''Ai, ai, bagaimana oe orang punya kaba?''
''Lumayan baik, koh.''
''Oe tampaknya kurang sehat, wajah oe pucat ada apa?''
''Biasa, ini hanya kurang tidur saja, koh.''
''Ada persoalan apa? Sampai oe kurang tidur.''
Badanku mendadak kaku, mulutku terkunci, bibirku terdiam belum mampu memainkan lidah.
''Kenapa oe diam, ceritakan saja.''
Lagi-lagi sumber suara koh Acoi membuyarkan pertapaan sunyiku, sorot tajam matanya terfokus kepada dua bola mataku, aku merasa lagaknya sudah seperti jaksa, dan tatapan matanya itu semakin mendesakku. Mencoba terbangun dari kutukan, bibirku mulai membuka suara.
''Koh, apa aku ini salah, kalau suka sama perempuan yang lebih dari aku dalam segala hal, dan hiya, memang aku sendiri punya pikiran untuk mendapatkan perempuan yang seperti itu?''
''Apa oe cinta betul-betul sama perempuan itu?''
''Dengan segenap jiwa dan sepenuh hati, koh.''