Akhirnya, jam 9 pagi teman-teman saya datang. Seorang dari tim legal mulai berkoordinasi di dalam kantor pengadilan. Lalu ia pun memberi info, bahwa kita masih menunggu jadwal dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kata teman lain, bisa saja JPU ini sedang bertugas di persidangan lain.Â
Kami pun terus menunggu hingga lewat jam makan siang. Suasana ruang tunggu ramai. Banyak wartawan duduk menunggu (atau mencari) berita. Hasil googling, sepertinya ini pengadilan negeri yang kerap didatangi para selebritis untuk urusan perceraian.Â
Ruang sidang tak terlalu besar, tapi begitu padat siang hari itu. Ada sekitar 9 saksi yang dipanggil. Para saksi diminta duduk berjejeran di depan majelis hakim. Kami saling berdempetan. Entah apa itu physical distancing, rasanya tak berlaku siang hari itu. Di kiri, dua jaksa penuntut umum duduk. Di kanan, para penasihat hukum dan terdakwa berkerumun.Â
Majelis hakim mengecek identitas para saksi. Setelah selesai, kami diminta berdiri dan bersumpah. Lalu, satu per satu hakim bertanya kepada para saksi secara bergiliran. Deg-degan rasanya menunggu giliran tiba. Setelah hakim selesai bertanya kepada saya, rasanya lega. Tapi ternyata belum berakhir. Saksi lain masih ditanya.Â
Saya kira setelah hakim selesai bertanya, sidang akan selesai. Ternyata tidak. Kali ini giliran jaksa penuntut umum yang bertanya lebih detail kepada para saksi. Tiba-tiba seseorang berkata, tak boleh minum di ruangan. Bukan kepada saya sih, kepada orang lain di belakang. Oh, ternyata tak boleh minum. Rasanya gerah dan haus sekali padahal.Â
JPU masih terus mencecar pertanyaan sampai puas. Lalu sempat dikomen oleh pengacara terdakwa bahwa pertanyaan tidak relevan. Sampai akhirnya ia berkata bahwa ia selesai bertanya kepada saksi. Akhirnya saatnya pulang, begitu pikir saya.Â
Ternyata tidak. Kali ini hakim mempersilakan penasihat hukum / pengacara terdakwa bertanya kepada saksi. Untungnya, memang saksi yang ditanya lebih detail bukan saya. Tapi, tetap saja rasa gelisah muncul. Kapan sidang ini berakhir? Apakah saya dapat pulang hari ini juga?
Pengacara terdakwa masih mencecar saksi lain. Mungkin merasa pernyataan saksi memberatkan kliennya. Lalu hakim pun bersuara. Menegur seseorang yang mengangkat kaki (mungkin bermaksud menyilangkan kaki) di bagian belakang. Katanya, kami harus menghargai persidangan. Dilarang mengangkat kaki. Wah, baru tau saya, untung dari tadi masih bertahan tidak mengangkat kaki. Hanya menggoyang-goyangkan tanda gelisah.Â
Akhirnya pertanyaan pengacara pun selesai. Ternyata masih ada kesempatan diberikan hakim untuk bertanya. Kali ini kepada terdakwa. Suara pertanyaan muncul dari arah belakang. Rupanya, di persidangan ini terdakwanya banyak. Tak hanya duduk di dekat pengacara. Tapi duduk pula di barisan belakang saksi. Ketika saksi menoleh ke arah yang bertanya, teguran muncul, saksi diminta lihat ke depan saja, ke arah majelis hakim. Wah ada aturan lain lagi rupanya.Â
Syukurlah, menjelang jam 4 sore, persidangan selesai. Kami keluar ruang sidang dengan rasa lega dan harap-harap agar tak ikut lagi. Padahal, di bulan November 2020, kami juga disidik dengan perkara serupa untuk terdakwa berbeda. Entah akan dipanggil kembali ke persidangan atau tidak.Â