Dengan adanya depresi eknomi yang menghantam Hindia Belanda  menyebabkan perekonomian yang merosot secara drastis, perusahaan-perusahaan banyak mengambil langkah untuk menyelamatkan perusahaannya. Ada yang melakukan pemecatan guna meminimalisir kerugian. Dan juga pada perusahaan S.S (Staatspoorwegen) melakukan penutupan pada jalur trem Tulungagung-Trenggalek-Tugu. Sebelum menghentikan pengoperasian trem ini, SS (Staatssporwegen) melakukan kajian ekonomi terkait pengangkutan penumpang maupun barang ke jalur utama di Tulungagung. Setelah selesai melakukan kajiannya, pada November 1932 SS resmi menghentikan operasi trem Tulungagung-Trenggalek-Tugu. Adanya pemberhentian ini dibuktikan dengan munculnya pemberitaan dalam surat kabar Belanda yang terkait hal tersebut.
Pertama, Dalam pemberitaan surat kabar Belanda"Soerabaijasch handelsblad" pada 7 Maret 1930 yang memiliki judul artikel "Worden Gesuprimeerd". Menyebutkan bahwa Sehubungan dengan pengurangan transportasi penumpang, kereta trem 182 dan 185 antara Trenggalek dan Toegoe, yang terletak di jalur trem Tuunengagoeng-Toegoe, akan ditekan mulai tanggal 15 tahun 1930 ini. Kedua, pemberitaan surat kabar Belanda"Soerabaijasch handelsblad" pada 17 Maret 1932 dengan judul artikel  "Laatste Berichten"  berisi tentang sebelum diberhentikan secara resmi, SS (Staatssporwegen) meninjau kembali jalur trem tersebut dengan memotong jalur sepanjang 10 kilometer dari Trenggalek karena bus telah mengambil alih peran trem.
Ketiga, dalam pemberitaan surat kabar Belanda "De Indische courant" pada 6 Oktober 1932 dengan judul artikel "Opgeheven tramlijn" menyebutkan bahwa sehubungan dengan penutupan jalur trem S.S. Toegoe-Toeloeng-Agoeng-Trenggalek, kita mengetahui bahwa ini mungkin sudah akan terjadi pada 1 November. Namun, administrasi dalam negeri dan para pemangku kepentingan belum terjadi. Keempat, dalam pemberitaan surat kabar Belanda "Bataviaasch Nieuwsblad" pada 19 Oktober 1932 dengan judul artikel "Spoorlijn Opgeheven" yang menjelaskan tentang jalur kerata api yang dihapuskan, Setelah beroperasi kurang lebih sekitar satu dasawarsa, SS (Staatssporwegen) memutuskan untuk menutup jalur trem Tulungagung-Tugu. Penutupan jalur trem Tulungagung-Trenggalek-Tugu dimulai pada tanggal 1 November. Penutupan ini selain disebabkan oleh adanya bus, tetapi juga diperburuk dengan krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1930.
Kelima, dalam pemberitaan surat kabar Belanda "De Indische courant" pada 6 Maret 1933 dengan judul artikel "TOELOENG-AGOENG" berisi tentang Bekas kereta api, Di mana hanya beberapa bulan yang lalu jalan besi kereta api itu berjalan dengan penuh nafsu dan, meskipun tidak begitu sering dalam sehari, sekarang orang-orang tani kembali menguasai tanah tersebut, Jalur ini telah diubah menjadi tanah bangunan di banyak tempat dan ditanami semua jenis tanaman.
Dampak Pengoperasian Jalur Trem Tulungagung-Trenggalek-TuguÂ
Adanya Jalur Trem Tulungagung-Trenggalek-Tugu sebagai  transportasi berbasis rel kereta api di wilayah Trenggalek memberikan berbagai dampak bagi perkembangan wilayah tersebut. Dengan adanya jalur trem ini meberikan dampak di bidang sosial dan ekonomi. Dengan adanya bekas jalur trem ini menunjukan bahwa kemajuan teknologi transportasi dapat berkembang sampai ke daerah kota kecil dan derah yang dikelilingi oleh pegungungan. Dari kemajuan teknologi yang berkembang ke daerah pelosok dapat mendorong terjadinya industrialisasi dan modernisasi dalam pembangunan ekonomi masyarakat. Hal ini mendorong terjadinya perubahan-perubahan yang besar dalam berbagai aspek. Perubahan tersebut meliki dampak di bidang sosial yaitu dapat meningkatkan cara berpikir masyarakat, memeperkuat integrasi dalam masyarakat, dapat meningktakan kesejahteraan  dan taraf hidup masyarakat.
Beroperasinya jalur trem Tulungagung-Trenggalek-Tugu dapat meningkatkan mobilitas masyarakat dan barang yang melintasi sepanjang jalur tersebut. Berbagai profesi dapat memanfaatkan jasa transportasi trem mulai dari pegawai pemerintahan, pedagang, para pencari kerja, pekerja pabrik dan lain sebagainya. Sarana prasarana angkutan trem yang tersedia, banyak orang dari desa pergi ke desa lain atau dari desa ke kota dan sebaliknya (Pranoto dkk, 2020:261). Jalur trem ini memudahkan bagi para penumpang yang akan bepergian dari suatu tempat ke tempat lain dengan cepat dan mudah.
Dari adanya jalur tersebut, terdapat peningkatan jalur kereta api yang diikuti oleh peningkatan kebutuhan pegawai S.S (Staatspoorwegen). Pihak S.S mendatangkan pegawai dari Belanda, tetapi pegawai dari Belanda tersebut mengeluarkan biaya yang besar, sehingga untuk meminimalisir pengeluaran biaya, S.S mengambil tenaga kerja dari pribumi.Â
Sumber Referensi
De Indier, 10 April 1917.
De locomotif, 8 Juni 1917.