peraturan ini bersifat umum antara gender laki-laki maupun perempuan. Tentunya peran tiap gender juga dibutuhkan dalam merepresentasikan kehadiran laki-laki dan perempuan agar nantinya peraturan ini bersifat adil tanpa adanya ketimpangan. 

Keterwakilan perempuan dapat memberikan dan melengkapi kegiatan Indonesia  yang ojektif namun berempati dan perlakuan antar gender yang setara (tanpa diskriminasi).

Mayoritas anggota parlemen adalah laki-laki. Mengapa itu terjadi? Apakah kemerdekaan lebih dari 60 Tahun negara Indonesia tidak disertai memerdekakan sepenuhnya bangsa yang berjenis kelamin perempuan? Apakah negara Indonesia adalah negara maskulin yang menerapkan sistem nilai dan norma pada patriarki, di mana laki-laki Indonesia sebagai sentral acuan? 

Di Indonesia, mengesampingkan keterwakilan perempuan di lembaga-lembaga negara dan sektor publik lainnya ditetapkan tidak cukup untuk membawa perubahan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun