Waktu berlalu dan zaman semakin maju, masyarakat mulai menyadari maraknya aktivitas Riba. Terutama yang telah dikatakan pada paragraf sebelumnya yaitu, Riba di dalam Bunga Bank Konvensional yang kerap kali terjadi. Akibatnya, Kemudian muncul lah sebuah pandangan baru dalam lingkup perbankan yang semulanya melahirkan bank -- bank konvensional, lahir pula pandangan baru mengenai perbankan dalam konsep islam yaitu perbankan syariah. Perbankan syariah sistem nya dikenal dengan Nisbah atau Sistem bagi hasil. Islam sendiri sangat mendorong praktik bagi hasil. Sistem bunga dan bagi hasil keduanya sama -- sama memberikan keuntungan pada pemilik dana, namun pada bunga penentuannya dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung, kerugian ditanggung oleh pihak yang telah disepakati diawal dan pembayaran bunga jumlahnya tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat. Beda dengan bagi hasil yang penentuan rasio atau nisbah bagi hasil dibuat diawal akad dengan pedoman sesuai pada kemungkinan untung rugi dan besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh serta untung dan rugi ditanggung bersama -- sama dan jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
Sebenarnya, sebelum dikemukakan pemikiran ekonomi oleh Adam Smith, dalam Alquran juga sudah jelas mengatur mengenai perekonomian seperti apa dan bagaimana, dalam penggalan ayat Dalam Qs. Al -- Baqarah : 275 yang berbunyi :
....
"...padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...."
Dari ayat diatas dapat kita petik intisari bahwasanya salah satu cara yang baik dalam memenuhi perekonomian adalah kegiatan jual beli serta yang diharamkan dalam kegiatan ekonomi juga adalah kegiatan ekonomi apapun macam dan jenisnya yang didalamnya terdapat praktik riba salah satunya.
Acap kali ketika berbicara mengenai ekonomi, lagi -- lagi terdapat persentuhan dengan Riba. Karena riba itu sangat berat sekali dosanya dan sama sekali tidak terdapat berkah dan maslahat didalamnya. Jika kita telusuri lagi, bahwa sebelum Adam Smith mengemukakan teori nya mengenai ekonomi, lebih dulu hukum -- hukum yang mengatur tentang kegiatan ekonomi yang baik dan benar telah ada ketika wahyu berupa Alquran itu diturunkan kepada Rasulullah Saw, begitu juga dengan beberapa contoh -- contoh aktivitas ekonomi yang dilakukan Rasulullah, sebab Rasulullah adalah suri tauladan yang memberikan contoh terbaik kepada seluruh umat, sebagaimana yang terdapat dalam Alquran Qs. Al -- Ahzab : 21, yang berbunyi :
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."
Dari ayat diatas, dapat kita simpulkan bahwa Islam merupakan agama yang universal, melalui Rasulullah lah yang mengajarkan kita agar menjalankan agama ini secara menyeluruh (kaffah). Islam tidak hanya beraktivitas pada poros ibadah -- ibadah wajib saja, melainkan mengajarkan kepada kita bagaimana berpolitik secara islami, berekonomi secara islami dan berinteraksi sesama manusia secara islami. Maka benarlah setiap apa yang Rassulullah lakukan adalah contoh terbaik yang patut kita tiru. Terutama dalam melakukan aktivitas ekonomi. Tetapi, ekonomi yang dibawakan oleh Rasulullah adalah ekonomi yang memberikan kemaslahatan bagi seluruh manusia. Ekonomi itulah yang kemudian pada zaman ini disebut dengan ekonomi syariah, yaitu ekonomi yang berdiri berlandaskan nilai -- nilai dan hukum islam.
Rasulullah Saw sendiri adalah seorang pedagang. Tercatat dalam sejarah bahwa Rasulullah telah memulai aktivitas berdagang ketika usia 12 tahun. Sedangkan kegiatan berdagang termasuk kedalam salah satu aktivitas ekonomi dengan menawarkan suatu barang. Rasulullah Saw dalam menjalani profesinya sebagai seorang pedagang memili sifat yang jujur, amanah, ramah dan bertanggung jawab. Bahkan cara berdagang Rasulullah dapat dikatakan sukses tidak hanya dalam perihal materi tetapi juga dalam kesuksesan memperoleh keberkahan atas rezeki yang didapat. Sebab, Rasulullah selalu mencontohkan bagaimana tauladan yang baik untuk umatnya. Begitu juga Alquran yang mengatur persoalan dalam berdagang ini terutama dalam takarang timbangan. Yang mana sebagai seorang pedagang harus mempunyai sifat yang jujur, artinya jujur dalam takaran timbangan yang adil. Alquran juga telah mengatur hal ini dalam Qs. Asy -- Syuraa' : 181 -- 183 yang berbunyi :
(181) (182) (183) (184
"Sempurnakanlah takaran dan janganlah kalian termasuk orang-orang yang merugikan; dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kalian merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kalian merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan; dan bertakwalah kepada Allah yang telah menciptakan kalian dan umat-umat yang dahulu."