Mohon tunggu...
Ainur Rohman
Ainur Rohman Mohon Tunggu... Nelayan - Pengepul kisah kilat

Generasi pesisir

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Makelar Diskon

31 Oktober 2018   22:15 Diperbarui: 3 November 2018   21:44 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maaf, Pak! Ampun, Pak!" Berulang kali jerit suara itu keluar dari bibir manismu, seakan-akan hanya kalimat itu yang kamu ingat dan hanya kalimat itu yang bisa kamu ucapkan. Dan laki-laki itu masih juga memukul kamu dan kamu mengulang kalimat itu lagi dan lagi.

Beruntungnya saat kamu dipukul berulang kali oleh laki-laki gagah itu, kamu masih memakai pelindung kepala alias helm. "Balai selamet" kata pepatah Jawa pasaran itu sangat cocok untuk menggambarkan situasi dan kondisi kamu saat itu.

Hingga laki-laki itu bosan melawan orang sepertimu. Selesai meng-KO dirimu, laki-laki itu pergi ke pintu mobilnya yang masih terbuka sejak dia turun tadi, laki-laki gagah, tegap dan berseragam loreng itu, kini masuk mobil dan menutup pintu, menyalakan mobil dan mobil bergerak maju ke depan dengan tenang.

Sisa-sisa debu jalanan terbang berhamburan mencatat tiap detik-detik kejadian dan menjadi saksi duel jalanan dan deru suara mobil itu serasa ikut bertepuk tangan, merayakan kehebatan si bos yang tidak tersentuh pukulan lawan, tak satu kalipun, kemenangan yang gilang gemilang, meninggalkanmu sendirian di tepi jalan.

Sebagai seorang laki-laki sejati, kamu tidak merasa sakit saat dipukul, bagimu itu biasa saja, meski ada bekas lebam di wajah, bekas tanda kenang-kenangan itu cukup membikin biru bibir manismu.

Tapi ada yang lebih menyesakkan kedalaman batinmu, saat puluhan pasang mata orang-orang kampung itu, ikut melihatmu sebagai orang yang digebuki, ikut menontonmu sebagai orang yang kalah, ikut menjadi saksi saat kamu meminta maaf dan ikut menyaksikan kamu memohon ampun.

Kamu menyesal, karena tak punya keberanian untuk melawan dan berontak saat itu. Kamu menyesal tak bisa menggugat, dan kamu menyesal tak bisa menjerit sejadi-jadinya, dan kamu menyesal telah kalah, dan kamu menyesal karena baru menyadari betapa salam jari tengah bisa berakibat fatal dan imbasnya bisa sangat menyusahkan diri sendiri.

Dan kini wajahmu tampak semakin kesal, saat kamu ceritakan kisahmu ke kawan-kawan setongkrongan, semua temanmu malah tertawa dengan tragedi yang baru saja menimpamu. Seakan tragedi yang kamu alami tak lebih dari kisah lucu Spongebob dan rekan-rekan kerjanya dan tetangganya dan pelanggan-pelanggannya dan seluruh koloni Bikini Bottom.

Tamat.

***

Detail kejadian diceritakan ulang oleh korban, maksudku kawanku sendiri, saat kami sama-sama tidak sholat tarawih dan lebih memilih nongkrong di warung kopi.

Salam olahraga di bulan puasa, juragan diskon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun